tirto.id - Ahli jantung dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk dr Maizul Anwar SpBTKV meminta masyarakat untuk mewaspadai nyeri ulu hati selama menjalankan ibadah puasa.
"Banyak orang yang mengabaikan nyeri pada ulu hati saat puasa sebagai gejala dari penyakit lambung padahal nyeri ini bisa dari penyakit jantung koroner [PJK]," ujar Maizul di Jakarta, Sabtu (17/6/2017), seperti diwartakan Antara.
Puasa, menurut Maizul, adalah saat yang baik untuk melaksanakan diet tinggi protein dan lemak sehat atau ketogenic dengan mengonsumsi makanan yang mengandung kadar protein dan lemak baik yang tinggi serta mengurangi karbohidrat terutama karbohidrat olahan (gula, tepung, dan jus buah).
Ketogenic diet akan membakar lemak dan menurunkan berat badan penderita hipertensi, diabetes, dan obesitas.
Keluhan-keluhan lambung yang meningkat pada saat berpuasa seperti Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) yang muncul satu hingga dua jam setelah makan dengan pencetus makanan (pedas, asam, dan berlemak) dan minuman (kopi dan teh), serta berbaring setelah makan.
Kemudian Gasritis (maag) akan muncul lebih dari dua jam setelah makan dengan pencetus makanan (pedas, asam, dan berlemak), minuman (kopi dan teh), dan obat-obatan tertentu. Keluhan maag akan berkurang setelah minum obat antasida.
Ketiga, batu empedu yang muncul lebih dari dua jam setelah makan dengan pencetus makanan tinggi lemak.
Kemudian, PJK yang akan muncul setelah makan dan saat beraktivitas. Keluhan akan bertambah walaupun penderita telah minum obat antasida.
"PJK disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner jantung yang membuat jantung kekurangan oksigen dan nutrisi untuk memompa darah."
Penyempitan atau penyumbatan itu terjadi karena adanya proses penumpukan lemak di dinding pembuluh darah yang berlangsung secara bertahap.
Keluhan penderita penyakit jantung koroner bervariasi umumnya berupa nyeri dada yang dirasakan di daerah bawah tulang dada agak ke sebelah kiri dengan rasa seperti beban berat, ditusuk-tusuk, rasa terbakar yang kadang menjalar ke rahang, lengan kiri, dan ke belakang punggung, serta disertai keringat yang banyak.
Untuk mengatasinya, pada awal dilakukan kateterisasi untuk mengetahui keadaan pembuluh otot jantung, ruang jantung, ukuran tekanan dalam jantung, dan pembuluh darah otot jantung dengan menggunakan selang kecil (kateter) dan sinar X di ruang kateterisasi (cath lab).
Selanjutnya, melalui kateter yang sama dapat dilakukan pemasangan stent atau peripheral component interconnect (PCI), yang bertujuan untuk membuka penyempitan pembuluh darah koroner jantung. Stent memiliki diameter 2-4 milimeter yang elastis untuk disesuaikan dengan bentuk pembuluh darah koroner. Jumlah stent yang dipasang bergantung pada kondisi penyempitan pasien.
"Pada kondisi pasien tertentu, operasi coronary artery bypass graft (CABG) lebih dianjurkan untuk membuat pembuluh darah baru dari aorta (pembuluh nadi besar) melewati pembuluh darah koroner yang menyempit sehingga otot-otot jantung mendapat pasokan darah yang cukup untuk kebutuhan kerja jantung," kata Maizul.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra