Menuju konten utama

Novanto Menolak Diperiksa Dokter, Sidang e-KTP Kembali Diskors

Sidang perdana kasus e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto kembali diskors. Setya Novanto menolak diperiksa dokter dari RSPAD.

Novanto Menolak Diperiksa Dokter, Sidang e-KTP Kembali Diskors
Tersangka korupsi proyek e-KTP Setya Novanto menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2017). tirto.id/Lalu Rahadian.

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta membuka kembali sidang e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto setelah sempat ditunda untuk pemeriksaan Novanto. Namun, tak beberapa lama usai dibuka, sidang kembali diskors karena hakim hendak bermusyawarah.

Sidang perkara dengan terdakwa Novanto telah dibuka lagi sekitar pukul 14.45 WIB. Saat dibuka, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irene Putri berkata bahwa Setnov sudah diperiksa oleh dokter dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM).

"Namun terdakwa tak mau diperiksa dokter dari RSPAD yang dibawa sendiri oleh terdakwa," kata Irene di ruang sidang, Rabu (13/12).

Ketua Majelis Hakim Yanto bertanya alasan Setnov menolak diperiksa dokter yang dibawanya sendiri. Jawaban pun disampaikan penasehat hukum Setnov, Maqdir Ismail.

"Tadi yang kami harapkan adalah dokter ahli, ternyata yang hadir dokter umum. Itu tidak akan berimbang apa yang pendapat dokter umum ini dengan para ahli, sehingga kami memutuskan tidak meneruskan pemeriksaan dokter ahli ini. Mohon setelah pemeriksaan hari ini saudara termohon diberi kesempatan untuk diperiksa di rumah sakit RSPAD," kata Maqdir.

Mendengar jawaban itu, Yanto berkata seharusnya ada komunikasi antara penasihat hukum dengan rumah sakit, agar tak ada pengiriman dokter yang tak sesuai harapan. Setelah itu, Yanto bertanya hasil pemeriksaan kesehatan yang sudah dilakukan dua dokter dari RSCM.

"Kalau dari IDI bagaimana? RSCM? Kesehatannya gimana?" tanya Yanto.

"Baik. Baik," ujar dua dokter.

Karena dokter menyatakan Setnov sehat, sidang pun hendak dilanjutkan. Yanto kembali bertanya dan konfirmasi identitas Setnov.

Namun, politisi Partai Golkar itu lagi-lagi bungkam. Tak ada satupun pertanyaan hakim dijawabnya.

"Nama lengkap saudara?" tanya Yanto.

"Tidak mendengar pertanyaan saya cukup jelas?" katanya lagi berselang sekitar 3 detik usai pertanyaan awal.

Tak ada jawaban yang diberikan Setnov hingga Yanto bertanya "Mendengar suara saya?"

Karena merasa pertanyaannya tak digubris, Yanto pun meminta hakim lain bertanya pada Setnov.

"Coba, kalau enggak mendengar kalau anggota saya coba," katanya.

Namun, lagi-lagi Setnov bergeming. Ia bahkan sempat batuk-batuk ketika hakim menanyakan apakah Setnov bisa mendengar pertanyaan atau tidak.

Yanto akhirnya bertanya pada penuntut umum mengenai kondisi Setnov saat istirahat dan penundaan berlangsung. Ia bertanya, apakah Setnov bisa makan atau tidak saat diperiksa dokter.

"Saat pemeriksaan itu juga berkomunikasi dengan dokter dan terdakwa sudah makan siang disaksikan penasehat hukum," kata Irene.

Setelah pertanyaannya dijawab, Yanto kembali bertanya pada Setnov. Namun, pertanyaan kembali didiamkan.

"Yang mulia, kami ini bukan dokter dan tak punya kemampuan apapun tentang kedokteran. Tadi dokter ahli berkata cukup sehat, tetapi faktanya demikian. Kami serahkan kepada majelis karena majelis yang berwenang menghentikan atau meneruskan persidangan ini," kata Maqdir.

Setelah itu, Yanto pun kembali bertanya pada Setnov.

"Terdakwa sepakat?" katanya, dibalas aksi bungkam Setnov.

"Bisa bicara?" tanyanya lagi.

"Saya kurang sehat," jawab Setnov dengan nada lirih.

"Pelan-pelan bisa dilanjutkan coba, bagaimana?" kata Yanto kembali bertanya. Namun, pertanyaan itu hanya dijawab gumaman oleh Setnov.

Setelah mendengar gumaman Setnov, hakim memutuskan untuk bermusyawarah.

"Jadi saudara penuntut umum, kita skors, majelis mau musyawarah ya," kata Yanto.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz