Menuju konten utama

Nadiem Terbitkan Permendikbud PPKS Soal Kekerasan Seksual di Kampus

Kemendikbudristek menuturkan, peraturan tersebut dibuat untuk menangani kekerasan seksual yang selama ini luput tertangani oleh pihak kampus.

Ilustrasi Kekerasan Seksual. foto/istockphoto

tirto.id -

Nadiem Makarim mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Kemendikbudristek menuturkan, peraturan tersebut dibuat untuk menangani kekerasan seksual yang selama ini luput tertangani oleh pihak kampus.

"Peraturan tersebut mengatur hal-hal yang sebelumnya tidak diatur secara spesifik sehingga menyebabkan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi selama ini tidak tertangani sebagaimana mestinya," kata Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang kepada Tirto, Kamis (4/11/2021).

Permen PPKS disusun dengan mengingat adanya 10 peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya di mata hukum, serta telah melalui proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Anang menjelaskan, selama ini dampak kerugian fisik dan mental bagi korban kekerasan seksual menjadikan penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi tidak optimal dan menurunkan kualitas pendidikan tinggi.

"Sudah sepatutnya kekerasan seksual tidak terjadi, apalagi di lingkungan pendidikan," ucapnya.

Oleh karena itu, menjadi kewenangan Kemendikbudristek untuk mengatur sanksi yang diberikan, seperti sanksi administratif terhadap pelaku kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Sementara sanksi punitif lainnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengingat Permen PPKS.

Dia mengklaim substansi Permen PPKS sejalan dengan tujuan pendidikan yang diatur dalam Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia.

"Kekerasan seksual merupakan salah satu penghalang tercapainya tujuan pendidikan tersebut," pungkasnya.

Dalam beleid Permendikbudristek itu, Nadiem meminta perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

“Satuan Tugas adalah bagian dari Perguruan Tinggi yang berfungsi sebagai pusat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi,” tulis Nadiem dalam aturan itu.

Selain itu, dalam Pasal 10 disebutkan ada kewajiban perguruan tinggi melakukan penanganan kekerasan seksual melalui mekanisme pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.

Terkait penjatuhan sanksi administratif, pelaku kekerasan seksual dapat diberikan sanksi administratif ringan, sedang, dan berat. Sanksi administratif berat dapat berupa mengeluarkan mahasiswa atau memberhentikan tenaga pendidik dari jabatannya di kampus.

“Pemimpin Perguruan Tinggi dapat menjatuhkan sanksi administratif lebih berat dari sanksi administratif yang direkomendasikan oleh Satuan Tugas,” tulis Pasal 16 ayat 1.

Baca juga artikel terkait PERMENDIKBUD PPKS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari