Menuju konten utama

MUI: Larangan Mendikbud tentang Film G30S/PKI Berlebihan

Psikolog menilai batasan rentang usia film G30S/PKI mestinya 18 tahun, bukan 13 tahun.

MUI: Larangan Mendikbud tentang Film G30S/PKI Berlebihan
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI Zainut Tauhid (tengah), Ketua Bidang Infokom MUI Masduki Baidowi (kiri), Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, Muhidin Junaidi (kanan) saat memberikan keterangan kepada wartawan terkait penghinaan Ketua Umum MUI di persidangan Ahok di Gedung MUI, Jakarta, Kamis (2/2). ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd/17.

tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melarang siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) menonton film Penumpasan Pemberontakan G30S/PKI dengan alasan film itu banyak mengandung unsur kekerasan. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid menilai larangan itu tidak proporsional. "Kebijakan tersebut saya nilai berlebihan," kata Zainut dalam pesan singkat yang diterima Tirto, Kamis (28/9).

Zainut menilai Lembaga Sensor Film (LSF) sudah menetapkan film G30S/PKI boleh ditonton anak usia 13 tahun ke atas. Artinya, meski siswa Sekolah Dasar tidak diperbolehkan menonton film itu, namun siswa SMP tetap bisa menonton. "Karena rata-rata usia anak SMP itu sudah masuk usia 13 tahun ke atas. Jadi kalau dasar pertimbangan dari larangan tersebut karena batasan usia, maka larangan tersebut tidak tepat," ujarnya.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini percaya LSF memiliki landasan saat menetapkan batasan usia penonton film G30S/PKI di angka 13 tahun. Menurutnya film yang dirilis tahun 1984 itu memang sangat penting ditonton oleh remaja untuk memberikan pemahaman sejarah. "Sekaligus untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme kepada mereka," ujarnya.

"Menjadi sangat aneh justru Pak Mendikbud malah melarang, yang seharusnya menjadi orang pertama yang menganjurkan untuk menonton," tambah Zainut.

Alih-alih berdampak positif, Zainut malah menilai larangan yang dikeluarkan Muhadjir kontraproduktif sekaligus berpotensi menimbulkan kegaduhan baru. Sebab saat ini masyarakat sudah dewasa dan bisa menentukan pilihan secara cerdas juga bertanggung jawab. "Dan saya yakin kebijakan tersebut tidak akan efektif," katanya.

Baca juga:

Dinas Pendidikan Tak Satu Suara Soal Pemutaran Film G30S/PKI

Psikolog Minta Film G30S/PKI Tidak Diputar untuk Anak-anak

Mendikbud Angkat Bicara Soal Penayangan Ulang Film G30S/PKI

Film sebagai Alat Propaganda Rezim Penguasa

Psikolog Kasandra Putranto justru mendukung sikap Muhadjir. Menurutnya tayangan dalam film karya Arifin C. Noer itu memang tidak baik untuk disaksikan oleh anak-anak khususnya siswa SD dan SMP. Ia mengatakan batasan usia penonton film mestinya adalah 18 tahun dan bukan 13 tahun seperti ditentukan LSF.

Kasandra mengatan anak dalam rentang usia 0-18 akan mengalami dampak yang berbeda-beda dari hasil rangsangan (stimulation) audiovisual. Namun, setiap kekerasan yang ditampilkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, tetap akan masuk dalam otak anak melalui rangsangan mata atau telinga. "Dan itu bisa memberi dampak yang khas, seperti terpicu agresivitas, trauma, cemas, gangguan konsep diri dan lain-lain."

Ia bahkan mempertanyakan sikap beberapa instansi yang mewajibkan diputarnya film tersebut untuk membangun kesadaran sejarah. Sebab, tegas Kasandra, kekerasan yang ditampilkan menggunakan rangsangan audio visual tidak cocok untuk bahan belajar. Sebaliknya, kata Kasandra, metode seperti itu justru kerap digunakan kelompok radikalisme untuk memicu perilaku kekerasan. "Maka dengan nobar (nonton bareng) semacam Ini. Justru perlu kita pertanyakan, tujuan nya ingin belajar sejarah atau justru Untuk membangkitkan sentimen dan emosi negatif," ungkapnya.

Dinas Pendidikan Tidak Satu Suara

Dinas Pendidikan di sejumlah daerah menanggapi beragam larangan Muhadjir agar film Penumpasan Penghianatan G30S/PKI tidak diputar di lingkungan sekolah dasar dan menengah pertama. Dinas Pendidikan Kota Bekasi misalnya malah mengeluarkan surat edaran tentang 'Gerakan Literasi Sekolah (GLS)' yang salah satu isinya mewajibkan Kepala SD dan SMP, baik negeri maupun swasta agar memutar film yang menjadi alat propaganda rezim Orde Baru itu.

“Konteksnya supaya siswa belajar sejarah dan tahu seperti apa perbuatan tidak bertanggung jawab seperti pembunuhan dalam film tersebut,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Ali Fauzi saat dihubungi Tirto, Kamis (28/2017).

Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak melarang atau mewajibkan sekolah-sekolah untuk menonton film tersebut. Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI, Bowo Irianto mengatakan, hal tersebut lantaran tidak adanya surat edaran tertulis dari Kemendikbud yang berisi anjuran terkait pemutaran film di sekolah-sekolah.

"Kami mengalir saja lah. Karena belajar sejarah kan enggak harus dari film itu,” kata Bowo saat dikonfirmasi Tirto.

Tak berbeda dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Muhammad Thamrin mengatakan, tidak ada imbauan khusus kepada sekolah-sekolah untuk memutar film Penumpasan Pemberontakan G30S PKI itu.

Secara pribadi, Thamrin justru mengatakan film tersebut tidak cocok diperlihatkan kepada para siswa khususnya SD dan SMP. Ia beralasan, adegan kekerasan dan tindakan sadis penyiksaan terhadap para perwira TNI di lubang buaya, dikhawatirkan dapat memberikan efek trauma bagi para peserta didik.

Thamrin menilai film tersebut memiliki unsur sejarah yang bisa dijadikan pelajaran. Namun, kata Thamrin “untuk pelajaran kewarganegaraan atau sejarah sebaiknya tidak usah. Bisa pakai cara lain dengan bercerita atau buku-buku yang sudah ada.”

Di luar sekolah, kata Thamrin, orang tua juga punya peran untuk memberikan pandangan terkait peristiwa sejarah yang diputar melalui film Penumpasan Penghianatan G30S PKI kepada anak-anaknya.

Baca juga artikel terkait FILM G30SPKI atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar