tirto.id - Meskipun terlihat lelah akibat tekanan dari berbagai pihak, Buni Yani yakin akan lolos dari jeratan hukum yang menderanya saat ini. Ia sendiri langsung meninggalkan ruang sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Sutiyono lewat pintu nomer dua dari utara setelah sidang usai, sekitar pukul 11.00 WIB.
"Saya akan ikut semua sidang karena mencari keadilan," kata Buni seusai sidang. Agenda esok hari, akan ada pembacaan tanggapan dari termohon sebanyak 28 lembar.
Wajah letih terlihat pada air mukanya, namun para pewarta masih mengejar informasi darinya. Sampai pada pintu utama PN Jaksel, di sela-sela wawancara, Buni bertanya asal media salah satu wartawan.
"Wartawan mana kamu?" tanyanya sambil menepuk tangan si pewarta.
"Metronom.com," sahut pria tinggi putih dengan deretan behel di giginya.
Tak percaya dengan pengakuan si pewarta, Buni meminta KTP lelaki tersebut. Tak dinyana, kartu pers terselip di balik jaket si pewarta, Buni sempat naik pitam mengambil identitas media si lelaki dan mengembalikan dengan cara melemparnya. Suasana menjadi riuh, dan tiba-tiba saja, sosoknya menghilang dari jangkauan para pewarta.
Sebelumnya, ia bercerita mengenai teror-teror yang didapat, mulai dari telepon, sms, hingga datangnya tamu tak diundang ke rumahnya. Sekitar 3 minggu lalu, sebuah mobil bolak-balik melewati rumahnya, seorang pria tegap dengan rambut cepak keluar dan sempat mengobrol dengan warga di sebuah mushola tak jauh dari kediamannya. Setelah tetangga kanan rumahnya keluar, mobil tersebut bergegas pergi dari sana.
"Saya seperti dimata-matai, saya punya anak dan butuh perlindungan. Makanya saya lapor LPSK dan para polisi langsung tanggap datang," kata Buni.
Teror serupa juga pernah didapatkannya ketika statusnya naik menjadi tersangka. Tiba-tiba, terdapat telepon yang menyatakan akan menyerbu kampus tempatnya mengajar. Itu baru yang dialaminya di dunia nyata, jangan tanya yang ada pada akun media sosial miliknya seperti twitter, instagram dan facebook.
"Ada organisasi-organisasi yang melakukan tapi saya tak mau terlalu dalam nanti takut dibilang provokasi lagi," katanya.
Untuk mempersiapkan praperadilan selama seminggu penuh, tim kuasa hukum Buni benar-benar memeras otak. Setiap harinya, persiapan praperadilan dilakukan mulai pukul 21.00 WIB hingga larut malam.
Kepada tirto.id, Irfan mengatakan nantinya akan mengundang saksi-saksi ahli sebanyak 10 orang yang terdiri dari saksi ahli bahasa, pidana, dan fakta untuk memperkuat bantahan-bantahan yang disiapkan pihaknya.
Ia juga menuturkan akan ada saksi ahli dari MUI untuk memperkuat bantahan dari pihaknya. "Namanya tunggu nanti, tapi sudah bersedia, kita mau lihat fatwa yang dibuat berdasar video Ahok atau caption yang dibuat Buni," jelasnya.
Sementara itu, untuk merinci rumusan caption yang digunakan kliennya, ia akan memanggil Edi Setiadi sebagai saksi ahli pidana.
Telah Dilakukan Gelar Perkara
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto di tempat yang sama mengonfirmasi bantahan terhadap poin-poin praperadilan yang disampaikan kuasa hukum Buni Yani. Setelah persidangan, ia membeberkan bahwasanya pihak penyidik telah melakukan prosedur yang berlaku dengan menjalankan gelar perkara.
"Waktunya di tanggal 23 itu, saat dilakukan pemeriksaan dia sebagai saksi, sebelum statusnya dinaikkan menjadi tersangka," katanya mantap.
Namun yang menjadi keganjilan, jika benar gelar perkara telah dilakukan, mengapa Buni merasa tak menjalankan? Untuk pertanyaan itu, Agus mengatakan, "Itu hak dia, rincinya besok akan kami jawab."
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara