Menuju konten utama

Kuasa Hukum Buni Yani Ngotot Minta Hakim Bebaskan Kliennya

Kuasa hukum Buni Yani meminta hakim membebaskan kliennya dengan alasan materi replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menjawab pledoi terdakwa pelanggaran UU ITE tersebut.

Kuasa Hukum Buni Yani Ngotot Minta Hakim Bebaskan Kliennya
Buni Yani (baju putih) terdakwa pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik mengikuti sidang dengan agenda mendengarkan keterangan tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (18/7/2017). ANTARA FOTO/Agus Bebeng.

tirto.id - Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, kembali meminta majelis hakim untuk membebaskan kliennya dari segala tuntutan, dalam perkara dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada hari ini.

Aldwin beralasan materi replik yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) tidak jelas maksudnya dan sama sekali tidak menjawab nota pembelaan atau pledoi kliennya.

"Terkait replik kemarin sudah kami sampaikan selama persidangan bahwa apa yang ditanggapi oleh jaksa itu sangat tidak substantif, malah tidak menanggapi pledoi sama sekali," ujar Aldwin dalam persidangan lanjutan dengan agenda duplik, di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, pada Selasa (31/10/2017) seperti dikutip Antara.

Aldwin menjelaskan, banyak poin-poin yang tidak dijawab oleh JPU terkait dengan pledoi kliennya. Dia mencontohkan, dari 165 halaman pledoi yang disampaikan pihak pengacara Buni Yani, jaksa hanya menyampaikan replik setebal 22 halaman. Ia menganggap, replik yang dibacakan hanya pengulangan dari pembacaan tuntutan.

"Apabila majelis hakim mempunyai pertimbangan lain, mohon memutuskan perkara yang seadil-adilnya. Semoga duplik ini dapat membantu majelis hakim memutus perkara secara adil," kata dia.

Usai agenda pembacaan duplik ini, tahap sidang selanjutnya untuk perkara ini akan masuk dalam jadwal putusan vonis dari majelis hakim.

Buni Yani mengaku siap menghadapi segala putusan yang disampaikan majelis hakim. "Enggak cuma putusan, apapun siap," katanya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Buni Yani, dua tahun penjara serta dikenakan denda Rp100 juta dengan subsider tiga bulan kurungan. Tuntutan tersebut dibacakan JPU dalam sidang pada Selasa (3/10/2017) lalu.

JPU menilai perbuatan Buni Yani, yakni menyebar video rekaman pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu melalui media sosial memenuhi unsur pidana ITE. Sebab, Buni dianggap dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menambah, mengurangi, menghilangkan terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.

Buni Yani sudah didakwa dengan pelanggaran pasal 32 ayat 1 jo pasal 48 ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik".

Tuntutan tersebut sudah berdasarkan pertimbangan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk memberatkan terdakwa memberikan keterangan berbelit-belit, perbuatan terdakwa dapat menimbulkan perpecahan antar umat beragama, tidak bersikap sopan saat persidangan, tidak menyesali perbuatannya, dan sebagai dosen tidak memberi contoh kepada masyarakat. Sementara yang meringankan, Buni belum pernah dihukum sebelumnya.

Baca juga artikel terkait KASUS BUNI YANI

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom