tirto.id - Degup jantung Amelia Ibrahim (18 tahun) masih tak beraturan. Ia sedang berupaya melewati satu fase pendidikan yang penting bagi hidupnya, yaitu pendaftaran Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Apalagi, ia punya pengalaman yang tak mengasyikkan. Ia tak lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Nasional (SNMPTN).
“Setelah gagal SNMPTN agak down sebenarnya, tapi berusaha menguatkan diri karena Allah, kan, ada terus ya buat kita,” kata Amelia kepada reporter Tirto, Senin (10/6/2019).
Mau tak mau, momentum SBMPTN menjadi kesempatan selanjutnya untuk Amelia berjuang mewujudkan mimpinya menjadi seorang apoteker dengan berkuliah di salah satu universitas pilihannya.
“Lagi mengusahakan UNPAD dan UPI untuk sekarang,” kata Amelia.
Amelia belum mendaftarkan diri di SBMPTN kendati jadwal pendaftaran sudah dibuka sejak Senin (10/6/2019) pukul 13.00 WIB. Ia masih harus mempersiapkan syarat-syaratnya seperti Surat Keterangan Lulus yang sah dari sekolahnya di SMA 10 Bandung.
“Masih harus mengurus ke sekolah dulu. Untungnya sekolah sudah buka. Sekolah juga lagi persiapan PPDB,” kata dia.
Namun, ada kesan pesimistis dalam benaknya. Amelia tak yakin pada nilai hasil Ujian Tes Berbasis Komputer (UTBK) dapat membawanya berkuliah di universitas dan jurusan yang ia inginkan.
Sebab, nilai UTBK memang akan menjadi modal yang bisa menentukan peserta didik berkuliah di kampus dan jurusan apa yang sesuai dengan kompetensinya.
"Hasil UTBK tidak mentakdirkan buat menjadi apoteker. Jadi sekarang mengusahakan dengan doa untuk bisa mengambil kimia murni," ujar dia.
Kimia murni menjadi opsi lain bagi Amelia. Kendati sedih, ia mengaku dirinya berpotensi tidak bisa mewujudkan pilihan utamanya.
“Aku optimis, cuma aku enggak tahu mengukur keoptimisannya bagaimana, saya lebih optimis untuk memaksimalkan doa," ujar dia.
Hal yang sama juga dirasakan Fadiyah Matni Nurdini (18 tahun), siswa MA Zakaria Cijawura. Ia pun mengalami kebimbangan menentukan pelabuhan pendidikan berikutnya selepas dari masa putih abu-abu.
Ia ingin sekali merasakan suasana belajar di Kota Yogyakarta dengan menjadi salah satu mahasiswa Fisipol di Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Iya kebingungan dan memilih universitas yang kira-kira bisa sesuai sama skor yang dari UTBK-nya," ujarnya kepada wartawan Tirto, Senin (10/6/2019).
Kebingungan Fadiyah muncul lantaran menurutnya proses SBMPTN ini tidak transparan, seperti waktu dirinya mendaftarkan diri ke SMP dan SMA.
“Soalnya, kan, masih enggak tahu orang-orang skornya sebagus apa. Enggak setransparan PPDB waktu SMP dan SMA yang ditentuin NEM-nya. Kalau sekarang, kan, enggak tahu skor maksimumnya berapa," tutur dia.
Untuk mengatasi kebingungannya itu, Fadiyah rutin berkonsultasi dengan para pembimbingnya di Bimbel. Hasilnya kadang membuat ia optimistis. Namun, kadang ia justru memikirkan opsi yang diberikan oleh orang tuanya, yang menginginkan dirinya berkuliah di Universitas Indonesia atau UNPAD.
Namun, di lubuk hati terdalamnya tetap ingin berkuliah di UGM Yogyakarta. Kendati ia belum tahu apakah nilai UTBK-nya akan mendukung impian tersebut atau tidak.
"Mungkin UNPAD bisa dapat. UGM sedikit kemungkinan, UI juga. Tapi pilihan pertama aku bakal tetap pilih UGM kayaknya deh. Soalnya enggak mau di UNPAD," ujar Fadiyah.
Hingga saat ini, Fadiyah belum juga mendaftarkan diri ke website SBMPTN. Kendati segala persyaratannya sudah terkumpul.
"Pendaftarannya juga sampai tanggal 24 Juni. Pengumumannya 9 Juli. Kalau aku sih santai,” kata Fadiyah menambahkan.
Berbeda lagi dengan Abdullah (18 tahun). Kendati sedari awal pembukaan pendaftaran dirinya sudah mencoba mendaftar melalui website pendaftaran-sbmptn-2.ltmpt.ac.id, tapi gagal. Ia masih optimistis dengan pilihan pendidikan selanjutnya. Ia mau menggeluti seni musik.
"Tapi dari tadi websitenya, enggak bisa kebuka. Belum bisa dibuka dari jam 13.00. Baru masuk login awalnya doang, abis login eror gitu," ujarnya kepada wartawan Tirto.
Abdullah mengaku menggemari seni musik. Karena itu, ia sudah menetapkan pilihannya untuk berkuliah di salah satu universitas yang memiliki jurusan musik.
"Saya maunya masuk jurusan musik di ISI," ujar Abdullah. Alasannya pun sangat sederhana karena dari dulu “memang mau masuk [jurusan] musik".
Abdullah optimistis perihal nilai UTBK yang menjadi syarat yang menentukan seseorang dapat berkuliah di universitas dan jurusan apa. “InsyaAllah. Saya bisa masuk ISI," kata dia.
Akan tetapi, kata Abdullah, jika memang nilainya tidak mencukupi syarat untuk berkuliah di jurusan seni musik, maka siswa SMA Adi Luhur Jakarta Timur itu sudah punya alternatif lainnya. Menurut Abdullah, yang penting dirinya bisa kuliah di ISI.
Sementara terkait website SBMPTN yang suka diakses, Ketua Pelaksana Eksekutif LTMPT Budi Prasetyo memberikan penjelasannya. Menurut dia, sedari diresmikan dibukanya pendaftaran, website tidak mengalami gangguan.
"Tidak ada masalah pada website," ujar Budi.
Nilai UTBK Menempatkan yang Tepat
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan pendaftaran SBMPTN telah dibuka sampai dengan 24 Juni 2019. Para peserta didik yang sudah rampung mengikuti UTBK bisa segera melakukan pendaftaran dengan hasil nilai yang mereka peroleh.
Ia juga berharap, dengan perolehan nilai UTBK yang menjadi syarat mendaftar ke PTN melalui jalur SBMPTN, dapat meminimalisir kegagalan peserta didik dalam menentukan pilihan pendidikannya.
“Supaya tingkat kegagalan anak itu lebih rendah. Jadi supaya lebih sesuai dengan minat dan bakat anak masing-masing," ujarnya di Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019).
Nasir juga mengatakan, dengan perolehan nilai UTBK, maka peserta didik bisa menyesuaikan dirinya dapat berkuliah di universitas dan jurusan yang memang sesuai dengan kemampuannya.
"Harapan saya adalah sesuai dengan apa yang diminati terhadap bidang ilmu yang telah dipilih, dengan kemampuan UTBK yang telah mereka capai. Dan bukan lagi memilih atas keinginan yang tidak sesuai kemampuannya," kata Nasir.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz