Menuju konten utama

Menyoal Manuver PDIP Gugat Pencalonan Gibran ke PTUN

Gugatan Tim PDI ke PTUN adalah upaya terakhir yang bisa ditempuh untuk menganulir hasil Pilpres 2024.

Menyoal Manuver PDIP Gugat Pencalonan Gibran ke PTUN
Ketua tim hukum PDI Perjuangan Gayus Lumbuun (ketiga kanan) menunjukkan berkas gugatan yang telah didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024). Gugatan tersebut ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait perbuatan melanggar hukum oleh kekuasaan pemerintahan (onrechmatige overheidsdaad) dalam hal ini utamanya adalah KPU pada Pemilu 2024, khususnya pemilihan presiden. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

tirto.id - Melalui Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI), PDI Perjuangan akhirnya menggugat hasil Pilpres 2024 ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pihak yang mereka gugat adalah KPU.

"Intinya, jenis gugatanya ialah perbuatan melanggar hukum oleh aparatur negara, tergugatnya KPU," ujar Ketua Tim PDI, Gayus Lumbuun, ketika ditemui awak media setelah melayangkan gugatan di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024).

Gayus mengatakan bahwa pihaknya menilai KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum karena meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. KPU juga dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan asas dan norma pemilihan umum.

Kuasa hukum PDI Perjuangan lainnya, Erna Ratnaningsih, menyoroti sikap KPU yang menerima pencalonan Gibran dengan memakai PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Bagi Tim PDI, hal itu sama dengan melanggar aturan. Pasalnya, regulasi tersebut belum diperbarui sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah UU Pemilu Pasal 169 Huruf Q.

"Sementara atas hasil dari putusan dari Mahkamah Konstitusi ini, KPU kemudian mengubah [PKPU Nomor 19 Tahun 2023] menjadi PKPU Nomor 23 Tahun 2023, pada tanggal 3 November 2023. Artinya, mekanisme atau proses pendaftaran dan penetapan capres dan cawapres itu melanggar hukum atau cacat hukum," ucap Erna.

Dalam gugatan ini, Tim PDI meminta PTUN memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya.

Tim PDI juga meminta PTUN memerintahkan tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apa pun sampai ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Lalu, PTUN diminta menyatakan pembatalan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024.

"Yang terakhir adalah memerintahkan tergugat untuk melakukan tindakan, mencabut, dan mencoret pasangan capres Prabowo dan cawapres Gibran sebagaimana tercantum dalam keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024," tutur Erna.

PDI Perjuangan gugat KPU ke PTUN

Ketua tim hukum PDI Perjuangan Gayus Lumbuun (kiri) menerima berkas gugatan yang telah didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024). Gugatan tersebut ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait perbuatan melanggar hukum oleh kekuasaan pemerintahan (onrechmatige overheidsdaad) dalam hal ini utamanya adalah KPU pada Pemilu 2024, khususnya pemilihan presiden. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

Opsi Terakhir

Gugatan Tim PDI ke PTUN adalah upaya terakhir yang bisa ditempuh untuk menganulir hasil Pilpres 2024. Sebelumnya, setidaknya ada tiga metode yang ramai dibicarakan publik, yakni gugatan PHPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), mendorong hak angket di DPR RI, dan sengketa di PTUN yang kini dilakukan Tim PDI.

Saat ini, gugatan PHPU masih disidangkan di MK. Sementara itu, opsi hak angket disebut batal.

"Yang jelas, angket nggak jadi, ya. Ini sudah ditutup. Alhamdulillah hak angket tidak jadi," kata Ketua DPP Partai Gerindra cum Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Wakil Ketua Partai Golkar sekaligus Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, menegaskan bahwa Partai Golkar tidak berbicara maupun mendorong hak angket. Dia mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan atas pelaksanaan hak angket.

"Yang jelas, sampai masa sidang ini selesai, tidak ada dan sikap Golkar tidak akan mendukung," kata Meutya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/4/2024).

Terkait upaya Tim PDI, ahli hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menjelaskan bahwa gugatan tersebut tidak akan memengaruhi hasil pemilu. Dia beralasan bahwa PTUN tidak masuk dalam persoalan pilpres maupun keputusan KPU.

"Objek yang digugat penetapan KPU [tentang] hasil pemilu, ya, itu ke MK bukan ke PTUN," kata pria yang karib disapa Castro itu kepada Tirto, Jumat (5/4/2024).

Herdiansyah mengatakan bahwa PTUN juga tidak mungkin membahas soal penetapan KPU tentang status cawapres nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka. Dia mengingatkan bahwa masalah sudah kedaluwarsa selama 90 hari. Kalaupun KPU digugat dengan alasan perbuatan melawan hukum, gugatan tersebut semestinya bukan dilayangkan ke PTUN, melainkan ke pengadilan negeri.

Menurut Herdiansyah, bila dikabulkan sekalipun, gugatan tersebut akan senasib dengan putusan PN Jakarta Pusat terkait penundaan pelaksanaan pemilu. Hal tersebut tidak memiliki dampak signifikan.

"Ini namanya usaha coba-coba. Khawatir hanya akan mempermalukan diri sendiri. Kita senang ada yang melawan pemilu curang, tapi tentu dengan cara-cara yang on the track semestinya. Harusnya belajar dari putusan Jakpus itu," kata Herdiansyah.

Sidang perselisihan Pilpres 2024 pemohon Ganjar-Mahfud

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo (tengah) berbicara dalam sidang perdana perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt.

PDIP Bangun Posisi Tawar

Sementara itu, analis politik dari Populi Center, Usep S. Ahyar, menilai gugatan Tim PDI ke PTUN adalah hal wajar. Langkah tersebut merupakan ruang hukum yang memang diberikan untuk menghadapi pemilu. Akan tetapi, dia menilai dalil yang disampaikan Tim PDI lemah dan justru menguatkan kemenangan pasangan Prabowo-Gibran.

"Memang akhirnya upaya-upaya itu lebih cocok, lebih banyak pada konteks pergerakan politik. Jadi, hukum memperkuat, tapi argumentasi-argumentasinya lemah. Itu juga tidak dapat dukungan yang kuat dari masyarakat," kata Usep, Jumat.

Usep menilai ada dua hal yang bisa dicermati dari langkah yang diupayakan Tim PDI tersebut. Pertama, langkah tersebut dapat dilihat sebagai serangan kepada Gibran. Secara politik, serangan itu mungkin mampu menggerakkan massa, terutama simpatisan PDIP. Namun secara hukum, kekuatannya lemah.

"Secara hukum, agak susah. Ya, kenapa waktu Gibran mencalonkan diri kubu 01 dan 03 juga ikut dan bertarung? Kenapa baru mempersoalkan pencalonan Gibran setelah bertarung?" kata Usep.

Soal kedua, gugatan Tim PDI tersebut merupakan kepentingan politik murni. Dalam konteks ini, Usep menilai gugatan hukum tersebut sebatas kedok. PDIP, dalam kacamata Usep, sebenarnya tengah membangun posisi tawar terhadap pemerintahan baru mendatang.

"Jadi, ini semata-mata soal politik, bukan soal hukum," kata Usep.

Usep mengingatkan bahwa Prabowo dan PDI Perjuangan pernah punya hubungan baik. Bukan tidak mungkin bahwa PDIP sebenarnya ingin dilobi dan membuka peluang agar bisa masuk kabinet Prabowo mendatang.

"Jadi, kemungkinan itu masih tetap ada, kemungkinan untuk bersatu. Makanya PDIP terus membangun posisi tawarnya dengan mempermasalahkan Gibran dan lain sebagainya," kata Usep.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fadrik Aziz Firdausi