Menuju konten utama
Buntut Kasus Mario Dandy

Menilik Harta Kekayaan Rafael dan Temuan Transaksi Janggal PPATK

PPATK telah menemukan kejanggalan transaksi dari harta kekayaan milik Rafael Alun, pejabat DJP Kemenkeu yang dicopot Sri Mulyani.

Menilik Harta Kekayaan Rafael dan Temuan Transaksi Janggal PPATK
Ilustrasi Pencopotan Pejabat Pajak. tirto.id/Tino

tirto.id - Nasib Rafael Alun Trisambodo (RAT) turut terimbas kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya, Mario Dandy Satrio. Pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) itu, harus dicopot dari tugas dan jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Kemenkeu Jakarta Selatan.

Mario Dandy terlibat kasus penganiayaan yang menyebabkan David, salah satu anak dari kader GP-Anshor mengalami luka serius. Kasus ini kemudian melebar hingga akhirnya warganet menyoroti gaya hidup mewah Mario Dandy, hingga berujung kepada nilai harta kekayaan ayahnya yang dianggap 'janggal'.

Mengutip Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dirilis pada 2021, nilai kekayaan Rafael Alun mencapai sebesar Rp56,1 miliar. Selama 11 tahun, harta kekayaan Rafael mengalami peningkatan sekitar Rp35 miliar. Saat itu pada 2011, harta kekayaan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah Rp21 miliar.

Dari total Rp51 miliar, Rafael Alun diketahui memiliki 11 bidang tanah dan bangunan. Lima diantaranya di Jakarta Selatan dan Barat. Total luas tanah adalah 2.837 meter. Namun, dalam LHKPN disebutkan tanah dan bangunan di Jakarta dua merupakan hasil sendiri dan dua hibah tanpa akta.

Selain bidang tanah dan bangunan, harta kekayaan lain Rafael Alun meliputi alat transportasi dengan total Rp425 juta. Berupa mobil Toyota Camry Sedan tahun 2008 Rp125 juta dan mobil Toyota Kijang tahun 2018 Rp300 juta. Sedangkan harta bergerak lainnya Rp420 juta, surat berharga Rp1,5 miliar, kas Rp1,3 miliar, dan harta lainnya Rp419 juta.

"Saya sudah instruksikan Inspektorat Jenderal untuk melakukan pemeriksaan harta kekayaan dan dalam hal ini kewajaran harta saudara RAT," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Jumat (24/2/2023).

Sri Mulyani mengaku sudah curiga sejak lama atas kekayaan yang dimiliki Rafael Alun. Namun, ia menyesalkan tidak ada tindakan konkret dilakukan sejumlah pihak yang dilapori harta tersebut.

"Apakah ini kesulitan atau kelemahan kita mencari bukti, apakah ada faktor lainnya? Itu yang akan kami teliti dan saya sudah minta Pak Irjen untuk melakukannya. Jadi sebetulnya kami sudah melakukan tindakan, namun mengapa tidak muncul suatu langkah korektif? Ini yang mungkin menjadi fokus kami," tegasnya.

SRI MULYANI COPOT JABATAN RAFAEL ALUN TRISAMBODO

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kanan) didampingi Sekretaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi (kiri) dan Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo (tengah) menggelar konferensi pers penanganan internal Kementerian Keuangan atas kasus Rafael Alun Trisambodo di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (24/2/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

Pemeriksaan terhadap Rafael Alun saat ini masih berlangsung dan tengah didalami oleh Inspektorat Jenderal. Surat tugas pemeriksaan pelanggaran disiplin itu termuat dalam Nomor: ST-321/IJ/IJ.1/2023 tanggal 22 Februari 2023.

"Intinya kami itu cocokkan yang dilaporkan dengan kemampuan ekonomi dia, penghasilannya, kami cek juga apakah ada warisan atau penghasilan lain," kata Inspektur Jenderal Kemenkeu, Awan Nurmawan Nuh.

Sementara terkait barang mewah lainnya yang tidak dilaporkan seperti: Jeep Rubicon dan Harley Davidson akan ditelisik lebih jauh. Sebab, barang mewah dipamerkan oleh Mario Dandy itu tidak masuk dalam daftar kekayaan dari LHKPN ayahnya ke KPK.

"Kalau itu (Rubicon) kan tidak dilaporkan. Kita tunggulah hasil pemeriksaannya, kami dalami dan koordinasi dengan para pihak. Saat ini belum bisa kami sampaikan. Nanti tunggu hasil pemeriksaan," jelasnya.

Awan menjelaskan proses penyelidikan akan terus berlanjut sesuai perkembangan. Di mana durasi penyelidikan pertama ini diperkirakan berlangsung selama lima hingga tujuh hari.

Menelusuri Kejanggalan Transaksi Harta Rafael

Dalam perkara ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menemukan kejanggalan dari harta kekayaan milik Rafael Alun. Dari hasil analisis yang dilakukan, PPATK menemukan transaksi mencurigakan dalam jumlah yang besar, kendati tidak disebutkan berapa nilainya.

"Sangat besar untuk ukuran yang bersangkutan," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat (24/2/2023).

Irvan menjelaskan temuan transaksi janggal ini sebetulnya sudah diketahui dari hasil analisis ke penyidik sejak 2012 lalu. Ini bahkan jauh dari sebelum kasus yang bersangkutan ini ramai dan terjadi.

Kejanggalan transaksi yang dimaksud adalah transaksi yang tidak sesuai dengan profil Rafael. Selain soal jumlahnya, PPATK juga melabeli transaksi itu sebagai mencurigakan karena diduga menggunakan nominee atau pihak lain. Penggunaan nominee biasa dipakai untuk menutupi pihak sebenarnya yang bertransaksi.

"Ya, signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya," ujarnya.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD bahkan meminta KPK kembali mendalami untuk mendalami temuan PPATK. Terlebih laporan kekayaan yang bersangkutan di PPATK itu sudah dikirimkan sejak 2012 lalu.

"Transaksi keuangannya yang agak aneh. Biar sekarang dibuka oleh KPK," kata Mahfud.

Rafael Alun sendiri menyatakan siap memberikan klarifikasi mengenai harta kekayaan yang dimiliki. Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pejabat publik.

"Saya siap memberikan klarifikasi terkait harta kekayaan yang saya miliki. Saya siap mengikuti seluruh kegiatan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan," imbuhnya.

Usai dicopot dari jabatannya, Rafael juga menyatakan mundur dari aparatur sipil negara (ASN) Direktorat Jenderal Pajak pada Jumat, 24 Februari 2023. Pengunduran diri ini disampaikan melalui surat terbuka yang diterima oleh Tirto.

"Saya akan mengikuti prosedur pengunduran diri di Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tulis Rafael dikutip dari surat terbukanya, Jumat (24/2/2023).

Meski mengundurkan diri, dirinya tetap akan menjalani proses klarifikasi mengenai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan mematuhi proses hukum yang berlaku atas kejadian yang dilakukan putranya.

Lewat surat terbuka ini, Rafael Alun juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh keluarga David atas perbuatan yang telah dilakukan oleh putranya. Dia juga mendoakan David agar diberikan perlindungan dan pemulihan sampai kembali sehat.

"Saya menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan oleh anak saya tidak benar dan telah merugikan banyak pihak," katanya.

Lacak Sumber Kekayaan

Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti mengatakan, sumber kekayaan Rafael memang perlu dilacak. Sebab secara logika, harta yang dimiliki Rafael saat ini tidak sepadan dengan posisi jabatan yang diembannya.

"Artinya, ada sumber pemasukan lain selain dari pemasukan jabatan yang diembannya. Apa kiranya?" kata Ray dihubungi terpisah, Jumat (24/2/2023).

Gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) DJP secara umum sama dengan PNS lainnya. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2019. Bedanya, tunjangan kinerja (tukin) PNS DJP lebih besar dibandingkan PNS di Kementerian atau Lembaga lainnya.

Rafael merupakan pejabat eselon III, dengan golongan antara IIID sampai IVB. Sesuai PP 15/2019, gaji pokok pokok eselon III untuk Golongan IIID: Rp 2.920.800 - Rp 4.797.000, Golongan IVA: Rp 3.044.300 - Rp 5.000.000, dan Golongan IVB: Rp 3.173.100 - Rp 5.211.500.

Selanjutnya, PNS juga menerima tunjangan melekat, seperti tunjangan suami/istri, tunjangan anak, tunjangan makan, tunjangan jabatan, serta tunjangan umum.

Tunjangan suami/istri, besarannya 5 persen dari gaji pokok. Tunjangan anak, besarannya 2 persen dari gaji pokok untuk setiap anak, maksimal tiga orang anak. Tunjangan makan, besarannya untuk golongan III sebesar Rp37.000 per hari dan golongan IV sebesar Rp41.000 per hari.

Sedangkan tunjangan jabatan, besarannya Rp1.260.000 untuk eselon IIIA, sebesar Rp980.000 untuk eselon IIIB, sebesar Rp540.000 untuk eselon IVA, sebesar Rp490.000 untuk eselon IVB. Dan tunjangan umum, besarannya untuk golongan III sebesar Rp185.000 dan golongan IV adalah Rp190.000.

Rafael Alun Trisambodo

Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo dalam video yang diterima di Jakarta, Kamis (23/02/2023). ANTARA/Agatha Olivia Victoria.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono melihat secara ringkas, tidak mungkin penghasilan resmi sebagai pegawai pajak dapat menghasilkan harta sebesar Rp56 miliar. Secara detail, setidaknya ada tiga sudut pandang hukum jika melihat fenomena pejabat pajak eselon III yang sedang disorot kekayaannya.

Sudut pandang tersebut dapat dilihat dari, pertama, hukum administrasi sesuai UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Kedua, hukum administrasi Pajak Penghasilan sesuai UU Nomor 7/1983 beserta perubahannya (UU PPh) dan, ketiga, hukum pidana korupsi sesuai UU No. 31/1999 dan UU No. 20/2001 (UU Tipikor).

Dia menjelaskan dari sudut UU ASN, konsep abdi negara merupakan pengabdian. Karena itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo, saat itu sempat mengatakan bahwa PNS merupakan sebuah pengabdian dan penghasilannya relatif kecil.

"Untuk itu, jika oknum tersebut hanya mengandalkan penghasilannya sebagai PNS, secara matematis, kekayaan senilai Rp56 miliar mustahil berasal dari penghasilannya sebagai PNS pajak," kata dia saat dihubungi.

Kedua, dari sisi UU PPh, konsep penghasilan berasal dari konsep tambahan (accretion concept) yang dihitung berdasarkan rumus: penghasilan = konsumsi + tambahan harta. UU PPh tidak melihat apakah penghasilan tersebut berasal dari transaksi legal atau ilegal.

Namun, hal yang terpenting adalah ketika tambahan harta tidak sebanding dengan penghasilan seseorang, ada PPh yang belum disetorkan ke kas negara. Jadi, jika penghasilan yang dilaporkan di SPT (Surat Pemberitahuan) lebih kecil dari konsumsi dan tambahan harta, secara otomatis ada potensi PPh kurang bayar.

Ketiga, dari sisi UU Tipikor, harus digali apakah penambahan kekayaan PNS pajak tersebut berasal dari sumber penghasilan yang melawan hukum atau tidak. Di dalam hal ini, aparat penegak hukum punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan melalui pendekatan asset tracing atau pendekatan lainnya.

Pengawasan Optimal Internal DJP

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, dalam perkara ini seharusnya memang ada pengawasan yang optimal dari internal Kemenkeu kepada seluruh pegawainya. Salah satunya jika ada pegawai mereka memiliki harta yang tidak sesuai dengan pendapatannya.

Menurutnya, selama ini publik pun tidak tahu, apakah dari LHKPN itu kemudian ditindaklanjuti atau tidak. Padahal, kata dia, dari LHKPN itu dapat menjadi titik awal untuk melihat kewajaran harta pejabat publik.

"Bisa atau tidak? Ini butuh pemeriksaan, kalau dari penghasilan bersangkutan (sebagai pejabat DJP) memang sulit diterima tapi harta yang dimiliki seseorang bisa saja didapatkan dari warisan atau ada sumber penghasilan yang sah lainnya," kata Fajry kepada Tirto, Jumat (24/2/2023).

"Kuncinya kita tunggu saja pemeriksaan dari internal DJP. Setahu saya KPK juga akan bicara mengenai LHKPN RAT. Kita tunggu saja," sambung dia.

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad mendorong agar pemeriksaan terhadap harta Rafael harus berjalan segera. Hal itu disebabkan dengan semakin dekatnya tenggat waktu laporan Surat Pajak Tahunan (SPT) pada 31 Maret mendatang.

"Inspektorat Jenderal kementerian keuangan harus segera memeriksa Rafael demi memulihkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap DJP," ungkapnya.

Potensi Pengulangan Pamer Harta

Terlepas dari kejanggalan harta kekayaan Rafael, Prianto Budi Saptono melihat potensi kasus pamer harta akan terus ada dengan berbagai variasi. Sementara terkait dengan pejabat PNS pajak dengan harta mewah, kondisi ini tidak terlepas dari warisan masa lalu ketika DJP belum mereformasi diri dari sisi remunerasi.

"Meskipun sudah ada perbaikan remunerasi dan tunjangan kinerja PNS pajak sudah paling tinggi di antara PNS lainnya, pemupukan harta dengan cara melawan hukum bagi oknum pegawai pajak masih berpotensi akan berulang," kata dia kepada Tirto.

Dia menduga ada hubungan mutualisme ketika Wajib Pajak sudah 'kepepet' dengan utang pajak yang begitu material. Pada akhirnya, muncul kondisi seperti ungkapan bahasa Jawa 'ono rego ono rupo' (ada harga, ada rupa) atau 'wani piro' (berani berapa).

"Untuk kondisi seperti di atas, perilaku koruptif pegawai pajak dapat hadir. Kondisi demikian ibarat ungkapan Bang Napi di salah satu televisi swasta dulu. 'Kejahatan bukan semata-mata karena ada niat dari pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan'," pungkas dia.

Baca juga artikel terkait RAFAEL ALUN TRISAMBODO atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri