tirto.id - Polisi mengusut kasus Mario Dandy, anak seorang pejabat Ditjen Pajak Jakarta Selatan yang menganiaya David. Kasus ini sempat viral di media sosial dan polisi telah menetapkan Mario sebagai tersangka. Dalam prosesnya, polisi tak peduli latar belakang si pelaku.
“Tidak usah khawatir. Kami pasti tidak melihat latar belakang, tapi melihat materi tindak pidana yang dia lakukan. Unsurnya terpenuhi (maka Mario) kami tahan, kami proses,” kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran, di Polres Jakarta Barat, Kamis, 23 Februari 2023.
Sementara perihal pelaku diduga menunggak pajak kendaraan, Fadil berkata, hal tersebut bisa diselesaikan dengan pihak terkait. “Ini tindak pidana yang tidak melibatkan kementerian. Kalau ada mekanisme di internal kementerian, silakan saja, bukan urusan kami," tutur dia.
Polisi telah menangkap dan menahan Mario sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP.
David merupakan adalah anak dari Jonathan Latumahina, seorang kader GP Ansor—salah satu organisasi sayap Nahdlatul Ulama—di Jakarta; sedangkan Mario merupakan anak Rafael Alun Trisambodo, Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Kemenkeu Jakarta Selatan II.
Sekretaris Jenderal GP Ansor, Adung Abdul Rochman menyebut, pihaknya memantau kasus yang dialami David.
“Paling prioritas adalah kesembuhan dan kesehatan David saat ini. Kami berterima kasih kepada tim dokter dan perawat yang sigap menangani korban penganiayaan. Semoga David lekas pulih dan sehat kembali,” kata dia kepada Tirto, Selasa (22/2/2023).
Awal Mula Kasus
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menyatakan, kasus bermula dari laporan kawan Mario. “Berawal info dari saudari A (teman Mario), kepada MD, bahwa ada yang memperlakukan kurang baik terhadap A,” ucap Ade Ary.
Setelah mendapatkan kabar itu, Mario mendatangi David yang sedang berada di rumah temannya di kawasan Pesanggrahan, Senin, 20 Februari, sekitar pukul 20.30. Mario dan David bertemu, pelaku mengonfirmasi informasi yang dia dapat dari A.
Lantas keadaan memanas. “Terjadi perdebatan yang berujung tindakan penganiayaan terhadap D,” ucap Ade Ary.
Kasus ini kemudian menjadi perhatian publik karena melibatkan anak pejabat Ditjen Pajak. Bahkan, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mencuit dalam akun pribadinya. Dalam unggahan itu terlihat Gus Yaqut tengah menjenguk David.
David terbaring di ranjang rumah sakit, mengenakan pakaian pasien berwarna biru, terpasang selang infus dan selang oksigen.
Komisi XI DPR akan Panggil Ditjen Pajak
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Kamrussamad berkata, pihaknya akan memanggil Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini buntut dari perkara anak pejabat Ditjen Pajak yang melakukan penganiayaan. Apalagi pelaku diduga menunggak pajak kendaraan.
Hal itu bertentangan dengan prinsip taat pajak yang seharusnya menjadi teladan bagi pejabat dan keluarganya di Direktorat Jenderal Pajak.
“Akan kami undang, kami akan jadwalkan khusus pertemuan dengan Dirjen Pajak. Berkaitan dengan kinerja dan kasus yang terjadi akhir ini. Rencananya akan dipanggil setelah 11 Maret," kata Kamrussamad di DPR, Kamis (23/2/2023).
Dia menilai permasalahan ini termasuk kategori serius karena menyeret isu lain, terutama pelanggaran pajak, hingga pelat nomor mobil yang diduga bodong. “Kami kawal nanti supaya polisi bisa proses untuk pengusutan,” kata Kamrussamad.
Ia juga meminta pejabat Kementerian Keuangan, terutama dari Ditjen Pajak, untuk mendidik keluarganya agar bisa hidup sederhana. Baginya pejabat publik harus memiliki etika dan tidak boleh sembarangan pamer harta.
Sementara itu, sosiolog sekaligus dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ida Ruwaida berpendapat, perilaku agresif atau perilaku anti-sosial memang cenderung lekat dengan masyarakat Indonesia.
Ditandai dengan tingkat perundingan atau bentuk kekerasan lainnya, bahkan kekerasan kolektif (misalnya klitih di Yogyakarta, geng motor). Berkaitan dengan kekerasan kolektif, termasuk konflik antarkelompok, tawuran antarpelajar, biasanya memang distimulasi oleh isu personal atau individual, yang kemudian membangun sentimen-sentimen kelompok.
“Pada kasus MD, tidak secara langsung berhubungan dengan statusnya sebagai anak pejabat. Secara sadar atau tidak, status dan relasi kuasa juga bisa melatari, meski saya tidak paham bagaimana relasi sebelumnya antara MD dengan korban, termasuk status/strata D," jelas Ida kepada Tirto.
Secara sosiologis, karakteristik pelaku dan juga karakteristik korban ikut melatari tindak kekerasan, meski dalam hal ini ada A yang menjadi "pemicu". Laporan A sebagai pemicu kekerasan, karena ada keterikatan emosional antara A dan Mario, sehingga sejak awal Mario sudah emosi terhadap David, lantas teman-teman Mario terlibat karena solidaritas pertemanan.
Hal ini kembali memperkuat kecenderungan bahwa isu personal menjadi stimulan kekerasan kolektif, meski David pada posisi lemah karena jadi korban tunggal. Lalu Apa yang mesti dibenahi dalam sistem kemasyarakatan, agar fenomena seperti itu tak berulang? Tak perlu ada korban jiwa.
Ida menilai hal itu menjadi PR besar, karena pada level mikro (individu), manusia berhadapan dengan isu karakter manusia, yang cenderung temperamental dan berkepribadian negatif. Hal itu termasuk terjadinya desensitisasi atas perilaku kekerasan.
Ini tidak bisa terlepas dari pengaruh media (film genre kekerasan), sosialisasi dalam keluarga, sekolah, serta lingkungan sosial. "Salah satu yang bisa dilakukan adalah pembudayaan toleransi dan relasi sosial yang harmonis adalah di sekolah, yang didukung oleh keluarga," ucap Ida.
Gaya hidup pejabat memang sudah lama jadi sorotan dan kritik. Bagaimanapun mereka adalah "tokoh publik", yang bukan hanya menjadi "model" bagi keluarga, tapi juga bawahan, dan masyarakat. Intervensi negara memang tidak mudah untuk mengontrol gaya hidup pejabat negara.
Ketika di satu sisi masih lemahnya negara atas "sumber-sumber kekayaan dan penghidupan pejabat,” namun sisi lain penghargaan masyarakat pun lebih berdasar atau didasarkan pada simbol-simbol status.
“Yang paling mungkin dilakukan adalah pembatasan atau bahkan memutus berbagai fasilitas negara kepada para pejabat dan keluarganya," tutur Ida.
“Kebetulan D anak dari tokoh Ansor, tapi saya tidak melihat relevansi. Karena mereka anak tokoh/pejabat, maka lebih viral dan mendapat perhatian publik. Kalau anak orang biasa, belum tentu dapat perhatian dan ada kepedulian publik, termasuk media massa,” kata dia.
Kotak Pandora
Kasus penganiayaan ini merembet kepada terbongkarnya Jeep Rubicon bernomor B 120 DEN yang ditumpangi Mario; setelah dicek polisi, masa pajak mobil itu habis dan menggunakan pelat nomor palsu; cum jumlah harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo, bapak Mario yang merupakan pejabat Eselon III selaku Kepala Bagian Umum Kanwil Jakarta Selatan II.
Bahkan ada video yang beredar, memperlihatkan Mario tengah beratraksi menggunakan Harley Davidson. Dua kendaraan itu berharga mahal, ini yang membuat publik bertanya soal kekayaan Rafael Alun.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar berkata, kasus penganiayaan ini membuka kotak Pandora. Apalagi diduga kekayaan Rafael Alun lebih besar ketimbang bos Ditjen Pajak.
“Itu jadi pertanyaan soal transparansi dan akuntabilitas aparatur sipil negara. Di Indonesia kasus pemutihan pajak dan yang berkaitan dengan pajak, rentan terjadi dan melibatkan pejabat pajak pula,” kata Adinda kepada Tirto, Kamis (23/2/2023).
Perihal pamer harta kekayaan –meski dilakukan oleh Mario, namun itu diduga berasal dari harta bapaknya–, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebut bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan kode etik dan kode perilaku. Diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2018 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan.
“Pertanyaannya adalah bagaimana kode etik ini diterapkan atau menjadi disiplin dan komitmen bersama pada instansi terkait? Tidak hanya Kementerian Keuangan atau Dirjen Pajak, tapi pemerintah secara keseluruhan," kata Adinda.
Maka unit yang bekerja untuk menegakkan soal etika dan disiplin, perlu memeriksa Rafael Alun, kata Adinda.
“Kalau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara memang sedemikian (besar), perlu ada pengecekan. Karena diskursus ini melebar ke mana-mana," sambung Adinda.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz