tirto.id - Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu memberi komentar terkait ancaman pembunuhan terhadap empat jenderal yang muncul pascakericuhan 21-22 Mei 2019.
Ryamizard berkata dirinya tak yakin dengan ancaman pembunuhan terhadap Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan, serta Stafsus Presiden bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere. Bagi Ryamizard, itu sebatas gertakan semata.
"Saya rasa tidak begitulah. Masak sesama anak bangsa begitu? Mungkin hanya ngomong saja itu. Misalnya, kan, kita ngomong, nanti gue gebukin lu. Kan, belum tentu gebukin. Ya, kita tahulah yang namanya politik, kan, memang begitu," ujar Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/5/2019).
Tak hanya itu, alumni Akabri 1974 ini menyangsikan sangkaan penyeludupan senjata yang dilakukan mantan Danjen Kopassus, Mayjen (purn.) Soenarko. Menurut Ryamizard, senjata berjenis M16 yang dituding sebagai senjata selundupan memang telah dimiliki Soenarko yang notabene sering ikut operasi peperangan.
"Senjata sudah ada dari dulu. Kan, dia perang terus, di Tim Tim [Timor Timur], di Aceh, mungkin [M16] senjata rampasan di situ," imbuh mantan KSAD ini.
Sehari berselang, Ryamizard mengomentari kasus makar yang menyeret Mayjen (purn.) Kivlan Zen. Bahkan, Kivlan juga jadi tersangka dalam kasus hoaks serta kepemilikan senjata ilegal.
Bagi Ryamizard, kasus makar yang disangkakan kepada Kivlan membikin dirinya sedih. Ia berharap para purnawirawan jenderal ini seharusnya tidak berbuat hal yang tak baik dan malah mencoreng citra yang mereka miliki selama ini.
"Teman-teman kita gugur baik di Aceh, Papua, terutama di Timtim. Nah, ini sisa-sisa yang belum gugur ini kenapa jadi begitu? Nah, ini saya kalau dikatakan sedih, sedih saya," kata mantan KSAD itu, Kamis (30/5/2019) sebagaimana dikutip dari Antara.
Mereduksi Peran Polri
Sikap Ryamizard ini dinilai pemerhati militer Aris Santoso sebagai tanda mantan KSAD sedang membela matranya agar dampak kerusakan nama Angkatan Darat tidak semakin parah. Aris beralasan, Ryamizard tidak ingin nama AD tercoreng sementara polisi semakin baik.
"Aku melihatnya si Ryamizard ingin 'mereduksi' atau mengecilkan upaya yang dilakukan Polri, karena ini enggak bisa dilepaskan dari persaingan antara Polri dan TNI AD," kata Aris kepada reporter Tirto, Jumat (31/5/2019).
Aris tak memungkiri para purnawirawan jenderal berkonflik secara internal di internal matra mereka dan bersaing di dunia politik. Namun begitu berhadapan dengan sipil, kata Aris, para purnawirawan akan bersatu untuk saling melindungi, tetapi bukan dalam kontes jiwa korsa.
"Kalau bahasa gampangnya itu saling melindungi di antara jagoan, di antar-warlord itu. Kalau jiwa korsa, kan, lebih ke etika. Ini, kan, sudah wilayah abu-abu karena lawannya kadang-kadang di luar tentara juga," Kata Aris.
Bisa Menghalangi Kasus
Pada sisi lain, Aris pesimistis perkara yang melibatkan purnawirawan akan terungkap. Sebab, para purnawirawan TNI akan melakukan beragam upaya untuk menjaga marwah matra Angkatan Darat.
Ia pun memprediksi kasus ini akan berhenti dengan beragam manuver seperti kisah purnawirawan "turun tangan" saat Muchdi PR terjerat kasus pembunuhan aktivis Munir.
"Kasus ini kayaknya dugaanku akan di-deponeering, akan dibekukan," kata Aris.
Sementara itu, Menko Polhukam Wiranto mengimbau untuk tak berspekulasi terkait rencana pembunuhan empat jenderal. Ia juga meminta semua pihak untuk tak menyangsikan proses hukum yang sudah dilakukan kepolisian.
"Jadi enggak usah kita berspekulasi," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (31/5/2019).
Kadiv Humas Polri Irjen M. Iqbal memastikan kepolisian akan terus menangani perkara tersebut hingga selesai. Saat ini, kepolisian akan terus mendalami keterlibatan dan memeriksa sesuai fakta yang diperoleh dalam penyidikan.
"Perkara tersebut saat ini sedang berproses. Kalau polri melakukan pemeriksaan berdasarkan fakta hukum," kata Iqbal singkat kepada reporter Tirto.
Editor: Mufti Sholih