tirto.id - Fungsionaris Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengaku kerap diganggu dan dihambat ketika berkampanye. Salah satunya ketika kampanye akbar di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Ahad (7/4/2019) lalu.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Direktorat Hukum dan Advokasi BPN, Habiburokhman. Ia mengatakan bahwa izin penyelenggaraan kampanye itu baru didapat sekitar pukul 01.00 dini hari pada hari yang sama.
"Padahal acara kami mulai jam dua malam," kata Habiburokhman saat ditemui di Seknas BPN, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2019) siang.
Habiburokhman melanjutkan, ia dan Direktur Hukum dan Advokasi BPN Sufmi Dasco Ahmad sebetulnya telah mengantongi Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari polisi. Dalam surat itu disebutkan kalau pidato bisa dimulai pukul enam.
"Tiba-tiba ada telepon dari teman-teman bahwa surat yang kami pegang akan ditarik, digantikan, bahwa Pak Prabowo baru bisa pidato jam sembilan pagi. Padahal rundown sudah disosialisasikan," tambahnya.
Lewat kasus ini, juga kasus-kasus lain, ia kemudian menyimpulkan kalau mereka memang dipersulit dan diperumit. Bahkan ia mengklaim meski sudah sering lapor ke Bawaslu RI dan polisi, situasi tersebut tak berubah.
"Sudah banyak, ya [gangguan]. Kami sudah lapor berkali-kali," katanya.
Tak Punya Data
Habiburokhman mengaku punya data lengkap soal detail gangguan, hambatan, dan waktu kejadian. Namun ia enggan memberitahunya.
"Ya nantilah detailnya," katanya.
Pernyataan berbeda disampaikan Direktorat Hukum dan Advokasi BPN yang lain, Ferdinand Hutahaean. Ia malah mengaku tak punya data yang dimaksud.
"Kami enggak punya datanya," kata Ferdinand kepada reporter Tirto saat dihubungi via pesan teks, Rabu siang.
Selain perbedaan keterangan, hal aneh lain dari klaim "banyak diganggu dan dihambat" adalah fakta bahwa mereka telah berkampanye di ribuan tempat. Sandiaga Uno, misalnya, mengaku telah berkampanye di lebih dari 1.500 titik.
Tak jelas berapa persentase antara gangguan yang dialami dibanding jumlah kampanye sehingga Habiburokhman bisa bilang itu "sudah banyak" terjadi.
Agar Dapat Simpati
Pengajar komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, menilai apa yang dilakukan oleh timses BPN Prabowo-Sandiaga dengan membangun narasi "dihambat dan diganggu" hanyalah upaya untuk membuat keadaan tegang.
Dengan memainkan narasi ini, ujungnya adalah ia ignin mendapat simpati dari publik, dan lantas dikonversi sebagai suara.
"Mereka menceritakan kesuksesan, tapi ketika dihambat juga diangkat biar dapat simpati publik dan pemilih mereka sendiri," kata Suko kepada reporter Tirto. "Mereka membangun narasi yang menggambarkan ketegangan," tambahnya.
Suko tak menutup mata bahwa narasi ini juga 'dimainkan' kubu petahana. Namun perkara intensitas, kata Suko, kubu Prabowo-Sandiaga lah jagoannya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino