tirto.id - Menteri Perhubungan Budi Karya memberlakukan aturan tentang transportasi online. Meski sudah diterapkan mulai 1 April, tapi negosiasi tetap dibuka.
Budi Karya hadir dalam peluncuran kerjasama antara dua perusahaan besar Go-Jek dan Blue Bird (30/3) di Hotel Borobudur, Jakarta. Mukanya sumringah mengetahui kerjasama perusahaan yang pernah berseteru itu akhirnya bisa terjalin. Direktur Blue Bird Andre Djokosoetono dan pendiri Go-Jek Nadiem Makarim ikut bahagia. Begitupula Menko Maritim Luhut Pandjaitan yang hadir dalam acara itu.
“Ini mimpi kami, satu titik yang mencair, saya sampaikan ke Andre, ‘Bagusnya gabung, antara Blue Bird dengan salah satu (penyedia jasa transportasi) online’. Sekarang kesampaian,” kata Budi. (Baca: Duet Blue Bird-GoCar vs Express-Uber, Siapa Unggul?)
Kerjasama itu menandai takkan ada masalah di antara keduanya. Terlebih lagi, dua hari setelah kerjasama itu, Permenhub 32 tahun 2016 yang selama ini masih ditolak Go-Jek, Grab, dan Uber diberlakukan. (Baca: Ramai-ramai Menolak Ojek dan Taksi Online)
Namun, faktanya, penerapan aturan itu tidak dibarengi tindakan tegas. Budi bahkan mengatakan, meski sudah ditetapkan berlaku pada 1 April, negosiasi “mencari format terbaik” dengan Go-Jek, Grab, dan Uber tetap dibuka.
“Kita sudah melakukan formulasi dua hal untuk memberikan kesetaraan, yaitu memberikan regulasi tarif bawah dan bagaimana menyampaikan. 1 April kita tetapkan, kita cari format terbaik, tarif regulasi, yang online gabung semua,” ujarnya. (Baca: Suara-suara Pendukung dan Penolak Aturan Baru Taksi Online)
Tiga Poin Negosiasi
Menyikapi pemberlakuan Permenhub 32/2016 itu, ketiga perusahaan teknologi itu menyatakan sikap bersama. Ada tiga poin yang dianggap masih memberatkan mereka. Pertama penetapan kuota kendaraan, kedua soal batas bawah tarif, dan ketiga soal balik nama kepemilikan kendaraan menjadi hak milik badan hukum.
Uber memberikan rasionalisasi terhadap dua penolakan pertama. Uber menilai penerapan kuota membuat waktu tunggu lebih lama dan harga lebih mahal. Kuota akan menyulitkan pemenuhan kebutuhan saat permintaan meningkat. Ini akan menimbulkan kenaikan harga dan mempepanjang waktu tunggu atau bahkan tidak tersedia kendaraan sama sekali.
“Saat ini, waktu tunggu di Indonesia rata-rata kurang dari 6 menit. Di awal Uber hadir di Jakarta, waktu tunggu rata-rata lebih dari 10 menit,” kata kepala humas Uber Indonesia Dian Safitri kepada Tirto melalui surat elektronik.
Selain itu, batas tarif atas dan bawah menurut Uber sama dengan menurunkan keandalan. Fleksibilitas harga yang ditawarkan melalui layanan Uber memungkinkan penumpang mengakses layanan yang andal dan terjangkau di kota-kota tempat aplikasi ini tersedia. Batas harga bawah bakal menghambat Uber dalam memberikan akses ini secara luas.
“Uber bersama Go-Jek dan Grab meyakini bahwa poin-poin revisi PM32/2016 akan membatasi akses masyarakat terhadap kesempatan ekonomi yang fleksibel dan terhadap transportasi pilihan yang aman, mudah, dan dapat diandalkan,” ujar Dian.
Karena itu, ketiga perusahaan itu kompak meminta waktu tenggang sembilan bulan guna menyesuaikan aturan tersebut.
Pemerintah Tidak Tegas
Soal tarif bawah, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto Iskandar mengatakan pemerintah tidak akan menetapkan harga. Penetapan itu akan dilakukan oleh pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum.
“Pemerintah hanya membuat peraturan, bukan menentukan tarif,” kata Pudji.
Menurut Pudji, meski nantinya sudah ada ketentuan tarif bawah, masih ada ruang bagi taksi online untuk bermain harga. Mereka masih bisa memberlakukan diskon kepada konsumen secara wajar.
“Misalnya tarif bawahnya Rp30 ribu, mereka masih bisa main. Misal tarif Rp45 ribu bisa diskon sampai Rp40 ribu atau lebih murah, tapi tidak melewati batas bawah,” ungkapnya.
Sementara itu pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi Izzul Worro menilai tarif promo dan diskon yang selama ini diberikan oleh penyedia jasa aplikasi perlu ditinjau ulang. Sebab sudah muncul dugaan adanya predatory pricing. Tujuannya untuk mematikan pesaing bisnis. (Baca: KPPU Mulai Selidiki Tarif Predator Taksi Online)
“Kalau masih promo, kok lama sekali, dua tahun lebih? Ini suatu promo yang enggak wajar. Dulu pernah persaingan murah, murah banget di bisnis seluler, sangat murah sekali, akhirnya ujungnya kompetisi tak sehat. Ini jangan sampai begitu,” terang Izzul.
Karena itu ia menyarankan pemerintah mengundang taksi online untuk menjelaskan komponen biaya. “Dengan tarif murah ini sudah wajar bagi mereka? Bisa jadi mereka benar-benar efisien sehingga cost untuk produksi sangat murah. Ini perlu penjelasan dari pelaku usaha,” katanya.
Namun, jika ditemukan adanya ketidakwajaran, Izzul menegaskan pemerintah harus bertindak.
“Pemerintah ini sejak awal tidak mampu menangani ini, seperti gagap. Padahal mereka bisa. Kalau memang ada pelanggaran, kasih sanksi,” tegas Izzul.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam