Menuju konten utama

Melihat Hak Imunitas Advokat dalam Kasus Fredrich Yunadi

Hak imunitas advokat hanya berlaku bagi mereka yang menjalankan profesinya dalam membela kliennya dengan iktikad baik.

Melihat Hak Imunitas Advokat dalam Kasus Fredrich Yunadi
Mantan penasihat hukum Setya Novanto Fredrich Yunadi usai pemeriksaan Setya Novanto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (21/11/2017). tirto.id/Andrian Pratama Taher.

tirto.id - Hak imunitas advokat kembali menjadi sorotan setelah Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi antirasuah menilai, Fredrich telah menghalangi dan merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Novanto.

Fredrich ditangkap pada Sabtu dini hari (13/1/2018) setelah tidak memenuhi panggilan KPK sehari sebelumnya. Usai diperiksa penyidik KPK sekitar pukul 11.00 WIB, Fredrich yang mengenakan rompi oranye itu menyatakan bahwa dirinya tidak bisa ditahan KPK karena hanya menjalankan tugas profesi sebagai advokat.

“Saya difitnah katanya melakukan pelanggaran, sedangkan Pasal 16 Undang-Undang 18 tahun 2003 tentang Advokat, sangat jelas menyatakan advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana,” kata Fredrich, Sabtu (13/1/2018).

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Komisi Pengawas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Victor W. Nadapdap mengatakan, hak imunitas advokat ini memang diatur dalam Pasal 16 UU Advokat. Aturan ini, kata Victor, diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa hak imunitas ini berlaku, baik di dalam maupun di luar persidangan.

Namun demikian, kata Victor, hak imunitas advokat ini hanya berlaku bagi mereka yang menjalankan profesinya dalam membela kliennya dengan iktikad baik. Ukuran “iktikad baik” ini, kata Victor, misalnya sesuai perundang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar hukum.

Menurut Victor, berdasarkan Kode Etik Advokat, misalnya, seorang pengacara dalam menjalankan profesinya harus bebas dan mandiri, serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak asasi manusia.

“Kuncinya iktikad baik. Jangan malsu surat juga,” kata Victor saat dihubungi Tirto, pada Minggu (14/1/2018).

Pernyataan Victor ini merujuk pada dugaan KPK tentang adanya persekongkolan antara Fredrich Yunadi dan Bimanesh Sutarjo, seorang dokter di RS Medika Permata Hijau, yang bekerja sama untuk memanipulasi data-data medis Setya Novanto saat dirawat setelah kecelakaan yang menimpa mantan Ketua DPR itu.

Dalam kasus Fredrich ini, kata Victor, memang ada tarik-menarik antara pihak KPK dan mantan pengacara Novanto itu. Di satu sisi, Fredrich mengklaim bahwa dirinya dikriminalisasi karena sebagai advokat ia memiliki hak imunitas. Sementara di lain sisi, KPK menemukan adanya bukti kuat jika Fredrich dan Bimanesh terlibat persekongkolan menghalangi penyidikan kasus e-KTP.

“Terpaksa harus dibuktikan dalam sidang di pengadilan. Kami tidak tau bukti KPK, tapi menurut Pak Agus [Ketua KPK] ada rekaman pembicaraan antara Fredrich dan Bimanesh. Itu menyangkut kejadian yang tiang listrik itu,” kata Victor.

Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, hak imunitas advokat hanya diberikan kepada pengacara yang membela kliennya dengan iktikad baik, bukan menghalang-halangi proses hukum.

Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Pasal 16 UU Advokat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang."

Pengertian luar sidang dalam putusan MK itu, menurut Fickar adalah pembelaan advokat sejak kliennya diperiksa dan ditersangkakan di luar persidangan. Fickar berkata, jika benar Fredrich terlibat dalam skenario kecelakaan dan rekayasa perawatan Novanto di rumah sakit Permata Hijau, maka ia tetap bisa dijerat hukum pidana dengan tuduhan menghalang-halangi proses hukum.

"Obstruction of justice itu bukan termasuk pembelaan terhadap klien,” kata Fickar.

KPK Bantah Tudingan Fredrich

Menanggapi tudingan Fredrich tersebut, KPK pun telah mengklarifikasi bahwa penangkapan terhadap mantan pengacara Novanto itu bukan bentuk kriminalisasi terhadap profesi advokat. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menegaskan, pihaknya meyakini masih banyak advokat yang menjalankan profesinya dengan itikad baik serta sesuai dengan etika profesinya.

“Sehubungan dengan pernyataan FY [Fredrich Yunadi] tadi yang mengesankan seolah proses hukum ini menyerang advokat, maka kami mengajak semua pihak untuk tidak menggeneralisasi profesi advokat,” kata Febri, di Jakarta, Sabtu kemarin.

KPK juga yakin advokat menyadari isi ketentuan tentang Pasal 21 UU Tipikor yang disangkakan kepada Fredrich. “Karena sebagai pihak yang paham hukum, perbuatan menghalang-halangi penanganan kasus korupsi jelas sekali ada ancaman pidananya di Pasal 21 UU Tipikor," kata Febri.

Isi dari Pasal 21 ini adalah: "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta."

INFOGRAFIK SETYA NOVANTO SAKIT

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz