tirto.id - Masyarakat Adat Kajang bersama Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Bulukumba mendesak tim kecil yang dibentuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera turun tangan guna memastikan kejelasan tanah ulayat masyarakat di kawasan hak guna usaha (HGU) PT London Sumatera.
Sebagai bentuk tuntutan, mereka bahkan sudah mendirikan tenda di kawasan Bukit Madu Desa Tamatto Kecamatan Ujungloe, Bulukumba sejak 1 September 2018 atau selama 47 hari.
"Kami akan tetap bertahan di sini sampai tim kecil yang dibentuk oleh Kemendagri turun meninjau lokasi yang kemudian akan melakukan pengukuran kembali konsesi HGU PT. Lonsum dan lahan milik Masyarakat Adat Kajang, Adat Bulukumpa Toa serta lahan milik warga di sekitar perkebunan,” kata salah satu pimpinan AGRA Bulukumba, Amiruddin melalui keterangan tertulis, Sabtu (10/11/2018).
Menurut Amirudin, tim kecil yang dibentuk Kemendagri itu bertugas untuk memastikan batas HGU dan batas adat di kawasan HGU PT Lonsum sesuai dengan salah satu poin yang telah disepakati, yakni HGU perusahaan itu tidak akan diperpanjang sebelum tanah ulayat masyarakat adat Kajang dikeluarkan dalam HGU tersebut.
Menurut dia, di beberapa titik lokasi dalam HGU PT Lonsum merupakan kawasan High Conservation Value (HVC) atau kawasan bernilai konservasi tinggi. Kawasan itu tidak boleh diolah oleh perusahaan karena merupakan area tangkapan air. Dan air itu juga dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sementara faktanya, kata dia, area tersebut telah mengalami kerusakan akibat aktivitas perusahaan. Hal itu diketahui berdasarkan hasil studi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bulukumba.
Untuk itu, masyarakat mendirikan tenda untuk menghalangi aktivitas perusahaan di area HVC tersebut. "Kami juga berterima kasih atas kunjungan bapak Kapolres Bulukumba yang telah mengunjungi kami di tenda, dan kami telah berkomitmen untuk tidak merusak dan tidak terprovokasi sesuai dengan arahan beliau", lanjut Amiruddin.
Menurut Amiruddin, kawasan Buki'a merupakan situs ritual budaya masyarakat adat Kajang. Selain sebagai situs budaya, Buki' a juga merupakan area tangkapan air yang dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun, kondisi Buki'a saat ini sudah sangat memprihatikan akibat aktifitas pengolahan PT. Lonsum. “Banyak sumur-sumur serta titik-titik tangkapan air menjadi rusak dan tertimbun. Kini Buki'a terancam kehilangan fungsi ekologisnya sebagai kawasan konservasi air,” ungkap dia.
Sementara itu, Topo, perwakilan masyarakat adat Kajang mengatakan bahwa keadilan tetap harus diperjuangkan. Juru bicara Ammatoa Kajang ini menjelaskan bahwa perjuangan ini juga didukung oleh Ammatoa sebagai pemimpin masyarakat adat Kajang.
"Amma (Ammatoa) berpesan bahwa keadilan itu tidak datang begitu saja, tapi harus diperjuangkan" ungkap Topo.
Editor: Alexander Haryanto