Menuju konten utama

Masa Depan MMA di Indonesia

Mulai dari rutinnya turnamen, hingga bayaran yang cukup layak. MMA di Indonesia sedang menuju puncak popularitasnya.

Masa Depan MMA di Indonesia
Atlet Tarung Bebas MMA (Mixed Martial Arts) melakukan latihan pukulan dan tendangan yang dipandu pelatih di SIAM Training Camp, Jakarta Selatan, Kamis (19/4/2018). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Pada Juli 2017, Straits Times memberitakan promotor bela diri campuran asal Singapura, One Championship, mendapat suntikan dana sebesar 100 juta dolar. Dana segar itu berasal dari dua investor baru: Sequoia Capital India dan Mission Holdings. Setahun sebelumnya, One Championship juga mendapat suntikan dana -- tidak diberitakan jumlah pastinya -- dari Heliconia Capital Managemen, anak perusahaan Temasek Holdings.

One Championship menyebut investasi dari Sequoia dan Mission Holdings adalah momen terbesar dalam sejarah perusahaan. Dana besar itu akan makin memuluskan One Championship untuk menguasai Asia, dan dunia.

"Kaki kami menapak lebih kuat sekarang, dan aku memprediksi valuasi kami akan melebihi 1 miliar dolar dalam 12 bulan ke depan," ujar chairman One Championship, Chatri Sityodtong.

Hal ini sejalan dengan ucapan CEO One Championship, Victor Cui, pada 2013 silam. Di antara 12 ribu penonton yang memenuhi Singapore Indoor Stadium, Cui meramalkan bahwa olahraga bela diri campuran akan jadi raja olahraga di masa depan.

"Ini pernyataan yang berani. Aku percaya bahwa dalam 10 tahun ke depan, MMA akan jadi olahraga paling populer di Asia, mengalahkan sepak bola, mengalahkan semua cabang olahraga," ujarnya.

Namun di Indonesia, langkah itu dimulai pelan-pelan.

Nusantara sebenarnya punya tradisi pertarungan bebas, salah satunya Pencak Dor yang populer di Jawa Timur. Di sana, petarung akan bertanding di atas ring yang penuh oleh panitia dan pendamping pertandingan.

Tapi, jika merujuk olahraga MMA dalam skala industri dan ditayangkan oleh televisi nasional, dua pelopornya adalah TPI Fighting Championship dan RCTI Duel. Dua acara ini tayang pada 2002. TPI juga menayangkan ajang UFC dan Pride di tahun yang sama. Namun pada 2005, semua acara bela diri campuran ini dihentikan. Perkembangan MMA di Indonesia sempat terhenti dalam waktu lama.

"Sebenarnya MMA di kalangan komunitas itu tak pernah mati. Tapi MMA kemudian jadi ramai lagi di masyarakat luas Indonesia, menurut saya, sejak adanya One Pride," ujar Muhammad Rizki.

Pada Februari 2013, Oki --panggilan Rizki-- mendirikan Kemang Fight Gym (KFG) bersama Dimaz Soesatyo. Dua orang sahabat ini sudah menyukai bela diri sejak masih duduk di bangku sekolah. Mereka rutin ikut kompetisi karate maupun taekwondo. Pada akhirnya, ketika mereka punya kesempatan berbisnis, yang dibuka tak jauh-jauh dari hobi.

Awalnya, KFG fokus ke muay thai. Namun kemudian juga membuka kelas tinju, kapap (bela diri asal Israel), dan belakangan mereka sedang memperkenalkan kudo, aliran bela diri campuran asal Jepang. Menurut Oki, popularitas MMA mulai menanjak lagi karena adanya kompetisi yang ditayangkan televisi.

"Jadi sekarang ya lucu kalau ada orang yang ngotot menayangkan di Youtube Streaming, atau Facebook Live, dan bilang gak butuh teve. Padahal media paling populer bagi masyarakat Indonesia tetap televisi," katanya.

Acara MMA di televisi memang cukup digemari. Pada 2017, One Pride mendapat penghargaan Panasonic Gobel sebagai program pertandingan olahraga terfavorit. Ia mengalahkan acara olahraga yang sudah terlebih dulu mapan, semisal Go Jek Traveloka dan Piala Presiden (sepakbola), dan BCA Indonesia Open dari bulu tangkis.

"Rating One Pride cukup tinggi untuk acara olahraga," kata Ardi Bakrie, Presiden Komisaris PT VIVA Media Baru dan pendiri Komite Olahraga Beladiri Indonesia.

Karena rating tinggi, wajar jika pemasukan dari iklan cukup besar. Berdasarkan data Adstensity yang diakses pada 25 April 2018, pemasukan iklan di tayangan One Pride cukup besar. Pada 1 April 2018, ajang One Pride Pro Never Quit mendapatkan Rp1,5 miliar. Pada 2 April, pendapatan iklannya Rp1,8 miliar, dan di 3 April meraup Rp1,4 miliar.

Sedangkan ajang One Championship yang pada 1 dan 2 September 2017 masih ditayangkan RCTI, berhasil meraih pendapatan iklan total Rp2,3 miliar dalam dua hari.

Pemasukan Belum Sepadan dengan Pengeluaran

Jika televisi berhasil meraih banyak uang dari kue iklan, banyak sasana masih harus memutar otak untuk mencari uang agar aktivitas tetap berlangsung. Apalagi sasana yang harus menghidupi banyak petarung dan pelatih.

"Saat ini di Siam ada 13 atlet dan pelatih yang dikontrak dan mendapat gaji bulanan," kata Sigit Sumarsono, pendiri Siam Training Camp.

Setiap atlet yang membawa nama Siam, dikontrak selama dua tahun. Selama masa kontrak itu, atlet akan mendapat gaji bulanan dan asrama. Selain itu, Siam juga melindungi para atlet dengan asuransi dari BPJS Ketenagakerjaan. Sebenarnya dalam kontrak, setiap petarung yang mendapat honor akan dipotong sebesar 20 persen. Rencana awalnya, potongan honor itu akan diputar lagi untuk biaya operasional sasana.

"Namun seringkali kami enggak tega," ujar Sigit sambil terkekeh.

Sama seperti Siam, biaya terbesar sasana KFG ada pada SDM. Saat ini KFG membawahi empat orang pelatih, empat orang petarung, plus dua bibit petarung yang mereka bawa dari Ambon. Baik Siam maupun KFG menyebut angka pengeluaran bulanan mereka ada di kisaran Rp30 juta.

Dari mana mereka menutup pengeluaran itu?

Oki menyebut KFG mengandalkan biaya bulanan. Biaya latihan di KFG beragam. Untuk yang sekali datang, biayanya berkisar Rp70 ribu untuk muay thai, hingga Rp120 ribu untuk kick boxing. Sedangkan untuk yang berlatih bulanan, biayanya dari Rp400 ribu untuk kick boxing hingga Rp500 ribu untuk tinju. Rata-rata, ada 30 orang yang berlatih d KFG per hari.

Sedangkan Siam berada di jalur yang sedikit berbeda. Kebanyakan yang berlatih di sana adalah atlet profesional yang memang membawa bendera Siam ketika bertanding. Itu artinya, Siam tak bisa mengandalkan biaya bulanan. Saat ini Siam mematok harga sekali latihan Rp80 ribu dan bulanan Rp650 ribu.

Siam lebih memilih mencari sponsor dan mengadakan acara. Pada 28 April 2018, misalkan, mereka akan membuat acara Rookie Fight yang disponsori sebuah produk minuman isotonik.

"Jadi kalau cuma mengandalkan biaya pendaftaran dan bulanan, ya, enggak akan cukup," kata Sigit.

Memilih Hidup Jadi Atlet

Andicka Mamesah punya jalan hidup yang unik. Dengan latar belakang lulusan S2 Institut Teknologi Bandung di Jakarta, dan sempat berkarier di berbagai korporasi, ia memilih mundur dari dunia korporat. Alasannya sederhana.

"Pas kerja itu enggak betah. Mikirin latihan dan ingin tanding mulu," ujarnya.

Sebenarnya Andicka sudah mulai aktif di komunitas MMA sejak 2011. Ia beberapa kali bertarung di berbagai sasana. Namun di 2013 ia sempat berhenti bertarung untuk kerja. Lalu aktif lagi 2014, untuk kemudian kembali studi dan bekerja. Pada 2017 ia memutuskan fokus jadi atlet MMA profesional.

"Keluarga saya, pacar saya, semua enggak ada yang setuju dengan pilihan saya," kata pria berkacamata ini. Tapi ia jalan terus.

Pada 10 Maret 2018, ia naik oktagon One Pride untuk kali pertama. Ia berhasil menang melalui kuncian, walau diumumkan menang dengan TKO. Untuk kemenangan perdana itu, ia mendapat honor lumayan.

M, panggilan akrab Andicka, membawa Rp7 juta malam itu. Rinciannya: honor dasar Rp2,5 juta. Karena menang, ia membawa dua kali lipatnya. Lalu karena musuhnya kelebihan berat badan, honornya dipotong 20 persen dan diserahkan ke M. Karena menang lewat kuncian, ia mendapat bonus Rp500 ribu.

Infografik HL Indepth MMA

Honor para petarung One Pride dimulai dari angka Rp2,5 juta. Jika menang, akan dapat dobel. Jika kalah, petarung hanya akan menerima honor dasar. Angka honor dasar itu akan naik Rp1 juta tiap pertandingan baru yang dilakoni. Lalu ada bonus Rp500 ribu bagi yang menang via kuncian, dan Rp1 juta bagi yang menang KO maupun TKO.

Di tingkat One Championship, honor yang diterima petarung lebih besar. Priscilla Hertati Lumban Gaol, misalkan, mendapatkan 2.500 dolar untuk setiap pertandingan, belum ditambah bonus. Bahkan petarung dengan nama besar seperti Ben Askren pernah bilang kalau ia dibayar 50 ribu dolar per pertandingan, plus 50 ribu dolar lagi jika ia menang.

"Tapi, jujur saja, enggak bisa hidup kalau mengandalkan honor bertarung di Indonesia. Meski honornya bagus, tapi non sense kalau menjadikan itu sebagai pegangan hidup," kata M.

Baginya, pertarungan adalah upaya membentuk citra personal. Ia ingin seperti, katakanlan, Conor McGregor, yang berhasil memadupadankan skill bertarung dan kemampuan menghibur, baik dari cara bertarung maupun caranya bersikap di luar ring.

Namun petarung tetap bisa mengakali pendapatan dengan menambah sumber pundi lain. Di luar ring, banyak petarung yang menawarkan jasa melatih privat muay thai atau bela diri lain. Honor mereka bervariasi, dari Rp2 juta hingga bisa Rp5 juta per bulan. Peluang ini sangat terbuka, mengingat semakin banyak orang yang ingin belajar bela diri untuk menjaga kebugaran.

"Jadi, sebenarnya cukup atau tidak cukup, tergantung orangnya, sih," kata Sony Rizaldi, atlet dari Siam.

Sebagai orang yang memilih keluar dari pekerjaan lama dan sadar bahwa pekerjaan baru sebagai atlet tak bisa menjamin kehidupannya, M memberi tenggat pada dirinya sendiri. Pria berusia 29 tahun ini akan pensiun di usia 31. Ia punya waktu dua tahun untuk mencapai targetnya: merebut dua gelar juara di One Pride.

Saat ini memang industri olahraga bela diri campuran di Indonesia masih bersiap untuk lari. Jika Victor Cui memprediksi 2023 MMA akan mencapai puncak kejayaan di Asia, Sigit memprediksi hal itu akan tiba di Indonesia pada 2020. Sedangkan Oki memprediksi masa itu datang pada 2019. Itu bisa ditengok dari makin banyaknya sasana MMA yang muncul di daerah, makin banyaknya petarung, dan penanganan atlet yang lebih baik --termasuk honor layak dan penjaminan asuransi. Namun itu bukan berarti jalan akan lempeng dan tanpa aral.

"Kalau sekarang, masih sedang menuju ke sana (puncak popularitas MMA). Saat ini, kan, yang rutin di Indonesia baru One Pride. Belum bisa dijadikan patokan. Kalau sudah ada dua atau tiga acara MMA rutin, itu baru bagus," kata Oki.

Baca juga artikel terkait TINJU atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Olahraga
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Zen RS