tirto.id - Tak banyak yang tahu kalau Anindra Ardiansyah Bakrie atau Ardi Bakrie menyukai olahraga bela diri campuran. Lebih sedikit lagi yang tahu kalau anak bungsu Aburizal Bakrie ini, bersama beberapa orang koleganya, mendirikan Komite Olahraga Beladiri Indonesia (KOBI). Ini adalah organisasi olahraga beladiri Mixed Martial Arts (MMA) di Indonesia.
Karena jaringan luasnya, termasuk sebagai Presiden Komisaris PT VIVA Media Baru, Ardi menyelenggarakan One Pride, yang saat ini menjadi satu-satunya tayangan olahraga bela diri campuran Indonesia yang ditayangkan rutin di televisi. Jalan dua tahun, acara ini mendapat sambutan apik. Termasuk berhasil menyabet gelar acara olahraga terfavorit di ajang Panasonic Gobel Awards 2017.
Ditemui di ruang kerjanya di gedung TV One, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur, Ardi banyak berkisah tentang kegemarannya --dan banyak orang-- terhadap olahraga bela diri campuran, visinya sebagai Ketua Umum KOBI, juga keinginannya memasukkan MMA ke ajang PON. Berikut wawancara Ardi Bakrie dengan reporter Tirto, Nuran Wibisono.
Jadi sebenarnya apa yang mendasari KOBI berdiri?
Kami memang suka olahraga MMA ini. Nah, kami mencari cara bagaimana kalau kami mau melakukan suatu terobosan tetapi tidak dihambat. Jadi kan perlu ada suatu sanctioning body, badan yang mengatur ini. Kalau badannya itu kita yakin sudah bersih dan baik kerjanya, saya nggak papa memulai ajang seperti One Pride di bawah badan itu saya tidak masalah.
Tetapi saya tidak mau jika kami mau melakukan terobosan-terobosan membuat berbagai kegiatan, contohnya One Pride itu, tapi lembaga itu justru tidak support. Jadinya sebelum KOBI itu, kalo nggak salah ada 4 badan, dan mereka tidak aktif.
Malah sebagian, saya tidak mau menyebut nama lembaganya, ada yang hanya menanti uang dari penyelenggara, uang untuk mengurus izin ke Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Itu tandanya tidak aktif. Nah, kami tidak ingin terhambat oleh hal-hal seperti itu. Oleh sebab itu kami buat sesuatu yang baru, yang tujuannya untuk mengembangkan olahraga MMA.
Banyak orang belum kenal KOBI. Bisa dijelaskan visi dan misi kalian?
Salah satunya adalah menciptakan panggung olahraga MMA di Indonesia. Dan yang kedua adalah kami ingin menunjukkan MMA di Indonesia ini bisa menjadi macan Asia. Yang ketiga adalah melakukan pembinaan-pembinaan atlet muda. Sehingga tidak hanya “cari uang” dari acara. Jadi inginnya jadi organisasi yang bener.
Alhamdulillah kami mendapat dukungan dari awal, dari BOPI juga. Sekarang banyak yang banyak promotor yang ingin berada di bawahnya KOBI. Jadi orang-orang yang bikin turnamen, promotor, mau di bawa ke KOBI, saya bilang boleh. Tapi peraturannya ketat. Misalkan untuk bikin acara di bawah KOBI, event-nya harus ada cage.
Oktagon?
Tidak harus oktagon. Tapi harus ada cage. Kenapa saya bilang gitu, soalnya cage itu salah satu yang membedakan MMA dengan olahraga lain. Itu juga salah satu yang membuat MMA jadi lebih sangar.
Terus, misalkan mau ada audisi, paling tidak diadakan di Gedung Olahraga. Kami memang ada kriteria-kriteria yang harus diikutin oleh penyelenggara pertandingan. Nah, misalkan kamu tidak bisa mengikuti kriteria itu, ya tidak apa-apa juga. Silakan saja. Jadi banyak juga yang merasa kalau KOBI ini terlalu banyak aturan dan sedikit sombong. Tapi itu bermaksud agar olahraga MMA ini tumbuh dan berkembang.
Jadi sebenarnya KOBI ini mulai resmi aktif kapan? Karena di situsnya tak ada keterangannya.
Kurang lebih 2 tahun. Kalau tidak salah, KOBI itu jalannya sekitar tahun 2015. Itu mulainya. Sekarang menginjak tahun ketiga.
Sebenarnya, jika dijelaskan lebih rinci, apa peran KOBI terhadapa perkembangan MMA di Indonesia.
Sebelum ada KOBI itu tidak ada kompetisi rutin, Tidak ada kompetisi yang tidak bolong-bolong. Juga tidak ada lembaga yang memberikan pembinaan, bukan hanya kepada atlet, tetapi juga kepada wasit. Nah, kami memberikan pembinaan kepada wasit, juri, atlet, dan sekarang juga banyak yang meminta kobi untuk memberikan pembinaan MMA kepada lembaga pemerintah. Contohnya kayak kepolisian dan tentara.
Jadi nanti militer juga boleh ikut kompetisi di One Pride?
Tentu boleh saja ikut kompetisi. Selama mereka punya skill dan kemampuan yang cukup, kenapa enggak?
Lalu bentuk pembinaan terhadap juri itu seperti apa?
Seminar, misalkan. Jadi kalau sekarang yang dipakai di One Pride itu semua sudah melalui seminar, dan setiap tahunnya selalu ada seminar untuk menambah wawasan bagi wasit dan juri.
Ada sertifikasinya?
Betul, ada sertifikasinya dari KOBI. Nah sekarang KOBI sudah ada di bawah International Martial Arts Federation (IMAF). Niat saya adalah bagaimana memvalidasi sertifikasi ini sehingga bisa mendapatkan sertifikasi dari IMAF itu. Ya ketika ini sudah tersertifikasi, kita tidak hanya bisa mengirim atlet-atlet kita saja. Tapi kita bisa mengirim wasit kita untuk memimpin pertandingan di sana.
Dengan adanya beberapa badan independen yang bergerak di bidang MMA, apakah ini tidak membuat petarungnya bingung harus menjujug ke mana?
Nah itu. Kalau untuk saya pribadi, jika petarung harus memilih lembaga, itu terlalu politis. Tapi jika ada atlet ingin bertarung di One Pride yang ada di bawah manajemen KOBI, walau mereka sudah pernah bertarung di ajang promotor lain, ya buat saya tidak papa juga.
Terus untuk kerja sama dengan pemerintah. KOBI ini kan sebenarnya badan independen, tidak terikat dengan pemerintah…
Kami sebenarnya ya pengen (berafiliasi dengan negara). Kalau sekarang pembiayaan pakai personal, dana pribadi dulu. Nah kalau misal olahraga ini bisa dimasukkan dalam PON, kan pembinaannya itu bisa kita lakukan lebih baik. Apalagi dengan dana-dana yang kita dapatkan dari pemerintah.
Apa KOBI sudah memulai langkah untuk terafiliasi dengan pemerintah?
Sedang dimulai. Salah satu caranya ya itu, saya jadikan KOBI sebagai anggota IMAF. Dan IMAF sendiri tujuannya adalah menjadikan MMA salah satu olahraga di Olimpiade. Kalau misal Sudah masuk di Olimpiade, maka ke sininya akan jadi lebih gampang, walaupun nggak selalu harus gitu. Seperti muay thai, misalnya. Di Olimpiade memang nggak ada, tapi sudah masuk di Indonesia (jadi cabang ekshibisi di PON). Nah, saya mungkin juga akan mencari rute seperti itu. Jadi semisal bikin kantor di daerah-daerah. Kalau sekarang kan masih mikir gimana caranya. Soalnya pasti ribet. Tapi kami terus masih mencoba.
Sudah pernah ada obrolan soal itu belum?
Dari BOPI sudah pernah memanggil beberapa lembaga yang mengurus MMA. Tapi visinya masih beda-beda. Jadi belum bisa disatukan. Itu pula kan yang jadi alasan KOBI berdiri.
Berarti target ke depan adalah memasukkan MMA ke PON?
Pengen sih, saya pengen banget. Kalau begitu, satu, pengembangannya akan lebih baik. Kedua, untuk atlet-atletnya sendiri bisa kita bina dengan jelas dari sisi amatir. Sekarang KOBI badan profesional di bawah BOPI. Kalau IMAF itu amatir. Bagaimana KOBI bisa di bawah IMAF karena ada unsur pembinaan. Nah ketika pembinaan itu kan ada atlet amatir juga.
Nah gimana cara binanya? Nah kan akhirnya mikir gimana caranya dapetin duit buat bisa bina atlit amatir, jadinya walau kita sudah jadi anggota IMAF, kita tetep mikir pembinaannya gimana untuk atlet amatir.
Kalau untuk atlet profesional mereka kan dapet uang dari situ. Nah kalau kita pengen olahraga jadi bagus, atlet bagus, pembinaan bagus, pemerintahan bagus, itu harus dilakukan pembinaan sejak dini. Pembinaan awal. Nah awal sekarang gimana, ya harus dicari dulu uangnya (tertawa).
Jadi apa yang membuat anda dan kolega yakin bahwa MMA di Indonesia punya prospek cerah.
Itu feeling sih. Dari suka, lalu niat bikin. Lagian, siapa sih yang tidak suka orang diadu (tertawa). Tapi kami inginnya pertarungan itu punya peraturan yang ajeg, yang fair. Wasitnya juga fair. Badan penyelenggaranya juga legitimate.
Terus dari segi bisnis, bagaimana anda melihat prospek tarung bebas di Indonesia dari segi bisnis?
Saya yakin prospeknya cerah. Melihat besarnya ketertarikan masyarakat terhadap MMA ini, suatu saat prospek bisnis ini pasti akan bagus juga. Kalau sekarang dibilang sudah bagus apa belum, ya belum seperti apa yang ada di otak saya. Belum seperti yang di Amerika, UFC, kemarin dibeli empat miliar dolar.
Kapan hari saya baca, One Championship di Singapura, mereka mau mengeluarkan saham baru dengan valuasi satu miliar dolar. Sekarang kita masih jauh dari sana, tapi arah ke sana ada. Saya pernah bicara sama presiden One Championship. Dia bilang, paling susah itu masuk ke Indonesia.
Karena?
Kalau menurut saya sih, karena terlalu banyak daerah. Mereka susah masuk ke Indonesia. Makanya di Indonesia, One Championship enggak begitu gede. Walaupun sih bayarannya gede (tertawa). Mereka juga ngajakin kerja sama One Pride. Tapi saya enggak mau kalau kerja samanya hanya berupa kami kirim pemenang untuk tarung di sana. Kasarnya, kami cuma jadi feeder doang. Kami dapat apa dong?
Dalam bayangan anda, kalau misalkan kerjasama dengan One Championship jadi, akan seperti apa?
Saya lebih pengen kalau kerjasama itu ke UFC. Sekarang kami sudah kerja sama three party dengan UFC. Antara UFC yang dimiliki William Morris Endeavor (WME-IMG), TV One, dan One Pride. Kami bilang bahwa, dengan TV One membeli hak siar UFC di Indonesia, kami berhak mengirimkan juara-juara One Pride untuk latihan di head quarter UFC di Las Vegas. Itu tertulis di kontrak. Biayanya biar kami yang carikan. Nanti mereka akan dilatih oleh atlet-atlet UFC dan coach-coach tingkat dunia.
Jadi itu akan membuka ruang bagi juara-juara One Pride ini. Kalau mereka pas latihan bagus, enggak harus tanding di main bout tapi sudah bisa masuk ke partai UFC, itu sudah bagus. Orang akan lebih banyak yang menengok.
Kalau dengan One Championship, selama ini baru ada omongan kalau juara-juara Indonesia dikasih tanding saja. Nah kami sibuk buat juara, sibuk buat atlet yang bagus. Kalau masuk ke sana nanti kita kan gak tahu apakah atlet kita ditandingkan dengan yang sepadan atau tidak (kelasnya di atas). Atau mereka cuma mau membuat kita jelek aja. Kalau misalkan petarung One Pride nanti ditandingkan dengan yang tidak sepadan, nama One Pride yang jadi jelek. Kami kan juga ingin menjaga nama baik Indonesia.
Omong-omong, bagaimana awal mula One Pride. Karena ada kebingungan antara One Pride dan One Championship, dianggap ajang yang sama karena sama-sama pakai One.
Jadi malah kami ingin buat One Pride dulu, baru membentuk KOBI itu. Karena awalnya senang, saya banyak bicara dengan beberapa praktisi. Seperti Max Mettino. Ada obrolan, kalau di luar bisa bikin ajang tarung bela diri campuran, harusnya di Indonesia juga bisa bikin dong.
Satu cara agar olahraga ini cepat dikenal masyarakat adalah bantuan dari TV. Jadi ada eksposur. Nah kebetulan kami ada TV One, dan saya kerja di sini juga. TV One adalah salah satu TV news and sport yang akhirnya rela untuk mensupport olahraga ini. Jadinya ya alangkah bagusnya. Alhamdulillah bisa secepat sekarang.
Sekarang One Pride tayang setiap minggu ya.
Iya, tiap minggu ada. Tapi live sebulan sekali. Nah coba datang tanggal 5 Mei 2018 di Britama, Kelapa Gading. Nanti coba bandingin dengan One Championship. Kalau keramaian mereka bisa 1/10 dari One Pride saja, saya kasih acungan jempol. Kenapa? Karena ada unsur kedaerahan dari fighter-fighter ini, jadi lebih ramai. Tanggal 5 Mei nanti akan jadi record breaker. Salah satunya karena faktor Suwardi (pesilat Setia Hati Terate). Dia selalu bilang bahwa basic disipline-nya adalah pencak silat, terlepas dari pencak silatnya bisa terpakai di oktagon atau tidak. Mungkin kembangannya yang terpakai.
Itu cerdas. Karena dalam satu titik di hidup kita, pasti kita pernah belajar silat. Jadi suporter Suwardi paling banyak. Walaupun pada akhirnya ya namanya martial arts, tetap harus belajar banyak ilmu bela diri. Lebih well rounded. Tapi kan tetap saja, silat jadi akarnya.
Dari kacamata seorang pebisnis seperti Ardi Bakrie, bagaimana skala bisnis di MMA Indonesia, paling tidak di One Pride, deh.
Kalau sekarang dilihat sudah lumayan lah. Sudah nggak rugi.
Jadi di awal sempat merugi?
Yaaa, rugi. Dikit. Sekarang sudah lumayan untung. Ini karena keseriusan menggarap, dan menampilkannya di TV. Dan memang appetite masyakarat terhadap olahraga ini juga emang bagus. Ya buktinya kami dapat Panasonic Gobel Award 2017 untuk acara olahraga terfavorit. Padahal saat itu baru jalan dua tahun.
Sebenarnya berapa sih budget untuk mengadakan satu kali ajang One Pride?
Ah nggak etis kalau disebutkan (tertawa)
Kisarannya saja deh.
Gimana ya, hmm. Kalau dibandingin dengan kejuaraan lain (UFC dan One Championship), kita belum bisa seperti itu. Tapi kalau di Indonesia sekarang alhamdulillah One Pride jadi ajang MMA terbesar.
Selain One Pride, enggak ada yang masuk TV ya?
Enggak ada setahu saya.
Jadi terbantu karena ada TV One ya?
Jadinya saling bantu lah. TV One membutuhkan sport, dan ada ini. Jadi masuk aja. Jadi ya banyak faktor juga sih.
Rating One Pride gimana?
Kalau untuk acara olahraga, ia termasuk tinggi. Selain itu bagusnya juga bisa diukur dari dapat penghargaan Panasonic itu. Jadi TV One masih akan terus menayangkan One Pride. Karena, One Pride juga anak dari TV One, sama-sama One.
Bagaimana sistem kerja petarung di One Pride?
Jadi kalau di One pride ada kontrak dua tahun. Dan kami memberikan lima pertandingan dalam waktu dua tahun itu.
Jumlah itu bisa bertambah?
Oh kalau lebih boleh, tapi tidak boleh kurang. Banyak orang berpikir kalau dikontrak One Pride akan tekor karena tidak boleh bertanding di tempat lain. Masalahnya, tak banyak kompetisi MMA rutin di Indonesia. Jadi lima kali tanding dalam dua tahun itu lumayan. Dan bayaran di One Pride itu berjenjang. Semakin sering ia bertanding, apalagi kalau jadi juara, bayarannya akan terus naik.
Selama kontrak 2 tahun itu, selain dapat fight, petarung dapat apa lagi? Bagaimana dengan asuransi untuk petarung?
Oh iya. Ada. Setiap pertandingan selalu ada asuransinya. Mungkin di Indonesia baru One Pride satu-satunya promotor yang memberikan asuransi ke fighter-nya. Jadi kalau ada promotor yang mau mengadakan acara di bawah KOBI, ya harus ikut aturan kami, harus ada asuransi untuk petarung. Meski asuransinya tak sama dengan One Pride, tetap harus ada asuransi.
Bagaimana dengan atlet yang kemarin cedera di Malaysia? Apakah KOBI mengurusnya juga?
Oh dia itu muay thai kan?
Berarti tidak diurus oleh KOBI?
Tidak. Jadinya yang saya denger itu adalah dia bertarung di Malaysia atas nama sendiri dan bertarung muaythai. Gitu. Jadi saya mau bilang, bukan berarti MMA ini tidak bahaya. Namanya juga olahraga keras. Tapi saya merasa dengan regulasi, MMA tidak begitu berbahaya jika dibandingkan dengan olahraga lain seperti boxing, muaythai.
Dalam pandangan anda, KOBI akan seperti apa dalam lima tahun ke depan, dan apa yang sudah dicapai.
Dalam lima tahun ke depan saya melihat KOBI ini sudah bisa menjadi aktif diIMAF, dalam artian kami sudah bisa dapat mengirimkan atlet kita keluar negeri sejalan dengan event-event yang disediakan oleh IMAF. Dan 5 tahun ke depan pengennya sih kalau bisa sudah ada badan amatir Indonesia, sehingga dapat sokongan dana untuk melakukan pembinaan kepada atlet maupun perangkat pertandingan lain.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti