tirto.id - Berbagai aspek kehidupan dilumpuhkan pandemi sejak tahun lalu, tak terkecuali skateboarding (walaupun dari sisi industri itu berarti lebih banyak orang yang mulai belajar meluncur atau kembali meraih papannya setelah bertahun-tahun ditelantarkan). Pada 2021, kala pandemi tampak mulai mereda, skateboarding terasa kian riuh lagi.
Berbagai kontes diselenggarakan kembali. Belum lagi ia juga muncul untuk pertama kalinya pada pentas olahraga tertinggi, Olimpiade, yang diselenggarakan di Tokyo, Jepang. Video skate kelas atas pun bertebaran, dari kru yang tergolong baru seperti UMA hingga dari perusahaan yang lebih tradisional macam Element dan Toy Machine. Begitu pula dengan video individual. Pandemi ternyata tak membuat surut niat para skater melancong mencari spot-spot bagus untuk memfilmkan kelihaian mereka.
Dan, sebagaimana tradisi tiap akhir tahun, kancah mainan kayu beroda ini ditutup dengan award-nya sendiri, Skater of the Year (SOTY). Nama kandidat bisa dipilih oleh siapa saja. Pemenangnya ditentukan secara tertutup oleh majalah skateboard terkemuka, Thrasher.
Anugerah serupa pada kancah di mana uang berputar lebih kencang seperti film, musik, atau sepak bola acapkali membuat sebagian penikmatnya skeptis. Tudingan akan agenda tertentu atau motif politis di baliknya nyaris tak pernah absen. Ia dinilai tak ubahnya ajang pemilihan "wajah" industri terkait selama setahun ke depan. Dengan kata lain, kontes popularitas belaka.
Sementara di ranah skateboarding, kendati SOTY atau kontes sejatinya tak pernah dimenangkan bersama, ada anggapan bahwa semua orang adalah pemenang. Ketidaksepakatan dari para penggemar tentu bakal muncul, tetapi sesungguhnya seluruh peraih SOTY bisa dikatakan layak diganjar titel tersebut.
Sejak untuk pertama kalinya dihadiahkan kepada Tony Hawk pada 1990, pemilihan SOTY konsisten hadir setiap tahun. Untuk gelaran 2021, sebanyak 31 skater terpilih menjadi kandidat, termasuk dua perempuan, Breana Geering dan skate prodigy berusia 13 tahun, Rayssa Leal (yang bahkan tidak merilis video part). Adaptive skater macam Felipe Nunes yang baru meraih status pro pun mendapat tempat usai video part-nya, "Limitless", dirilis.
Pada 11 Desember lalu, Thrasher akhirnya mengumumkan bahwa Mark Suciu dinobatkan sebagai Skater of the Year, dua tahun setelah skater teknikal asal California itu digadang-gadang bakal meraih titel tersebut.
Menyeimbangkan Sekolah dan Latihan
"Back 5-0 to back 180 bukan trik yang bagus," ujar Suciu.
"Enggak bagus kenapa?" tanya temannya.
"Kurang punya selera."
Itu adalah potongan percakapan dari video Jenkem Magazine, "Hanging Out With... Mark Suciu". Suciu tidak melakukan trik itu untuk video part, padahal bagi para skater bisa disetarakan dengan album atau EP bagi para musisi. Ia melakukan itu untuk sesi skate biasa, dalam video soal kehidupan sehari-hari seorang skater.
Dalam video yang sama, Suciu menjelaskan bahwa penulis-penulis seperti Ernest Hemingway dan Jack Kerouac membuatnya lebih percaya diri. Ia teringat tulisan Hemingway saat hendak melakukan trik. Ia juga menunjukkan akun Instagram berisi katalog buku yang sedang dibaca.
Tentu tidak banyak yang bisa disimpulkan dari video yang haya berdurasi 9 menit. Namun itu cukup menunjukkan bahwa Suciu adalah skater yang artikulatif, pilih-pilih trik, dan mampu membincangkan hal lain di luar trik—hal yang tampaknya dianggap cukup asing ketika merujuk skater pro.
Faktanya Suciu memang terombang-ambing antara bangku pendidikan dan skateboarding. Pada usia belasan, dia mulai disponsori skateshop, juga mendapatkan produk-produk dari perusahaan seperti Powell-Peralta. Skater berdarah Rumania itu telah meraih status pro untuk Habitat Skateboarding pada 2013 atau ketika berusia 21. Bersama Adidas, Suciu telah merilis dua sepatu model pro, Adidas Suciu dan Adidas Suciu 2, plus model sepatu dengan colorway khusus dirinya.
Namun status sebagai skater pro mengganggu dirinya saat itu. Kepada The Nine Club, Suciu mengatakan ia menyukai tur sebagai skater, pergi ke tempat baru, dan melihat kultur berbeda. Tapi itu ternyata tidak cukup. Ia merasa tidak belajar apa-apa di luar menjajal spot-spot di mana mereka mengumpulkan footage. Suciu lantas memilih untuk melanjutkan kuliah.
Nyaris sepanjang dekade lalu, skateboarding pun kehilangan anak muda bertalenta itu. Kendati muncul sesekali dalam berbagai video skate tiap tahun, Suciu bisa dibilang baru benar-benar muncul kembali dengan video part-nya 2019 silam, "Verso". Video ini, selain mengingatkan akan skater teknikal lain generasi sebelumnya, PJ Ladd, juga melambungkan nama Suciu ke jajaran skater papan atas.
Suciu menghitung dan mengukur segalanya dengan matang, seraya tak lupa bersenang-senang. Ia mendaratkan Nollie backheel to switch frontside 5-0 backside 180 out di ledge yang telah dicobanya selama bertahun-tahun, hanya untuk ditutup dengan trik mendasar seperti 50-50. Trik-trik NBD (belum pernah dilakukan) didaratkan di sana-sini, dan musik-musik gubahan Zach Condon dari band Beirut memberi warna tersendiri untuk skateboarding yang kian kompleks tapi tetap nyeni.
Video part dan keseluruhan karier ini tak akan pernah terjadi andai ia tak memutuskan kembali, atau mengutip ucapannya sendiri, "siap mengapresiasi skateboarding dan kompleksitasnya." Suciu mungkin memandang dirinya sedang mengejar gelar PhD di bidang sastra, lantas mencoba menulis novel, dan "hidup sebagai seniman."
Skateboarding adalah gaya hidup, olahraga, seni, atau apa pun yang membentuknya. Toh, disadari atau tidak, dengan karya-karyanya Suciu bisa dikatakan sudah menjalani hidup sebagai seniman.
Flora III dan Skater of the Year
Pertengahan 2021, bersama April Skateboards, Yuto Horigome merilis video part-nya, "The Yuto Show!". Trik-trik yang biasa didaratkannya pada arena kontes yang mulus, panggung utama skater Jepang itu, dialihkan ke luar skatepark demi kredo seorang street skater. Aksi itu diikuti dengan kemenangannya di Olimpiade—meskipun medali emas itu diyakini tak berarti banyak untuk proses pemilihan SOTY.
Di usianya yang baru menginjak 22, sudah tak banyak yang perlu dibuktikan seorang Yuto di kancah skateboarding. Namun di situlah dia, absen dalam kontes-kontes pasca-Olimpiade dan muncul dalam video part lain lagi, mengenakan hoodie dengan banyak tempelan logo Thrasher. Perbincangan SOTY seakan hanya menjurus pada Yuto seorang, selain sesekali muncul dukungan untuk Jack O'Grady, Kyle Walker, dan skater lainnya.
Hingga trimester akhir 2021, skater yang dijuluki "kaki tercepat dalam skateboarding" alias Mark Suciu muncul dengan rentetan video part-nya. "Blue Dog" dirilis pada akhir Oktober dan dalam sebulan ke depan, dua video part lain juga rilis, "Curve" dan "Spitfire". Semuanya hadir dalam durasi 3-5 menit.
Kata "SOTY" mulai diseret ke kolom komentar dan Suciu diperhitungkan sebagai salah satu dari dua kuda pacu bersama Yuto untuk titel itu.
"Flora Episode 3" yang disutradarai Justin Albert rilis pada awal Desember, satu hari seusai Thrasher mengumumkan kandidat SOTY. Video part ini diiringi tembang klasik oleh band macam Blonde Redhead, plus berdurasi 8 menit. Ia terasa "lebih Suciu". Dari combo yang satu ke yang lain, juga sederet lines memukau. Segala macam grind dan slides yang mungkin hanya terpikirkan oleh dia. Suciu membawa kepiawaiannya di flatground dan ledge jadi lebih ekstrem menuju handrail, jenis obstacle yang disakralkan para street skater.
Komentar-komentar di bawah videonya bukan lagi perihal trik apa saja yang ditampilkan, melainkan sudah menjadi kompilasi kata sambutan skater terbaik tahun ini. Bagi mata yang kurang terlatih, yang saya sendiri alami, "Flora Episode 3" perlu ditonton lebih sering hanya untuk mencerna apa saja yang sebenarnya dilakukan orang ini. Ia bahkan pantas disaksikan ulang demi pengalaman sinematik belaka.
Di internet, lelucon soal SOTY dan imaji Suciu yang terpelajar mulai bertebaran. Titel SOTY kini dikaitkan dengan sastra, universitas, atau hal-hal akademis lain bahkan sebelum pemenangnya diumumkan. Dan seperti yang sudah diprediksikan banyak orang, Suciu pun didapuk menempati posisi teratas yang sebelumnya telah diisi para legenda dan ikon skateboarding.
Pada akhirnya, jika kita tetap berpegang pada "semua adalah pemenang" dalam dunia skateboarding, memang tak perlulah merisaukan titel tertentu jatuh kepada skater yang mana. Anggap saja ia bukan soal siapa mengalahkan siapa, melainkan sebagai bentuk pengakuan untuk kinerjanya sepanjang tahun (yang mana Suciu memang layak). Anggap saja tulisan ini menjadikan Skater of the Year sekadar bingkai demi mengapresiasi lebih lanjut salah satu skater terbaik generasi ini.
Editor: Rio Apinino