tirto.id - Mantan Anggota DPR 2009-2014 Wa Ode Nurhayati mengaku tidak tahu ada pembagian uang korupsi proyek e-KTP. Menurut Nurhayati, dirinya sudah tidak aktif sebagai Anggota Komisi II.
"Enggak tahu karena saya kan 2010/2011 sudah pindah dari Komisi II," kata Nurhayati usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (13/7/2018).
Nurhayati mengatakan, dirinya diperiksa sebagai saksi tersangka Markus Nari dalam kapasitas sebagai anggota Komisi II DPR. Politikus PAN itu mengaku mengetahui soal pembahasan anggaran e-KTP. Namun, ia tidak tahu posisi Markus kala itu.
"Tapi saya menyampaikan bahwa saat saya di Komisi II, Pak Markus Nari belum di Komisi II jadi tidak banyak yang saya tahu tentang posisi beliau di Komisi II. Itu saja," kata Nurhayati.
KPK mengagendakan pemeriksaan sejumlah saksi dalam perkara korupsi e-KTP dengan tersangka Markus Nari. Sejumlah saksi itu antara lain: mantan Anggota DPR 2009-2014 Wa Ode Nurhayati, Kabag Perencanaan Dirjen Dukcapil Kemendagri 2010-2016 Wisnu Wibowo, dan Rina Wahyuni selaku staf Subdit Pengolahan Data PIAK Ditjen Dukcapil Kemendagri.
KPK menetapkan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi e-KTP.
Pertama, politikus Golkar itu diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap tersangka Miryam S Haryani (MSH) dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus e-KTP.
Atas perbuatan tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di perkara terpisah, KPK pun menetapkan Markus Nari sebagai tersangka korupsi e-KTP. Ia diduga meminta uang kepada Irman, pejabat Kemendagri yang sekarang sudah berstatus terdakwa di kasus e-KTP. Markus diduga meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar. Sebagai realisasi permintaan tersebut, Markus diduga telah menerima sekitar Rp 4 miliar dari total uang korupsi e-KTP yang mencapai Rp 2,3 triliun.
KPK menyangkakan Pasal 3 atau 2 ayat 1 UU Nomor 31 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto