tirto.id - Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menolak wacana pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara eceran. Dalam keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 diketahui berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Salah satu revisi PP 109/2012 tersebut akan melarang penjualan rokok batangan.
“Pembatasan akses untuk mendapatkan rokok pasti akan berdampak kepada penjualan. Kami memperkirakan, jika aturan ini diberlakukan, omzet kami bisa menurun lebih dari 30 persen,” ungkap Sekretaris Jenderal APPSI Mujiburrohman, Selasa (27/12/2022).
Penurunan omzet yang cukup besar ini dijelaskan lantaran penjualan rokok merupakan kontributor pendapatan warung terbesar setelah penjualan bahan-bahan pokok. Komposisinya bisa mencapai 30 persen dari total omzet yang biasa didapatkan para pedagang.
Meski demikian, Mujiburrohman menjelaskan bahwa margin keuntungan dari penjualan rokok sejatinya kecil. Misalnya untuk warung atau toko yang menjual per bungkus, kisaran omzetnya mungkin 5-10 persen dari harga jual, sementara untuk yang biasa menjual grosir biasanya mengambil margin hanya 1-3 persen.
“Belanja rokok ini membutuhkan modal yang besar, namun marginnya tipis," jelasnya.
Dia menjelaskan, meski marginnya tipis, namun penjualan rokok memang memiliki perputaran yang cepat. Oleh karenanya, pembatasan akses terhadap pembelian rokok pasti akan memperlambat perputaran penjualan, sehingga omzet pun pasti akan ikut berkurang.
Tak hanya bagi para pedagang yang tergabung dengan APPSI, Mujiburrohman menaksir pembatasan ini juga pasti akan berpengaruh ke seluruh pedagang di Indonesia. Pedagang yang juga termasuk pelaku sektor bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan penopang perekonomian Indonesia pada saat pandemi. Apalagi kegigihan dan kreativitas pada sektor bisnis UMKM mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia.
Seperti diketahui, sektor ini memang sudah menjadi tulang punggung Tanah Air. Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebut, jumlah sektor bisnis UMKM di Indonesia pada 2021 mencapai 64,19 juta dengan partisipasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,97 persen.
Sebagai catatan, saat ini APPSI memiliki 1.200 kepengurusan di pasar yang tersebar di seluruh Indonesia. Pasar merupakan wadah usaha yang banyak mendukung pelaku UMKM dalam keberlanjutan usaha mereka.
Tak hanya dari aspek operasi bisnis, Mujiburrohman menaksir pelarangan penjualan rokok eceran bisa memiliki dampak yang lebih besar, lantaran kini daya beli masyarakat tengah melemah.
“Harga rokok terus naik, makanya masyarakat yang biasa membeli per bungkus, mulai mengurangi pembeliannya. Fakta di lapangan membuktikan bahwa kemampuan membeli masyarakat masih lemah dan belum pulih,” timpal Mujiburrohman.
Di sisi lain, Mujiburrohman bilang APPSI juga telah mendorong para anggotanya untuk melarang penjualan rokok kepada anak-anak sesuai peraturan yang berlaku. Meskipun hal ini relatif cukup menantang dalam hal implementasinya.
Prevalensi merokok anak merupakan salah satu konsideran dalam melakukan pembatasan konsumsi dan penjualan tembakau. Padahal Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat prevalensi merokok di Indonesia terus menurun.
Pada kelompok perokok anak, penurunan bahkan telah terjadi selama lima tahun berturut-turut. Prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen, menurun 70 bps dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 28,96 persen.
Sementara prevalensi perokok anak, atau usia sama atau di bawah 18 tahun tercatat sebesar 3,44 persen pada tahun 2022, atau turun 25 bps dibandingkan tahun 2021 yang berjumlah sebesar 3,69 persen.
Prevalensi perokok anak konsisten turun sejak tahun 2018 yaitu 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang