tirto.id - Ketua Umum Studi Kebijakan Publik Penegakan Hukum Indonesia (SKPPHI), Ryanto Sirait, menilai rencana larangan penjualan rokok batangan akan sulit diimplementasikan. Dia menilai akan sulit diawasi seiring dengan banyaknya pedagang-pedagang kecil yang tersebar di seluruh daerah.
“Ada banyak pelaku UMKM, pedagang di pinggir jalan, dan bahkan yang jualan di lampu merah. Bagaimana nanti pengawasannya? Regulasi tidak cukup hanya dalam bentuk Peraturan Pemerintah, tapi harus bisa diterjemahkan ke yang lebih detail,” ujar Ryanto dalam pernyataannya, Kamis (2/2/2023).
Ryanto melanjutkan, regulasi yang sulit diawasi tidak akan berjalan dengan efektif. Terlebih lagi jika harus ada sanksi yang diberikan kepada pelanggarnya.
“Pemerintah jangan hanya kelihatan sibuk soal administrasi. Tapi kalau tidak bisa diimplementasikan, tidak ada gunanya. Sebaik-baiknya peraturan dan undang-undang, kalau tidak bisa dilaksanakan ya hanya di atas kertas,” papar Ryanto.
Alih-alih menambah peraturan baru atau merevisi aturan yang masih relevan, Ryanto menilai implementasi dan penegakan aturan yang sudah ada justru lebih dibutuhkan.
Rencana larangan penjualan rokok batangan tercantum dalam usulan revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Dia menilai PP 109/2012 yang berlaku saat ini sudah lengkap mengatur soal larangan penjualan rokok bagi anak-anak, sehingga yang dibutuhkan pemerintah adalah penguatan implementasi di lapangan.
“Regulasi yang ada sudah cukup, tidak perlu diubah, tinggal penegakan hukumnya. Saat ini pemerintah tinggal melakukan implementasi yang berkaitan dengan pencegahan perokok anak.” sambung Ryanto.
Dia menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi atas implementasi PP 109/2012 yang selama ini telah berlaku serta sanksi yang diberikan kepada pelanggar. Ia meyakini penegakan yang kuat dan masif lebih dibutuhkan ketimbang sekedar merevisi peraturan.
“Gak bisa hanya revisi PP lalu selesai. Kalau suatu aturan dibuat tanpa penegakan yang kuat dan masif, aturan itu tidak ada gunanya. Nantinya hanya administrasi, aturannya hanya di atas kertas. Direvisi berapa kali pun akan begitu terus,” tegasnya.
Di samping soal kebijakan yang tidak implementatif, Ryanto juga menilai revisi PP 109/2012, khususnya rencana larangan penjualan rokok batangan akan mematikan ekonomi pedagang-pedagang kecil yang selama ini mengandalkan pemasukan dari penjualan rokok.
“Kalau nanti dimasukkan perubahan pelarangan penjualan rokok batangan, maka yang ditakutkan akan mempengaruhi sisi perekonomian dan penjualan para UMKM,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komite Ekonomi Rakyat Indonesia Semesta (KERIS) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan rencana larangan penjualan rokok secara eceran atau ketengan. Rencana tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.
Ketua Umum KERIS, Ali Mahsum ATMO M Biomed mengatakan, larangan penjualan rokok batangan, akan sangat memberatkan pedagang kecil. Mulai dari pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang asongan, pedagang kopi keliling, hingga warung kelontong yang mendapatkan pendapatan yang besar dari penjualan rokok.
Pemerintah seharusnya memberikan penguatan perlindungan dan pemberdayaan terhadap para pelaku ekonomi rakyat (UMKM), lebih-lebih dalam menghadapi persoalan, hambatan dan tantangan ke depan, bukan sebaliknya.
"Kami sepakat akan menyampaikan surat resmi ke presiden untuk ambil keputusan secara arif dan bijaksana membatalkan larangan jual rokok eceran dan batangan. Kami tidak ingin jutaan rakyat kehilangan pendapatan," kata dia dalam konferensi pers di, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin