Menuju konten utama

Laporan Dana Awal Kampanye dan Mengapa Ia Cuma Dianggap Basa-basi

Apakah laporan dana awal kampanye partai politik valid di saat politik uang masih merajalela? atau sekadar memenuhi syarat administratif belaka?

Laporan Dana Awal Kampanye dan Mengapa Ia Cuma Dianggap Basa-basi
Petugas memproses laporan awal dana kampanye (LADK) yang diserahkan peserta Pemilu 2019 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah di Palu, Minggu (23/9/2018). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menerima Laporan Awal Dana Kampanye dari partai-partai peserta Pemilu 2019 dan dua pasangan yang berlaga di Pilpres 2019, pada Minggu (23/9/2018).

Laporan yang disetor 16 partai politik memuat nilai dana kampanye beragam. PDIP menjadi penyetor laporan dana kampanye bernilai tertinggi: Rp105 miliar. Gerindra di posisi kedua dengan nilai: Rp75,3 miliar.

Di luar dua partai itu, nilai dana kampanye yang dilaporkan partai-partai politik peserta Pemilu 2019 bernilai jauh lebih rendah, dari Rp15 miliar hingga Rp1 juta.

Berikut ini besaran Laporan Awal Dana Kampanye dari partai-partai peserta Pemilu 2019 ke KPU RI sesuai data yang dihimpun Tirto:

Partai Laporan Awal Dana Kampanye
PDIP
Rp105 miliar
Gerindra
Rp75,3 miliar
PKS
Rp17 miliar
PKB
Rp15 miliar
PBB Rp15 miliar
Nasdem Rp7,5 miliar
PSI Rp4,9 miliar
Demokrat Rp839 juta
PPP Rp510 juta
PKPI Rp500 juta
Golkar Rp110 juta
Berkarya Rp100 juta
PAN Rp50 juta
Hanura Rp13 juta
Garuda Rp1 juta
Perindo Rp1 juta

Sementara dua pasangan peserta Pilpres 2019 menyetor Laporan Awal Dana Kampanye dengan nilai sangat kecil untuk kelas kampanye level Sabang sampai Merauke. Dana kampanye yang dilaporkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno senilai Rp2 miliar. Lawan mereka, Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyetor laporan dana kampanye sebesar Rp11 miliar.

Soal nilai dana kampanye di laporannya, partai-partai memberikan penjelasan beragam. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan dana di laporan partainya ialah akumulasi dari duit kampanye para caleg yang dikelola dengan gotong royong.

“Kami bertindak rasional dan transparan. Banyak yang belum berada dalam spirit itu, hanya laporkan jutaan rupiah saja,” kata Hasto dalam keterangan tertulisnya pada Senin (24/6/2018).

Sedangkan Bendahara Umum DPP Gerindra, Thomas Muliatna Djiwandono juga mengatakan dana kampanye di laporan partainya mayoritas bersumber dari para caleg.

“Ini adalah jumlah yang dilaporkan oleh masing-masing caleg, jadi ini sama sekali tidak iuran, ini murni momentum dari bawah siapa yang mau menolong caleg tersebut" ujar Thomas, Minggu lalu.

PAN yang menyetor laporan dana kampanye senilai cuma Rp50 juta, berdalih tak meminta duit dari caleg. Bendahara DPP PAN Nur Indah Fitriani menyebut, duit Rp50 juta berasal dari kas partai. Ia mengakui PAN sebenarnya memiliki dana logistik kampanye sekitar Rp16-17 miliar. Tapi, dana logistik itu belum dilaporkan ke KPU. Alasan Nur, waktu pelaporan yang diberikan KPU sangat singkat.

Adapun Wakil Sekjen Perindo Muhammad Sofyan mengungkapkan laporan dana kampanye partainya senilai Rp1 juta baru saldo awal dan akan dilengkapi secara bertahap. "Memang baru segitu, nanti ke depan akan bertambah. Ini kan baru laporan awal," ujarnya.

Soal dana kampanye capres-cawapres, Koordinator Juru Bicara Tim Sukses Prabowo-Sandiaga, Dahnil A. Simanjuntak menyatakan dana Rp2 miliar murni dari capres-cawapresnya dan masih akan terus bertambah. “Insyaallah pasangan ini tidak mau menggadaikan dirinya ke cukong atau kelompok lain,” begitu klaim Dahnil.

Di lain pihak, anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Syafrizal juga menyatakan duit Rp11 miliar miliar baru laporan awal. Menurut dia, dana itu sumbangan 4 perusahaan dan satu pribadi. “Perusahaan yang dimaksud ada yang investasi, ada juga di bidang teknologi,” kata dia.

Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari sudah menyatakan pihaknya belum dapat menjelaskan detail dana kampanye yang dilaporkan ke lembaganya karena masih ada berkas yang perlu diverifikasi. KPU akan mengumumkan laporan dana kampanye itu setelah masa perbaikan selesai pada 28 September 2018.

Para peserta Pemilu 2019 setelah ini masih wajib menyetor dua laporan lagi. Keduanya: Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dengan tenggat 2 Januari 2019 dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang wajib disetor pada 8 hari usai pemungutan suara.

Formalitas dan Pola Berulang Politik Uang

Meski laporan dana kampanye Pemilu 2019 yang disetor kepada KPU baru tahap awal, pakar politik dari Fisipol UGM, Mada Sukmajati meragukan keseriusan partai-partai bersikap terbuka. Apalagi, sistem verifikasi pelaporan dana kampanye, menurut Mada, masih sangat longgar.

“Kita semua tahu praktiknya. Itu semua tipu-tipu,” kata Mada kepada Tirto, Senin (24/9/2018).

Mada menduga mayoritas partai menyetor laporan dana kampanye sekedar hanya untuk memenuhi syarat administrasi. Karena itu, dia menilai, “Akuntabilitas dan transparansi uang [kampanye] Pemilu di Indonesia, masih jauh.”

Untuk dana kampanye capres-cawapres, Mada bahkan meyakini nilai riilnya akan jauh lebih besar dari laporan awal ke KPU, yakni Rp2 miliar milik Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf Rp11 miliar.

“Dana kampanye calon kepala daerah tingkat kabupaten atau kota saja minimal Rp15 miliar,” ujar dia.

Salah satu alasan keraguan Mada ialah temuan riset yang sedang digarap oleh dia bersama Tim Peneliti Fisipol UGM tentang dana kampanye Pilkada 2018.

“Salah satu temuan kami, dana kampanye yang dilaporkan para calon kepala daerah ke KPU hanya sekitar 10 persen dari total dana riil yang digunakan,” ujar Mada.

Selain itu, Mada menilai politik uang yang merajalela masih berpotensi membayangi Pemilu 2019. Anggaran politik uang para caleg tentu saja tidak terekam dalam laporan dana kampanye resmi partai. Politik uang di Pemilu 2014 yang sangat massif, kata Mada, berpeluang besar terulang di tahun depan.

“Praktiknya masih sama, bahkan bisa lebih ganas, lebih parah,” ujar Mada. "Setidaknya skalanya sama dengan 2014."

Dia menjelaskan salah satu temuan riset kolaborasi Australian National University dan lembaga PolGov Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM tentang politik uang pada Pemilu 2014, ialah banyak caleg menganggap praktik menyuap pemilih wajar digunakan di politik elektoral.

Hasil riset di 19 daerah itu terbit dalam buku "Electoral Dynamics in Indonesia: Money Politics, Patronage and Clientelism at The Grassroots."

“Memang ada survei yang menyimpulkan politik uang tidak efektif. Akan tetapi, banyak caleg [di Pemilu 2014] menganggap politik uang adalah entry ticket [tiket masuk] ke pemilih,” ujar Mada.

Para caleg narasumber dalam riset itu, kata Mada, tak pernah terbuka soal nilai dana pemenangan mereka di Pemilu 2014. Namun, temuan di lapangan menunjukkan politik uang terjadi massif dengan didukung mesin tim sukses yang berjenjang dari level kota/kabupaten hingga RT/RW. Mayoritas kasus politik uang gagal diusut lembaga pengawas karena informasi kerap terpotong di level timses paling bawah.

Di sisi lain, kata Mada, politik uang juga kerap ditebar dengan selubung dana sosial. Kasus ini seperti ulah para caleg yang menebar sumbangan di acara khitanan, pesta nikah dan sejenisnya. Dana sosial itu menjadi varian lain dari sogokan ke pemilih yang tidak sevulgar pemberian sembako, uang maupun bantuan perbaikan jalan kampung.

Mada pun memprediksi praktik politik uang di Pemilu 2019 hanya mengalami sedikit perubahan dari segi struktur tim sukses. Menurut Mada, karena Pemilu 2019 serentak, kemungkinan besar para caleg DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi dan DPR RI dari satu partai akan mendekati pemilih dengan tim sukses yang sama.

"Karena itu, kampanye antipolitik uang harus lebih digencarkan ke publik menjelang Pemilu 2019," kata dia.

Awetnya masalah politik uang di pemilu Indonesia juga terlihat pada Laporan Kinerja Bawaslu Tahun 2017. Laporan itu mencatat, pada Pilkada Serentak 2017, dugaan pelanggaran terbanyak pada masa kampanye ialah politik uang. Dari 781 dugaan pelanggaran, 267 merupakan kasus politik uang.

Sementara pada Pilkada Serentak 2018, Bawaslu RI mengumumkan sempat memproses 35 kasus dugaan politik uang yang terjadi di sejumlah daerah pada 10 provinsi.

Baca juga artikel terkait DANA KAMPANYE atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Politik
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom