Menuju konten utama

Cegah Politik Uang Pemilu 2019, Bawaslu Diminta Perketat Pengawasan

Pengawasan ketat harus dilakukan di mulai dari markas pemenangan capres-cawapres.

Cegah Politik Uang Pemilu 2019, Bawaslu Diminta Perketat Pengawasan
Ketua Bawaslu Abhan bersama anggota Bawaslu Rahmat Bagja, Fritz Edward Siregar dan Muhammad Afifudin, memimpin sidang putusan mediasi sengketa Caleg DPR di kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (21/8/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Pengamat Politik Adi Prayitno menyarankan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memperketat pengawasan di posko pemenangan kandidat guna mencegah praktik politik uang saat pelaksanaan Pemilu 2019.

“Nantinya, untuk mengantisipasi upaya politik uang, Bawaslu dapat mengintai markas pemenangan capres-cawapres, kantor partai politik, serta posko relawan,” kata dia di Jakarta, Sabtu (15/9/2018).

Menurut Adi, posko pemenangan merupakan muara dari strategi kampanye. Dia juga menyarankan Bawaslu mengajak Polri dan Kejaksaan untuk turut mengawasi. Selain itu, dia ingin ada ‘razia’ terkait politik uang sebelum hari pencoblosan.

"Dua pekan sebelum pencoblosan dapat dilakukan razia masif, mulai dari pusat hingga daerah, seperti orang dan kendaraan yang dicurigai membawa ‘logistik’,” ucap Adi.

Menurut dia, jika pemantauan tidak dilakukan, maka akan merusak demokrasi Indonesia sebab masyarakat di banyak daerah akan menjadi korban politik uang. “Akan rusak negara ini,” kata Adi.

Misalnya dalam Pilkada, ketentuan soal larangan politik uang sudah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal 73 UU Pilkada, mengatur soal larangan praktik ini. Ancamannya tak tanggung-tanggung, yaitu sanksi administrasi berupa pembatalan sebagai pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdasarkan putusan Bawaslu.

Aturan larangan politik uang ini tidak hanya berlaku bagi pasangan calon, partai politik, tim kampanye, serta relawan. Namun, sebagaimana diatur dalam Pasal 73 ayat (4) juga berlaku bagi semua pihak yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada orang lain untuk mempengaruhi.

Sanksi juga diatur dalam Pasal 187A, yaitu berupa pidana penjara paling singkat 36 bulan, dan paling lama 72 bulan serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Hal ini berlaku tidak hanya bagi yang memberi, tapi juga penerima.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dipna Videlia Putsanra