tirto.id - Pakar hukum Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar, mendorong agar Komisi Yudisial (KY) segera melakukan investigasi atas vonis bebas yang dijatuhkan kepada Gregorius Ronald Tannur. Vonis itu berkaitan dengan dugaan penganiayaan Ronald atas pacarnya yang bernama Dini Sera hingga meninggal dunia.
Fickar memandang vonis bebas Ronald memang patut dipertanyakan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan adanya intervensi yang membuat anak politikus PKB itu bebas.
“Jadi banyak hal yang ganjil yang tidak dipertimbangkan hakim, entah ada pengaruh intervensi apa terhadap majelis hakim ini. Yang pasti KY wajib turun tangan untuk meneriksa hakim dan diberikan sanksi,” kata Fickar kepada reporter Tirto, Jumat (26/7/2024).
Fickar mengatakan, jika nanti terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan hakim sampai memutus bebas Ronald, maka pemecatan harus dilakukan.
“Jika terbukti menerima sesuatu, sebaiknya dihukum pemecatan dan dituntut pidana jika perbuatannya memenuhi unsur pidana,” tutur dia.
Lebih lanjut Fickar mengaku, hakim dalam sidanh tersebut menunjukkan sikap yang parsialitas. Sebab, hanya mempertimbangkan fakta-fakta persidangan sebagai dasar putusannya saja, misal tidak ada saksi yang melihat terdakwa menganiaya korban.
Hal tidak mempertimbangkan semua fakta persidangan yang ada, ujar dia, salah satunya adalah visum yang menyatakan bahwa kematian akibat benda tumpul. Sementara hakim menyatakan karena minuman alkohol.
“Demikian juga bukti pelindasan korban oleh mobil terdakwa,” ungkap dia.
Di sisi lain, kuasa hukum korban, Dimas Yehamura, membeberkan bahwa pihaknya tidak hanya melaporkan hakim tersebut ke Mahkamah Agung, tetapi juga ke KY. Kendati demikian, dia belum bisa mengungkapkan waktunya.
“Iya pasti (akan lapor ke KY),” ujar dia.
Diketahui, KY berpeluang menurunkan tim investigasi guna memeriksa putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan Dini Sera Afriyanti, pacarnya hingga meninggal dunia
Anggota KY dan Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan meski tidak ada laporan kepada mereka, putusan ini telah menimbulkan perhatian publik. KY berinisiatif untuk melakukan pemeriksaan pada kasus tersebut.
"Walau KY tidak bisa menilai suatu putusan, tetapi sangat memungkinkan bagi KY untuk menurunkan tim investigasi, serta mendalami putusan tersebut," kata Mukti dalam keterangannya, Kamis (25/7/2024).
Tim investigasi itu nantinya akan memeriksa ada atau tidaknya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), yang memutus perkara tersebut. Di sisi lain, KY mempersilakan kepada publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim bila ada bukti-bukti pendukung.
"Agar kasus tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur berlaku," tutur Mukti.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang