Menuju konten utama

Kumpulan Cerita Rakyat Pendek dari Papua dan Pesan Moralnya

Kumpulan cerita rakyat pendek dari Papua dan pesan moralnya, dari Cenderawasih Si Burung Bidadari, hingga Raja Ampat dan Telur Naga.

Kumpulan Cerita Rakyat Pendek dari Papua dan Pesan Moralnya
Tokoh perempuan Kampung Kapatcol Almina Kacili berpose di Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Raja Ampat, Papua Barat Daya. ANTARAFOTO/Bayu Pratama S

tirto.id - Kumpulan cerita rakyat dari Papua dapat kita baca untuk hiburan, mengisi waktu luang, atau bahan pembelajaran. Berhubungan dengan pembelajaran, cerita rakyat biasanya mengandung pesan moral tertentu yang bisa kita ambil hikmahnya.

Pesan berarti sesuatu yang disampaikan dari satu pihak kepada pihak lainnya. Sementara moral dalam KBBI Daring didefinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum, misal perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila, dan lain-lain.

Adapun kisah dari daerah di Indonesia masing-masing punya gaya sastranya sendiri menyesuaikan kondisi lingkungan sosial dan budayanya. Begitu pula cerita rakyat pendek dari Papua yang sarat memuat kehidupan di wilayahnya.

Kumpulan Cerita Rakyat dari Papua dan Pesan Moralnya

Terdapat berbagai macam cerita rakyat yang berasal dari Papua. Beberapa yang diringkas dalam artikel ini mencakup Cerita Cenderawasih Si Burung Bidadari, Siriway Warry, Karupet Si Anak Duyung, Kisah Dua Putri dan Raja Ular, hingga Raja Ampat dan Telur Naga.

Berikut ini daftar cerita rakyat Papua pendek lengkap dengan pesan moral yang disampaikannya masing-masing.

1. Cerita Cendrawasih Si Burung Bidadari

Burung Cendrawasih Merah
Burung Cendrawasih Merah atau Paradisaea rubra. FOTO/iStockphoto

Cerita rakyat Papua Barat ini pernah ditulis oleh Dwi Pratiwi dengan judul buku yang sama dengan kisah dan diterbitkan tahun 2016 silam. Ringkasan kisahnya menunjukkan tokoh laki-laki bernama Kwiya yang bermukim di Hutan Sparken.

Anak laki-laki tersebut diceritakan membuat sayap menggunakan pintalan-pintalan benang. Ia menyelipkan bahan pembuat kain itu sampai menyerupai sayap.

Keajaiban terjadi ketika Kweiya berubah menjadi sosok burung indah, dikenal sebagai “Cenderawasih” yang dikenal berasal dari Papua. Seluruh anggota keluarga anak laki-laki tersebut akhirnya mengikuti langkah serupa, di mana mereka semua menjadi burung.

Mereka pun berterbangan bersama kesana-kemari sebagai kelompok. Bentuk beserta warnanya yang indah memunculkan julukan terhadap hewan ini, yakni “titisan bidadari”.

Legenda Papua tersebut mengandung pesan moral bahwa keluarga dapat menjadi andalan utama bagi seorang anak. Mereka rela melakukan berbagai hal demi mendukung kita, baik dalam meraih cita-cita atau pun saat kondisi kita terpuruk.

2. Cerita Siriway Warry

Kisah ini termuat di buku Cerita Rakyat dari Papua: Siriway Warry yang ditulis oleh Esther Embram (2016). Tokoh yang ditampilkan dalam narasi bertempat tinggal di daerah pesisir pantai utara Pegunungan Deporeso, Teluk Tanah Merah.

Siriway Warry dapat dikategorikan sebagai cerita rakyat Papua Pegunungan, mengingat latar tempatnya serupa. Adapun karakter utama merupakan sosok pemuda yang kerap dipanggil Wapoway, julukan untuk hewan tikus di daerahnya.

Pemuda tersebut digambarkan cukup gagah dan tampan sehingga banyak membuat perempuan jatuh hati. Dari sekian banyak orang yang menaruh perhatian, karakter Siriway Warry ternyata disukai oleh dua anak gadis dari Raja Ondoafi.

Mereka pun membuat pesta dansa yang menghadirkan seluruh warga, termasuk Siriway Warry beserta nenek kandungnya. Namun demikian, Wapoway yang tidak tahu siasatnya malah ditangkap dan dipaksa untuk menikahi dua gadis itu sekaligus.

Sempat mendapat ancaman dari Raja Ondoafi, tokoh utama tetap kekeh tidak ingin menikah dan memutuskan pergi ke daerah barat Papua. Dengan begitu, ia tidak mendapatkan paksaan lagi untuk menjalin asmara dengan putri-putri raja.

Dongeng dari papua ini membawa pesan moral bahwa kita tidak boleh memaksa orang lain untuk mengikuti arahan, bahkan ketika kita punya kekuasaan atau kekuatan lebih. Setiap individu berhak menentukan nasibnya sendiri, baik itu perihal impian, hubungan, dan sebagainya.

3. Cerita Karupet Si Anak Ikan Duyung

Dinukil dari Repository Kemdikbud, cerita rakyat dari Papua ini disarikan dari tuturan yang disampaikan oleh Bapak Fransiskus Yanadtrar. Kisah tersebut memuat bagaimana kehidupan Suku Kalabra yang bermukim di wilayah Papua Barat.

Tokoh utama dalam karya sastra daerah Papua ini bernama Karupet, lahir dari seekor duyung. Pria itu digambarkan sebagai manusia yang rendah hati, pantang menyerah, tangguh, serta berbagai karakter positif-positif lainnya.

Kendati tubuhnya bersisik, Karupet tetap bisa menemukan cinta sejatinya. Ia menikah dengan perempuan bernama Ajolo, kemudian dikaruniai seorang anak yang dijuluki “Meles”.

Pasca kelahiran Meles, seekor buaya ajaib menyampaikan pesan bahwa seluruh keluarga Karupet tidak boleh memburu binatang di Sungai Warsamsung. Namun demikian, Meles yang sudah mulai tumbuh dewasa malah melanggar aturan tersebut.

Alhasil, Meles dibawa oleh buaya ajaib untuk mengganti posisi buaya yang telah diburunya. Cerita rakyat Papua pendek ini bahkan diabadikan lewat batu yang menyerupai manusia, ada di Sungai Warsamsung.

Lantaran kejadian ini, penduduk di sekitar sungai tersebut pun tidak ada yang berani memburu buaya. Bahkan, mereka percaya bahwa buaya merupakan hewan yang harus dilindungi keberadaannya.

Pesan moral yang disampaikan dalam cerita Karupet Si Anak Duyung adalah tidak boleh melanggar perjanjian atau petuah. Kita seharusnya hidup dengan penuh perhitungan, mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menerapkannya di dalam kehidupan.

4. Kisah Dua Putri dan Si Raja Ular

Cerita rakyat dari Papua ini ditulis oleh Dwi Pratiwi dalam buku berjudul serupa, terbit tahun 2016 silam. Adapun kisahnya menarasikan bagaimana kehidupan kakak-beradik dengan nama Sasandewini dan Suntre.

Dua orang saudara tersebut menemani neneknya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, mereka juga yang menjadi tulang punggung keluarga.

Kisah berlanjut pada saat kedua kakak-beradik pergi ke suatu hutan untuk memperoleh makanan. Ketika berada di tengah belantara, Sasandewini dan Suntre menemukan seekor burung yang terluka.

Hewan yang ditolong mereka ternyata merupakan anak buah seorang Raja Ular. Cerita rakyat Papua pendek ini memberikan pesan moral bahwa kita harus menolong siapapun yang sedang membutuhkan bantuan.

5. Kisah Raja Ampat dan Telur Naga

Raja Ampat
Pulau-pulau batu kapur dramatis muncul dari pemandangan laut yang indah di Raja Ampat, Indonesia. Wilayah terpencil ini dikenal sebagai jantung Segitiga Karang karena keanekaragaman hayati lautnya yang tinggi. iStockphoto/GettyImages

Cerita rakyat Raja Ampat dan Telur Naga merupakan tuturan yang mendeskripsikan bagaimana dahulu kala penamaan daerah Raja Ampat. Perlu diketahui bahwa Raja Ampat merupakan empat gugusan pulau di Kabupaten dengan nama serupa yang lokasinya ada di Provinsi Papua Barat.

Legenda Papua ini mengisahkan pasutri yang sedang pergi ke hutan untuk mencari makanan. Saat mereka sampai di sebuah sungai, bernama Waikeo, ditemukan enam butir telur naga yang diklaim sangat besar ukurannya.

Kedua orang ini pun pulang membawa telur-telur tersebut, kemudian menaruhnya di atas meja. Niat awalnya ingin dimasak, namun telur yang dibawanya ke rumah malah menetas.

Ada 4 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang lahir dari telur. Sementara sisa satu telur yang tidak menetas berubah teksturnya menjadi keras menyerupai batu.

Empat lelaki itu menjadi raja di empat gugusan pulau Raja Ampat ketika dewasa. Sementara satu-satunya anak perempuan diasingkan lantaran diketahui hamil.

Adapun telur yang menjadi batu hingga sekarang masih ada di wilayah Raja Ampat, dikenal namanya sebagai Kopatnai dan diperlakukan seperti raja. Pesan moral ringkasan cerita rakyat dari Papua tersebut, ibu sebagai orang yang berkemampuan (punya kekuatan) harus menjaga individu lain yang lebih lemah (bayi).

Baca juga artikel terkait CERITA RAKYAT atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Edusains
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Dhita Koesno