tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar menggelar sidang lanjutan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dengan agenda pemberian bukti dari pihak pemohon (Pengacara Setnov) dan termohon (KPK).
Dalam persidangan itu, Tim Kuasa Hukum Setya Novanto membawa sekitar 30 bukti dokumen. "Kami membawa sekitar tiga puluh bukti karena kami masih mengumpulkan beberapa bukti lagi untuk kami sampaikan," kata Ketut Mulya Arsana, anggota tim kuasa hukum Setya Novanto di PN Jaksel, Senin (25/9/2017), seperti dikutip Antara.
Selain membawa dokumen, Ketut mengatakan, pihaknya juga akan menghadirkan empat atau lima ahli dalam sidang praperadilan itu. "Mungkin empat atau lima. Yang jelas pasti pakar hukum pidana, administrasi negara. Itu saja," kata Ketut.
Terkait dengan sidang praperadilan itu, Ketut mengaku yakin bahwa pihaknya bisa memenangkan kasus yang menimpa Ketua Umum Partai Golkar dalam perkara korupsi e-KTP itu.
"Semua kuasa hukum pasti optimistis, termohon atau pemohon akan memiliki niat sama untuk memenangkan satu kasus. Cuma kan pada akhirnya tergantung pada hakim tunggalnya yang akan memutuskan," ucap Ketut.
Baca: KPK Bawa 193 Bukti di Sidang Praperadilan Setya Novanto
Sementara Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan bahwa pihaknya akan membawa 193 bukti pada lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Novanto.
"Kami sampaikan hari Jumat bahwa ada 450 sekian lembar dari dokumen dan surat, setelah kami rekap ada 193 surat dan dokumen yang kami sampaikan hari ini," kata Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/9).
Dalam 193 bukti yang dibawa itu, kata dia, terdapat akta perjanjian, surat tentang pembayaran, termin-termin pembayaran, dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi. "Tentunya tidak hanya surat dan dokumen tetapi ada beberapa BAP dari beberapa saksi yang mana pemeriksaannya jauh sebelum penetapan tersangka," kata Setiadi.
KPK telah menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan e-KTP pada Kemendagri.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto