Menuju konten utama

Kuasa Hukum Ahok Curiga Rekayasa Politik di Kasus Kliennya

Kuasa hukum Ahok, Trimoelja D Soerjadi, menyimpulkan ada kecurigaan rekayasa politik dalam kasus penistaan agama yang tengah dijalani kliennya. Ia juga mempersoalkan ketidakjujuran saksi pelapor Asroi tentang tafsir dari Surat Al-Maidah ayat 51.

Kuasa Hukum Ahok Curiga Rekayasa Politik di Kasus Kliennya
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Anggota tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Trimoelja D Soerjadi menyimpulkan ada kecurigaan rekayasa politik dalam kasus penistaan agama yang tengah dijalani kliennya. Ia juga mempersoalkan ketidakjujuran saksi pelapor Muhammad Asroi Saputra tentang tafsir dari Surat Al-Maidah ayat 51.

"Dia mengatakan tidak boleh menjadikan pemimpin orang yang kafir. Pengertian kafir menurut dia adalah orang yang tidak mengucapkan kalimat syahadat kemudian saya tanya apakah Nasrani, Konghucu, Hindu, Buddha itu kafir? Dia tidak mau menjawab," kata Trimoelja seusai sidang lanjutan Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1/2017) malam, seperti dikutip dari Antara.

Hal itu disinggung tim kuasa Ahok saat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara bertanya kepada saksi Asroi tentang penafsiran dari Surat Al-Maidah ayat 51.

"Dia mengatakan jangan menjadikan orang non-muslim sebagai pemimpin. Kan berbeda antara kafir dan non-muslim jadi keterangan-keterangan semacam itu membuat kami sebagai kuasa hukum apakah saksi itu bisa dipercaya atau tidak," ucap Trimoelja.

Trimoelja juga mencurigai adanya rekayasa politik dalam sidang kasus penistaan agama yang tengah dijalani kliennya tersebut.

"Ini seperti sudah di-setting karena kalau kami kaitkan dengan saksi-saksi pelapor terdahulu yang pernah diperiksa saat mereka mengatakan tidak mengenal tetapi ada beberapa jawaban yang persis sampai titik komanya sama," kata Trimoelja di sela-sela sidang lanjutan Ahok di gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

Bahkan, kata Trimoelja, perkara yang sedang dijalani Ahok saat ini mengingatkan dirinya pada zaman Orde Baru dengan terjadinya perkara subversi.

"Perkara subversi adalah perkara politik yang dibungkus kasus hukum dan perkara Ahok juga begini kasus politik yang dibungkus perkara penodaan agama. Jadi, nuansa politik dalam perkara ini sangat kental dan tujuannya untuk menggagalkan Ahok di Pilkada DKI Jakarta," ujarnya.

Sidang ketujuh Ahok hari telah dihadirkan empat saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) masing-masing dua saksi fakta dan dua saksi pelapor.

Saksi-saksi fakta itu, yakni Lurah Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Yuli Hardi dan Nurkholis Majid, pegawai tidak tetap Dinas Komunikasi, Informasi, dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta yang merekam pidato Ahok.

Selanjutnya dua saksi pelapor, yaitu Muhammad Asroi Saputra dan Iman Sudirman.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri