tirto.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kembali mendesak pemerintah segera mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Presiden KSPI Said Iqbal menuding ketentuan dalam PP Pengupahan menghapus peran buruh dalam negosiasi dengan pengusaha soal penentuan upah. Akibatnya, upah yang ditentukan setiap tahunnya belum cukup menjawab kebutuhan hidup para pekerja.
“Kami minta PP Nomor 78 Tahun 2015 dicabut karena mengembalikan rezim upah murah,” ucap Said di Jakarta pada Rabu (26/12/2018).
Said mengatakan penentuan upah buruh yang dilakukan secara sepihak merupakan cara-cara yang pernah diterapkan pada rezim pemerintahan Orde Baru. Saat itu, kata dia, upah dikendalikan oleh negara sekaligus mengabaikan perundingan dengan serikat buruh.
Kehadiran PP 78/2015, menurut Said, juga mengulangi permasalahan yang terjadi pada era Orde Baru. Semula perundingan upah terjadi secara tripatrit dengan melibatkan unsur pemerintah, pengusaha, dan buruh. Namun, Said mengatakan PP 78/2015 menciptakan kemunduran lantaran upah hanya ditentukan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang diumumkan pemerintah.
“Kalau begini, bagaimana berundingnya,” kata Said.
Belum lagi saat terjadi kenaikan harga, kata dia, penentuan upah dengan cara itu mengabaikan survei lapangan tentang kebutuhan hidup buruh. Akibatnya, kata dia, angka konsumsi masyarakat pada periode 2010-2014 lebih baik ketimbang 2015-2018.
“Kalau konsumsi turun ya memang karena kami gak punya duit. Gimana mau beli barang,” ucap Said.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom