tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengirimkan draf final Undang-undang Cipta Kerja kepada pemerintah. Terhitung delapan hari kerja sejak disahkan, salinan resmi undang-undang kontroversial tersebut diserahkan.
Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat, Indra Iskandar datang menyerahkan dokumen tersebut, Rabu (14/10) pukul 14.20 WIB. Setelah tiga setengah jam, ia meninggalkan kantor Sekretariat Negara, Jakarta.
Presiden Joko Widodo punya waktu satu bulan untuk menandatangani UU Cipta Kerja. Di waktu sama, pemerintah pusat sedang menyiapkan 40 aturan turunan.
Sebelum akhirnya Jokowi menerima undang-undang Cipta Kerja, pengesahannya di tangan legislatif tampak tergesa-gesa.
Pada hari pengesahan, Senin 5 Oktober pukul 14.02 beredar surat undangan rapat paripurna tanpa pembahasan UU Cipta Kerja. Lima puluh tiga menit kemudian, muncul lagi undangan rapat paripurna dengan agenda pengesahan dalam urutan agenda keenam.
Sidang paripurna dimulai pukul 15.25. Pimpinan sidang Azis Syamduddin lalu mengusulkan pengesahan undang-undang ke urutan kedua. Peserta rapat menyetujui.
Mendadaknya agenda sidang membuat anggota dewan bertanya-tanya, apalagi menurut Amin AK dari Fraksi Partai Keadilan dan Sejahtera, tak dibagikan draf final RUU Cipta Kerja kepada anggota yang hadir.
Achmad Baidowi, wakil ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat mengklaim masalah draf yang tak dibagikan bukan urusan badan musyawarah yang membuat undang-undang sapu jagat ini.
“[Tidak ada anggota yang bertanya soal naskah] karena mereka paham kewenangan Bamus hanya penjadwalan," katanya.
Setelah rapat dimulai, sembilan menteri masuk ke dalam ruangan, menandakan pengesahan undang-undang makin dekat.
Protes terjadi di antara anggota dewan. Benny Kabur Harman dari Fraksi Demokrat bersitegang dengan pimpinan rapat. Terhitung empat kali mikrofon dimatikan yang memicunya untuk meninggalkan rapat (walk out) dan menyatakan tak bertanggung jawab terhadap UU Cipta Kerja.
Setelah dihujani protes, pengesahan RUU menjadi UU terjadi pukul 17.52 WIB.
Selama delapan hari setelah pengesahan, terjadi protes besar menentang omnibus law setidaknya di 18 provinsi di Indonesia. Ribuan pendemo ditangkap, terluka dan ditahan. Terjadi kekerasan terhadap jurnalis hingga paramedis yang menjalankan tugas seusi undang-undang dan panggilan kemanusiaan.
Bersamaan dengan itu muncul empat versi draf undang-undang Cipta Kerja. Versi draf itu masing-masing setebal 905 halaman (beredar 5 Oktober); setebal 1.052 halaman (beredar 9 Oktober); setebal 1.035 halaman (beredar 12 Oktober pagi); dan setebal 812 halaman (beredar 12 Oktober malam). Dokumen 812 halaman diakui sebagai draf resmi dan final.
Selama mengubah draf, diklaim hanya redaksional dan format kertas. Pada kenyataannya, terindikasi perubahan substansi.
Perbandingan draf 905 halaman (saat disahkan) dan draf 812 halaman (final) ada penambahan frasa dan ayat serta pasal.
Salah satunya penambahan 1 ayat dalam pasal 79 UU 13/2003 versi 812 halaman.
Jumlah ayat dalam pasal 79 UU 13/2003 menjadi 6 ayat, padahal dalam draf versi 905 halaman hanya 5 ayat.
Selain itu, pasal 88A memuat 8 ayat, sebelumnya hanya 5 ayat. Versi yang terbaru ini juga menambahkan peran pemerintah daerah, sebelumnya cuma pemerintah pusat.
Perubahan paling signifikan dalam UU 13/2003 pasal 154A ayat (1). Isi pasal 154A ayat (1) huruf a, b, c, i, j, k versi 905 halaman berubah menjadi lebih panjang ketimbang versi 812 halaman. Pada huruf h versi UU Cipta Kerja 812 halaman, ada penambahan 6 angka tentang permohonan PHK oleh pekerja. Dalam versi 905 halaman, itu tidak dijabarkan. Jumlah abjad juga berubah.
Menurut Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen, I Made Leo, perubahan tersebut menabrak aturan DPR sendiri yakni nomor 2 tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang.
--------------
Untuk mengetahui detail detik-detik pengesahan dan rapat-rapat tersembunyi pembuatan omnibus law UU Cipta Kerja silakan baca dua laporan rubrik Indepth: Skandal DPR dan Pemerintah Jokowi Mengesahkan RUU Cipta Kerja dan Rapat-Rapat Penentu RUU Cipta Kerja.
Editor: Rio Apinino