Menuju konten utama

Demo Tolak Omnibus Law: Relawan Medis Juga Korban Kebrutalan Polisi

Polisi tak hanya melukai jurnalis--yang semestinya tak disentuh. Mereka juga menyerang petugas medis dan ambulans.

Demo Tolak Omnibus Law: Relawan Medis Juga Korban Kebrutalan Polisi
Polisi membuat barisan pagar betis untuk menahan massa yang berupaya masuk komplek pendopo Kabupaten Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (12/10/2020). ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/hp.

tirto.id - Polisi merazia ambulans dan relawan medis saat demostrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2020). Ambulans yang mencoba meloloskan diri dari razia lantas ditembaki kemudian orang yang ada di dalamnya ditangkap.

Ambulans relawan medis yang dirazia dan kemudian ditangkap itu merupakan bagian dari Team Rescue Ambulance Indonesia (TRAI) Korwil Jakarta Raya. Sebuah perkumpulan relawan kemanusiaan yang biasa memberikan bantuan kepada setiap orang yang membutuhkan jasa ambulans.

Pengurus TRAI Korwil Jakarta Raya Muhammad Kahfi kepada Tirto, Rabu (14/10/2020) menceritakan bagaimana kronologi dua ambulans itu dirazia dan kemudian ditangkap. Mereka mulanya mendapatkan informasi dari dokter bahwa ada korban di area demonstrasi pada Selasa (13/10/2020) yang perlu dievaluasi.

Dua ambulans kemudian meluncur ke lokasi. Satu ambulans merupakan milik

Yayasan Al Akhyar berada di depan dioperatori oleh relawan TRAI, kemudian satu ambulans di belakang merupakan milik TRAI.

Kedua ambulans masing-masing ada empat orang relawan TRAI, dikawal dua orang relawan menggunakan motor. Namun, belum sampai lokasi dan mengevakuasi korban mereka dihentikan polisi.

"Operator [ambulans] yang depan diturunkan secara paksa dengan dibanting. Jadi driver yang belakang panik. Akhirnya mundur, Dia takutnya kalau tetap berhenti akan seperti itu juga [dibanting polisi]," kata Kahfi.

Operator ambulans yang belakang kata dia hanya panik dan berniat menyelamatkan diri karena khawatir mendapatkan kekerasan dari polisi. Ia juga membantah bawa ambulans tersebut membawa batu untuk para pendemo.

"Itu tuduhan saja. Kita hanya membawa logistik Aqua tiga kardus dan satu kardus snack warna putih. Tidak ada batu. Hanya Aqua dan snack," ujar Kahfi.

Pengurus Yayasan Al Akhyar, Muhidin Marzuki mengakui bahwa mobil ambulans memang milik yayasan pengelola panti asuhan tersebut.

“Dari video yang saya lihat sepertinya memang iya [itu mobil ambulans yayasan]. Tapi terkait mobil itu bisa di sana kronologinya saya tidak tahu,” kata Muhidin saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (14/10/2020).

Terkait kronologi, Muhidin kemudian merujuk ke Abdul Wahab yang sehari-hari bekerja di yayasan untuk mengurus mobil ambulans tersebut, Abdul Wahab saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (14/10/2020) juga tak mengetahui persis kronologi bagaimana ambulans tersebut dirazia oleh polisi.

Ia bilang mobil ambulans tersebut pada Selasa (13/10/2020) pagi dipinjam oleh seorang yang ia kenal baik. Ambulans tersebut, kata Wahab, memang sering dipinjam untuk keperluan sosial membantu masyarakat yang membutuhkan.

“Pas dipinjam bilangnya mau digunakan untuk bantu masyarakat. Memang dia biasanya pinjam untuk keperluan sosial,” katanya.

Wahab baru mengetahui jika ambulans tersebut kena razia polisi pada Selasa malam. Ia pun belum dapat berkomunikasi dengan orang yang meminjam ambulans tersebut. “Sampai sekarang saya belum tahu posisi mobilnya di mana,” katanya.

Versi Polisi

Polisi awalnya memberhentikan dua motor yang di belakangnya ada dua ambulans. Semuanya mengarah ke lokasi demonstrasi. Ambulans itu diperiksa juga.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Rabu (14/10/2020), mengatakan mereka merazia karena curiga. “Informasi yang kami dapat, ada yang mencoba memanfaatkan situasi saat itu,” katanya. Ada dugaan ambulans “mengirimkan logistik dan batu untuk para pendemo.”

Sebuah ambulans ketika hendak dicek malah coba melarikan diri, katanya. Yusri bilang ambulans itu hampir menabrak petugas saat mundur. Pun demikian saat tancap gas. Saat mencoba kabur itulah satu orang di dalam ambulans, kelak diketahui berinisial N, melompat ke luar. Ia langsung ditangkap polisi.

Ambulans yang melaju kencang coba dihentikan polisi dengan tembakan gas air mata, namun gagal. Polisi kemudian melakukan pencarian dan menemukan ambulans tersebut di Taman Ismail Marzuki. Saat itu ada tiga orang yang langsung ditangkap.

Kejadian serupa dialami empat relawan medis dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Ketua MDMC Budi Setiawan mengatakan itu terjadi saat para relawan sedang memantau kondisi di sekitar gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.

Selepas magrib, “datanglah rombongan Resmob Polda Metro dari arah Hotel Treva Cikini langsung menyerang relawan dan beberapa warga yang ada di halaman Apartemen Fresher Menteng,” katanya. Polisi bersepeda motor menabrak empat relawan yang sebetulnya pakai rompi pengenal bertuliskan Relawan Muhammadiyah. Para relawan tersebut juga dipukul sampai jatuh dan “diseret ke mobil [polisi] sambil dipukul dengan tongkat dan ditendang.”

Mengenai kasus yang satu ini, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus meminta korban melapor ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

Polisi Keliru

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan tindakan polisi yang merazia bahkan menembaki ambulans dan menangkap relawan keliru. “Dan bisa dianggap sebagai intimidasi terhadap tenaga medis yang dicurigai bersimpati dengan pengunjuk rasa,” kata Usman kepada reporter Tirto, Rabu.

Apa yang dilakukan polisi menurutnya sama seperti serangan terhadap fasilitas dan penyedia medis di luar maupun di dalam lokasi protes. “Tindakan itu juga menghalangi akses ke fasilitas perawatan kesehatan bagi orang-orang yang terluka oleh kekuatan kepolisian saat menangani protes.”

Polisi harusnya memiliki kesadaran bahwa tugas, tanggung jawab, dan kewajibannya adalah sebagai penegak hukum. Dalam konteks itulah mereka semestinya bertindak. Mereka tidak perlu sampai melakukan tindakan penangkapan sampai menembaki ambulans dengan gas air mata.

“Yang paling sederhana adalah petugas kepolisian dapat mengikuti ke mana ambulans itu pergi. Memotret, merekam video, dan kemudian melakukan penyidikan berupa pemanggilan, pemeriksaan, bahkan penyitaan jika memang itu untuk keperluan pengumpulan bukti ilmiah dan bukti yuridis,” katanya.

Ia mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan. “Komnas HAM harus memeriksa petugas polisi yang terlibat dalam tindakan menyerang para medis dan juga jurnalis,” kata Hamid.

Baca juga artikel terkait DEMO UU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino