Menuju konten utama

Kronologi Kasus Pembacokan atau Klitih di Jogja dan Respons Polisi

Klitih adalah suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran, tapi dalam dunia remaja Jogja, pemaknaannya berkembang sebagai aksi kekerasan.

Kronologi Kasus Pembacokan atau Klitih di Jogja dan Respons Polisi
Ratusan anggota organisasi masyarakat (Ormas) melakukan aksi di halaman Polda DIY, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (3/2/2020). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc.

tirto.id - Aksi kekerasan atau kejahatan jalanan yang lebih dikenal dengan istilah klitih kembali terjadi di Yogyakarta.

Satu anak menjadi sasaran pembacokan senjata tajam. Peristiwa itu terjadi pada Senin, 27 Desember 2021, pukul 01.30, di kawasan Jalan Kaliurang, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Kabid Humas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta Kombes Pol Yulianto menyatakan, saat itu korban dan tiga kawannya menuju warung makan, sekitar pukul 00.00 WIB.

"Selesai makan, mereka akan pulang ke rumah temannya. Namun di tengah jalan, korban yang mengendarai motor dilempar botol dan ditendang sehingga jatuh," kata dia ketika dihubungi Tirto, Selasa (28/12/2021).

Kemudian terduga pelaku mengejar korban yang berusaha melarikan diri. Korban luka di bagian punggung, telapak tangan, dan mulut. Lantas korban mengadukan peristiwa itu ke Polsek Naglik.

Polisi menindaklanjuti perkara, pukul 21.00, pada hari yang sama, polisi menangkap lima terduga pelaku.

"Saat ini sedang kami dalami peran masing-masing untuk menentukan apakah yang bersangkutan bisa dilanjutkan ke proses penyidikan atau tidak," sambung Yulianto. Kelima orang itu kini ditahan di Polsek Naglik.

Di hari yang sama, Senin (27/12/2021) aksi kejahatan jalanan atau klitih juga terjadi di underpass Kentungan, Sleman, Jogja.

Kepada redaksi Tirto, Pipoy, salah satu korban klitih, menjelaskan kejadian yang ia alami saat pulang kerja pada Senin (27/12/2021) malam.

Saat kejadian, menurutnya sekitar pukul 19.00 kurang, kala itu ia sedang pulang kerja. Karena kondisi Jogja yang hujan dan mata Pipoy minus, sehingga membuatnya mengendarai motor dengan pelan.

"Jadi kacamataku berembun dan aku naik motor pelan-pelan dari Palagan pas lewat underpass Kentungan lampu belum nyala jadi gelap," ujarnya saat dihubungi redaksi Tirto.

"Pas jalan turunan ada mobil dia itu cat calling nah pas lihat spion sebelah kanan ada mobil jauh, sebelum aku lihat spion kiri udah ada motor metik 2 orang ciri-cirinya kurus semua, dia megang tangan aku langsung reflek keluar kata kasar terus aku buru-buru tancap gas," tambahnya.

Pipoy awalnya mengira ia akan dibegal sehingga langsung tancap gas dan masuk jalur cepat agar bisa berada di tengah-tengah mobil lainnya. Tetapi sampai kost ia baru menyadari bahwa tangannya terluka dan jaketnya sobek.

"Terus aku lewat jalur cepat biar bisa nyalip di mobil, di lampu merah Gejayan aku lihat spion udah enggak kelihatan orangnya, setelah di kost pas baru masukin motor kok tanganku perih ternyata pas aku masuk kost jaketku udah bolong udah berdarah tangannya," ujarnya.

Meski begitu, Pipoy memutuskan untuk tak melaporkan kejadian tersebut ke Polisi. Ia lebih memilih membagikan kisah tersebut di Twitter agar masyarakat di Jogja lebih berhati-hati terhadap klitih.

Keputusan Pipoy tak melaporkan kasus yang ia alami, menurutnya juga karena sudah banyak kasus serupa yang terjadi di Jogja namun hingga saat ini klitih masih saja terjadi di Jogja.

Sementara itu, sebagian besar kasus klitih yang terjadi di Jogja korbannya adalah laki-laki. Pipoy pun merasa heran mengapa ia yang seorang perempuan juga menjadi korban.

"Setahuku klitih biasanya korbannya laki-laki, mungkin karena baju yang aku pakai dari belakang kelihatan kayak laki-laki, aku pakai baju gombrong," ujarnya.

Ramai tegar #YogyaTidakAman di Twitter

Tagar #YogyaTidakAman #Klitih hingga #SriSultanYogyaDaruratKlithih ramai diperbincangkan warganet di Twitter, hari ini.

'Klitih' jadi perbincangan lantaran seorang warganet mengisahkan kejadian klitih yang ia alami. Lantas banyak warganet di Twitter yang juga berbagi cerita klitih yang mereka temui atau dialami sendiri. Tagar tersebut juga menjadi respons kejahatan jalanan yang terjadi di Yogyakarta.

Dalam bahasa Jawa, klitih adalah suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran, tapi dalam dunia remaja Yogyakarta, pemaknaannya kemudian berkembang sebagai aksi kekerasan atau kejahatan jalanan dengan senjata tajam atau tindak-tanduk kriminal anak di luar kelaziman.

Suprapto, kriminolog yang pernah bergabung di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, pada 4 Februari 2020 lalu mengatakan, tak setuju dengan istilah klitih yang digunakan untuk mendefinisikan kejahatan jalanan.

"Kejahatan jalanan itu beda dengan klitih. Jangan menyebut klitih karena klitih sendiri berarti aktifitas positif yang dilakukan untuk mengisi waktu luang. Sayangnya ini kemudian diadaptasi pelajar atau remaja untuk kegiatan mencari musuh," ujar Suprapto, 4 Februari 2020.

Baca juga artikel terkait KLITIH atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari