Menuju konten utama

KPU Minta Masukan Ahli Soal Perbedaan Putusan Caleg Rangkap Jabatan

KPU dan ahli hukum tata negara juga membahas keputusan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan Oesman Sapta Odang terhadap putusan KPU soal pencalegan.

KPU Minta Masukan Ahli Soal Perbedaan Putusan Caleg Rangkap Jabatan
Ketua KPU RI Arief Budiman di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (14/11/2018). tirto.id/Lalu Rahadian

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meminta masukan dari sejumlah ahli hukum tata negara dan pemilu untuk menyikapi perbedaan putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang caleg DPD RI yang merangkap jabatan di partai politik.

Permintaan pandangan dan saran dilakukan KPU dalam forum diskusi yang diselenggarakan, Rabu (14/11/2018). Dalam diskusi, KPU dan sejumlah ahli hukum tata negara juga membahas keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang terhadap putusan KPU soal pencalegan.

"KPU akan segera ambil sikap dalam waktu dekat supaya tindak lanjutnya komprehensif dan tidak bertentangan. Kami harus kaji secara utuh seluruh salinan putusan baik dari MK, MA, PTUN supaya nanti tak ada perdebatan tentang tindak lanjut KPU," kata Ketua KPU RI Arief Budiman di kantornya.

Keputusan yang dibahas KPU bersama ahli hukum adalah Putusan MA soal uji materi PKPU 26/2018. Pada putusan bernomor 65P/HUM/2018, MA menyatakan PKPU 26/2018 tak dapat digunakan. Alasannya, Ada pasal di aturan itu yang bertentangan dengan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal yang dimaksud bernomor 60 A. MA menganggap pasal itu punya kekuatan hukum mengikat asal tidak berlaku surut terhadap peserta pemilu DPD yang mengikuti tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilu 2019 berdasarkan PKPU 7/2017.

Padahal, pada 23 Juli 2018 Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan putusan ihwal posisi anggota DPD yang juga menjabat sebagai pengurus parpol. MK memutuskan calon anggota DPD maupun anggota DPD RI tidak boleh menjabat posisi apa pun di parpol.

Putusan MK bernomor 30/PUU-XVI/2018 tersebut dan ketentuan dalam PKPU 26/2018 sempat berakibat nama OSO dicoret dari daftar bakal caleg DPD di Pemilu 2019, pada September lalu. Ini lantaran OSO tak juga mundur dari posisi Ketua Umum Hanura hingga tenggat yang ditentukan KPU.

"Kami sudah terima pendapat para ahli. Selanjutnya KPU akan merumuskan dari catatan dan masukan tadi sikap apa yang harus kami jalankan termasuk bagaimana membuat putusan itu supaya tak punya masalah di kemudian hari. Jadi itu semua kami bahas tadi. Secara administrasi dan substansi tadi kami diskusikan," kata Arief.

PTUN Jakarta juga baru saja mengabulkan gugatan OSO terhadap KPU RI. Majelis Hakim PTUN Jakarta menyatakan Surat Ketetapan Daftar Caleg Tetap (DCT) yang pernah dikeluarkan KPU RI pada 20 September 2018 batal dan harus dicabut.

Majelis Hakim juga disebut mewajibkan KPU membuat SK DCT baru yang di dalamnya terdapat nama OSO Sebagai caleg DPD RI. Hasil sidang itu diungkap kuasa hukum OSO, Yusril Ihza Mahendra.

"Pertimbangan majelis sama persis dengan gugatan kami. Intinya KPU melanggar aspek prosedur dan substansi karena memberlakukan putusan MK secara surut," kata Yusril ketika dihubungi wartawan.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Dipna Videlia Putsanra