tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana menggelar diskusi bersama sejumlah ahli hukum tata negara dan administrasi negara untuk mencari kejelasan soal perbedaan putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang caleg DPD yang merangkap jabatan di partai politik.
Rencana itu muncul setelah KPU RI menerima salinan putusan MA soal uji materi PKPU Nomor 26 Tahun 2018. Putusan MA tersebut menyatakan caleg DPD RI bisa rangkap jabatan di parpol.
"Satu, kami akan bikin kajian. Kedua, kami undang ahli hukum. Ketiga, lakukan audensi dengan MK dan juga MA, keempat barulah kemudian kami ambil sikap, bagaimana kemudian selanjutnya," ujar Ketua KPU RI Arief Budiman di kantornya, Selasa (13/11/2018).
Uji materi yang dikabulkan MA diajukan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO). Pokok perkaranya, OSO meminta MA membatalkan norma di PKPU 26/2018 yang menyebut calon anggota DPD RI harus melepas jabatannya di partai politik.
Padahal, pada 23 Juli 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan putusan sama ihwal posisi anggota DPD yang juga menjabat sebagai pengurus parpol. MK memutuskan calon anggota DPD maupun anggota DPD RI tidak boleh menjabat posisi apa pun di parpol.
Putusan MK bernomor 30/PUU-XVI/2018 tersebut dan ketentuan dalam PKPU 26/2018 sempat berakibat nama OSO dicoret dari daftar bakal caleg DPD di Pemilu 2019, pada September lalu. Ini lantaran OSO tak juga mundur dari posisi Ketua Umum Hanura hingga tenggat yang ditentukan KPU.
Mengenai apa yang akan dilakukan oleh KPU setelah berdiskusi dengan ahli hukum dan beraudiensi bersama MA dan MK, Arief mengatakan, "Mereka boleh kasih apa pun rekomendasi, tapi kan KPU yang memutuskan."
"Pasti nanti akan kami tindaklanjuti [putusan MA] tetapi kemudian bagaimana menyikapinya, itu yang kami tidak ingin salah melakukan tindak lanjut," Arief menambahkan.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom