tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian, dengan pidana tujuh tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan DP 0 rupiah di Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur. Selain itu, jaksa juga menuntut Tommy untuk membayar denda sebesar Rp300 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap Tommy Adrian dengan pidana penjara tujuh tahun dan pidana denda Rp300 juta," kata Jaksa dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
Selain Tommy, Jaksa juga menuntut terdakwa lainnya, Rudy Hartono, yang merupakan Direktur PT Aldira Berkah, dengan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap Rudy Hartono Iskandar dengan pidana selama sembilan tahun dan pidana denda Rp300 juta," ujar Jaksa.
Selain itu, Rudy juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp224.21 miliar, dengan ketentuan apabila tidak bisa membayar selama satu bulan setelah putusan maka harta bendanya akan disita.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti pidana penjara selama lima tahun," tutur Jaksa.
Jaksa KPK menyampaikan hal yang memberatkan bagi Tommy dan Rudy antara lain perbuatan mereka yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, tidak mengakui perbuatan, dan berbelit dalam persidangan. Sedangkan, hal yang meringankan adalah mereka memiliki tanggungan keluarga.
Jaksa menilai para terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu.
Diketahui, dalam kasus ini, kedua terdakwa bersama mantan Direktur Utama Perumda Perumahan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, didakwa telah merugikan negara senilai Rp256 miliar terkait dengan pengadaan lahan.
Mereka didakwa telah bersekongkol dalam proses jual-beli lahan di Pulo Gebang. Keputusan pembelian tanah Pulo Gebang dan negosiasi harga tersebut tidak sesuai dengan standar operasional prosedur karena dilakukan tanpa adanya kajian analisa Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Selain itu, pembelian ini juga dilakukan tanpa adanya penilaian atau appraisal dari konsultan yang ditunjuk oleh Perumda Sarana Jaya dan tanpa didahului rapat pleno Direksi Perusahaan BUMN Pemprov DKI Jakarta itu.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher