tirto.id - Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) kembali membongkar penampungan ilegal calon pekerja migran Indonesia (PMI) di wilayah Bogor, Jawa Barat. Dalam operasi tersebut, Tim Reaksi Cepat KPPMI berhasil menyelamatkan delapan calon PMI. Mereka ditampung di sebuah kamar apartemen dan rencananya akan diberangkatkan ke Uni Emirat Arab.
Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, mengungkap bahwa modus calo yang hendak memberangkatkan mereka adalah dengan memberikan sejumlah uang sebagai bagian dari proses pemberangkatan.
“Dia diiming-imingi. Dia, misalnya, untuk berangkat bekerja, lalu mau dikasih uang Rp9 juta. Ternyata gak dikasih-kasih, hanya Rp2 juta,” kata Karding usai menemui delapan calon PMI di Shelter PMI Serang, Benda, Kota Tangerang pada Kamis (26/12/2024).
Dia menyebut bahwa para calon PMI nonprosedural itu juga mengalami penahanan dokumen perjalanan oleh calo yang diduga akan memalsukan identitasnya.
“Yang saya khawatir, saya menduga ini dipakai untuk buat paspor palsu. Beda nama sedikit, beda foto sedikit. Kayak gitu-gitu tuh,” ucap Karding.
Selain itu, Karding mengatakan bahwa para korban sejatinya tak mengetahui dengan jelas proses keberangkatan mereka sebagai tenaga kerja ke luar negeri. Bahkan, kata dia, para calon pekerja ilegal itu tak sadar bakal menjadi korban penipuan.
“Ya mereka korban ini. Mereka pasti korban karena tidak tahu apa-apa. Kalau dia penyalurnya itu resmi, pasti akan menjelaskan cara berangkat yang benar seperti ini, seperti ini,” ucap dia.
Hingga saat ini, kepolisian telah menangkap dua orang terduga pelaku calo pekerja migran dan telah menahannya di Polres Bogor untuk diperiksa lebih lanjut. Sementara itu, Karding menyebut kementeriannya masih menelusuri kemungkinan adanya jaringan besar di balik kasus ini.
“Pokoknya, yang di Dubai kan namanya jaringan. Di sana kan kita harus butuh waktu kan, baru kemarin, baru dua hari kemarin, jangan terlalu cepat,” ujar dia.
Di samping itu, Karding juga menanyakan mengapa para calon pekerja migran itu bersikeras untuk bekerja di luar negeri. Padahal, kata dia, gaji yang ditawarkan di negara tujuan tak memiliki selisih banyak dengan gaji di Indonesia.
"Kenapa enggak coba cari pekerjaan dalam negeri? Paling beda Rp1 juta," tanya Karding.
"Susah, Pak [cari kerja]," kata seorang CPMI nonpresedural.
Para calon pekerja itu menyebut bahwa ekonomi menjadi alasan kuat mengapa mereka ingin berangkat bekerja di luar negeri. Apalagi, mayoritas mereka menjadi tulang punggung keluarga.
“Nganggur, [suami kerja] serabutan,” sahutnya.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fadrik Aziz Firdausi