tirto.id - Penyidik KPK menemukan data tidak valid sebesar 89 persen atau sekitar 1,5 juta penduduk Papua penerima bantuan sosial, dari total penerima 1,69 juta orang.
Data tersebut tidak sesuai dengan nomor induk kependudukan (NIK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Hal itu diungkapkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam evaluasi dan rapat koordinasi bersama Ketua Majelis Rakyat Papua, Ketua DPRD Provinsi juga Ketua DPRD Kabupaten/Kota di Papua, serta perwakilan Kemensos, dan instansi terkait.
"KPK mendorong seluruh kepala daerah di lingkungan Provinsi Papua untuk melakukan pembenahan basis data terpadu kesejahteraan sosial [DTKS] atau data penerima bantuan sosial se-Provinsi Papua," ujar Febri, Selasa (12/11/2019).
KPK juga menyarankan agar pemprov, pemkab, dan pemkot Papua dapat serius membangun sistem informasi dan database Orang Asli Papua (OAP).
Sebab dari 30 pemerintah daerah di Papua hanya 3 kabupaten/kota yang telah melakukan finalisasi data terpadu. Antara lain Kabupaten Merauke, Jayawijaya, dan Keerom.
Selain itu, KPK juga menemukan masih banyak aset milik pemda yang dikuasai secara tidak sah oleh pihak lain.
Hal tersebut, kata Febri, menjadi fokus lain dalam pertemuan tersebut, tujuannya agar pemda bisa memperkuat dan mengoperasionalkan penertiban dan pengamanan aset milik pemda dengan membangun kerja sama kepada Kejaksaan dan BPN.
Hingga saat ini, KPK mencatat sekurangnya total Rp21 Miliar aset pemda se-provinsi Papua telah diselamatkan.
Aset tersebut yakni 3 bidang tanah/bangunan senilai Rp1,45 Miliar dan 42 kendaraan dinas (randis) senilai Rp7,4 Miliar milik Pemkot Jayapura; 17 unit randis milik Pemkab Jayapura senilai Rp3,7 Miliar; 14 unit randis milik Pemkab Biak Numfor senilai Rp2,8 Miliar; 2 unit randis milik Pemkab Boven Digoel senilai Rp2,2 Miliar; 6 unit randis milik Pemkab Intan Jaya senilai Rp1,76 Miliar; 11 unit randis milik Pemkab Asmat senilai Rp1,3 Miliar; dan 2 unit randis milik Pemkab Puncak Jaya senilai Rp636 juta.
KPK meminta kepada Pemkab Yalimo, Pemkab Supiori dan sejumlah pemda lainnya untuk menyerahkan data nilai aset yang masih dalam penguasaan pihak lain.
KPK juga menggandeng BPN untuk upaya mendorong akselerasi sertifikasi aset tanah atau bangunan milik Pemda.
Dari data yang diterima KPK, baru 49 persen yakni 2.242 yang telah bersertifikat dari sekitar total 4.568 bidang tanah milik pemda.
KPK menilai data ini baru sebagian yang dilaporkan, diduga masih lebih banyak bidang tanah milik pemda yang belum bersertifikat.
"Terkait aset-aset yang bermasalah ini diharapkan dapat diselesaikan melalui prosedur perdata dan tata usaha negara dengan penyerahan surat kuasa khusus dari kepala daerah kepada kepala Kejaksaan. Kejaksaan selanjutnya akan menjadi jaksa pengacara negara bagi pemda untuk melakukan pengamanan dan penyelamatan aset pemda," pungkas Febri.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali