Menuju konten utama

KPK Tegaskan Penetapan Tersangka Imam Nahrawi Murni Penegakan Hukum

KPK memastikan tidak ada muatan politis dalam penetapan Imam Nahrawi sebagai tersangka. Status tersangka ditetapkan berdasarkan bukti.

KPK Tegaskan Penetapan Tersangka Imam Nahrawi Murni Penegakan Hukum
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus dugaan korupsi, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ama.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penetapan eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka dalam kasus suap dana hibah Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) murni penegakan hukum.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah memastikan penetapan tersangka Imam juga tidak berkorelasi dengan revisi undung-undang KPK.

"Pada pihak-pihak yang masih menghubungkan antara penanganan perkara yang dilakukan KPK, termasuk penyidikan yang melibatkan Menpora, dengan pernyataan Pimpinan KPK pada hari Jumat lalu, mereka kami sarankan untuk membaca kembali UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK agar pendapat yang disampaikan tidak hanya bersifat politis dan asumsi, tetapi memiliki dasar hukum," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulis pada Jumat (20/9/2019).

Febri menjelaskan, Imam Nahrawi dan staf pribadinya, Miftahul Ulum ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Agustus 2019. Penetapan dilakukan sebelum polemik soal revisi UU KPK. Febri menerangkan, konferensi pers pada 18 September lalu hanya lah pengumuman.

Febri tidak memungkiri ada jeda waktu antara penetapan tersangka dan pengumumannya. Namun, jeda waktu dilakukan karena karakteristik kasus dan tindakan awal yang dibutuhkan penyidik KPK sehingga tidak bisa disamaratakan.

Dalam kasus suap danah hibah KONI, KPK sempat memanggil 6 orang saksi untuk diperiksa, KPK juga memeriksa dan menahan Miftahul Ulum sebelum konferensi pers.

Dugaan keterlibatan Imam Nahrawi dalam suap KONI memang sudah muncul saat jaksa membacakan tuntutan untuk dua terdakwa kasus suap dana hibah KONI yakni Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy.

Dalam pembacaan tuntutan, jaksa menyatakan Imam dan Ulum bermufakat jahat untuk menerima fee terkait pengurusan dana hibah untuk KONI tahun 2018.

Jaksa mengungkapkan, terdakwa Johny E Awuy pernah memberikan uang total Rp11,5 miliar kepada Miftahul Ulum secara bertahap atas pengetahuan Ending Fuad Hamidy. Uang itu diduga akan diteruskan lagi ke tangan Imam Nahrawi.

Kedua terdakwa telah sepakat dengan Ulum bahwa fee untuk Kemenpora ialah 15 persen hingga 19 persen dari total bantuan dana hibah yang dicairkan. Fee itu diperlukan guna memuluskan pencairan proposal yang diajukan KONI.

Adapun kronologi pemberian Ending kepada Imam sebagai berikut:

- Maret 2018, Hamidy atas sepengetahuan Johny memberikan Rp2 miliar kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI lantai 12. Februari 2018, Hamidy memberikan Rp500 juta kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI. Juni 2018, Hamidy memberikan Rp3 miliar kepada orang suruhan Miftahul Ulum bernama Arief.

- Mei 2018, Hamidy memberikan Rp3 miliar kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI Pusat.

- Sebelum Lebaran 2018, Hamidy menyerahkan uang senilai Rp3 miliar dalam bentuk mata uang asing kepada Ulum di lapangan tenis Kemenpora.

Kesimpulan jaksa KPK didukung dari keterangan terdakwa Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy. Selain itu, ada pula bukti berupa keterangan saksi Eni Purnawati selaku Kepala Bagian Keuangan KONI, dan saksi Atam selaku staf KONI.

Kesaksian itu pun diperkuat dengan barang bukti berupa buku tabungan bank atas nama Johny E Awuy dan rekening korannya, serta kartu ATM yang pernah diserahkan Johny kepada Ulum. Jaksa juga memegang bukti elektronik berupa rekaman rekaman percakapan antar pihak-pihak yang terlibat.

Baca juga artikel terkait KASUS DANA HIBAH KONI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Andrian Pratama Taher