tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia tahun anggaran 2012 di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnaker), Kamis (25/1/2024).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan ketiga tersangka itu adalah Reyna Usman (RU) selaku Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemnaker periode 2011-2015.
Lalu, I Nyoman Darmanta selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) atau kini disebut pekerja migran Indonesia (PMI) dan Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).
Alex menyatakan, penangkapan ketiga tersangka itu bermula saat Kemnaker melakukan pengadaan sistem proteksi PMI pada 2012.
"RU (Reyna Usman) selanjutnya mengajukan anggaran untuk 2012 sebesar Rp20 miliar ke Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja. Selanjutnya IND dipilih dan diangkat sebagai PPK dalam pengadaan tersebut," katanya melalui siaran YouTube KPK, Kamis (25/1/2024).
"Atas dasar kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan tersangka RU dan IND untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 25 Januari-13 Februari 2024 di Rutan KPK. Sedangkan KRN, kami ingatkan untuk kooperatif dan hadir pada penjadwalan pemanggilan selanjutnya," lanjut Alex.
Konstruksi Kasus Korupsi Proteksi TKI Kemnaker
Pada Maret 2012, Reyna melakukan pertemuan dengan Nyoman dan Karunia terkait penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) yang kemudian disepakati sepenuhnya menggunakan data tunggal dari PT AIM.
Alex menyatakan, proses lelang saat itu telah dikondisikan agar pemenangnya adalah PT AIM milik Karunia. Saat itu, Karunia telah menyiapkan dua perusahaan lain yang seolah-olah mengikuti lelang.
Namun, dua perusahaan itu tidak melengkapi syarat-syarat lelang agar PT AIM memenangkan proses lelang tersebut.
"Pengondisian pemenang lelang, diketahui sepenuhnya oleh IND dan RU," tutur Alex.
Menurut Alex, kontrak pekerjaan kemudian dilakukan. Tim panitia penerima hasil pekerjaan kemudian memeriksa pekerjaan tersebut. Hasil pemeriksaan, ada item pekerjaan yang tak sesuai spesifikasi.
"Dilakukan pemeriksaan dari Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, didapati adanya item-item pekerjaan yang
tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah mulai kerja, diantaranya komposisi hardware dan software," urai Alex.
Nyoman kemudian melakukan pembayaran penuh kepada Kurnia. Padahal, pekerjaan proyek itu belum rampung sepenuhnya.
Berdasarkan perhitungan, dugaan kerugian negara mencapai Rp17,6 miliar dalam kasus ini.
Ketiganya disangkakan Pasal 5 huruf e dan f Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Pasal 6 huruf c dan g Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dan Pasal 11 ayat (1) huruf e Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Maya Saputri