Menuju konten utama

KPK Sebut Belum Terima Laporan Gratifikasi Hari Raya Idul Fitri

Hingga 10 Mei 2019 KPK belum menerima pelaporan gratifikasi terkait Hari Raya Idul Fitri 2019.

KPK Sebut Belum Terima Laporan Gratifikasi Hari Raya Idul Fitri
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Antaranews/Benardy Ferdiansyah

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan belum ada satu pun penyelenggara negara yang melaporkan penerimaan gratifikasi di bulan Ramadan.

Padahal, KPK sudah mengeluarkan edaran agar para penyelenggara negara untuk tidak menerima gratifikasi Hari Raya Idul Fitri 2019.

"Hingga 10 Mei 2019 KPK belum menerima pelaporan gratifikasi terkait Hari Raya Idul Fitri 2019," Kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Senin (13/5/2019).

Pelaporan gratifikasi dalam dua tahun terakhir mengalami penurunan. Dalam pelaporan 2017, KPK menerima 172 laporan, terdiri atas: 40 laporan dari kementerian/lembaga; 50 laporan dari pemda; dan 82 laporan dari BUMN.

Total nilai pelaporan gratifikasi terkait dengan Hari Raya Idul Fitri tersebut senilai Rp161.660.000,-. Dengan rincian Rp22.730.000 dari K/L; Rp66,250,000 dari pemda; dan Rp72,680,000 dari BUMN.

Barang-barang pemberian gratifikasi yang dilaporkan tersebut beragam bentuknya mulai dari parcel makanan dan barang pecah belah, uang, pakaian dan alat ibadah, hingga voucher belanja. Nilainya juga beragam mulai dari parcel kue senilai Rp50 ribu hingga parcel barang senilai Rp39,5 juta.

Sementara itu, pada momen Hari Raya Idul Fitri 2018, terjadi penurunan laporan sekitar 11% menjadi 153 laporan.

Pelaporan terdiri atas 54 laporan dari K/L; 40 laporan dari pemda; dan 58 laporan dari BUMN. Namun, total nilai barang gratifikasi yang dilaporkan meningkat menjadi Rp199.531.699,-.

Meskipun jumlah pelaporan menurun, nilai barang gratifikasi yang dilaporkan dari pemda meningkat menjadi Rp96,398,700,-. Di peringkat kedua nilai pelaporan gratifikasi dari K/L sebesar Rp54.142.000,-; dan dari BUMN senilai Rp48.490.999,-.

"Barang gratifikasi yang dilaporkan masih berkisar pada parcel makanan, barang pecah belah, uang, pakaian, hingga voucher belanja dengan nilai terendah Rp20 ribu sampai uang senilai Rp15 juta (pada tahun 2018)," Kata Febri.

Pada tahun 2019 ini, KPK mengingatkan pejabat negara agar sejak awal menolak pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan tanggung jawabnya, terutama pihak yang berpotensi berkepentingan dengan jabatan.

Febri mengimbau agar menolak pemberian gratifikasi pada kesempatan pertama. Apabila pejabat tidak dapat menolak, maka penerimaan gratifikasi tersebut wajib dilaporkan paling lambat 30 hari Kerja kepada KPK.

Ia mengingatkan, pelapor gratifikasi akan terbebas dari ancaman pidana sebagaimana dijelaskan dalam pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Ancaman itu berupa pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

"Namun jika laporan gratifikasi baru dismpaikan setelah ada proses hukum Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan maka KPK dapat tidak menindaklanjuti laporan tersebut dan menyerahkannya pada proses hukum yang berjalan. Sehingga tindakan yang terbaik adalah menolak gratifikasi sejak awal," Kata Febri.

Di sisi lain, terkait dengan kebiasaan pemberian parcel dari bawahan ke atasan, atau dari pihak vendor ke pejabat atau berdasarkan hubungan pekerjaan lain, KPK menyatakan aksi tersebut sebagai gratifikasi.

Sebab hal itu merupakan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban. KPK menghimbau agar hal tersebut tidak dilakukan.

"Akan lebih baik keinginan untuk berbagi saat ramadhan atau idul fitri ini disalurkan pada pihak-pihak yang lebih membutuhkan, seperti rumah yatim, panti asuhan, atau tempat-tempat lain yang lebih membutuhkan," Kata Febri.

Baca juga artikel terkait GRATIFIKASI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Irwan Syambudi