tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan para tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal ini dilakukan lantaran tim penyidik masih memerlukan waktu untuk melengkapi alat bukti.
“Tim penyidik masih memperpanjang penahanan tersangka PAG dkk untuk masing-masing selama 30 hari ke depan berdasarkan penetapan dari Pengadilan Tipikor," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (14/8/2023).
Pengumpulan alat bukti perkara tersebut di antaranya dilakukan KPK dengan menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Iman Kristian Sinulingga hari ini. Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka tersangka Priyo Andi Gularso (PAG).
“Hari ini bertempatan digedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan saksi,” ujar Ali.
KPK sebelumnya menahan sembilan tersangka kasus dugaan korupsi tukin tahun anggaran 2020 hingga 2022 di Kementerian ESDM.
Para tersangka tersebut ialah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar/Sub-Bagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso (PAG), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio (NHS), dan staf PPK Lernhard Febian Sirait (LFS).
Selanjutnya, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo (CHP), PPK Haryat Prasetyo (HP), Operator SPM Beni Arianto (BA), Penguji Tagihan Hendi (H), Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) Rokhmat Annashikhah (RA), dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine (MFV).
Kasus tersebut berawal ketika Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tukin dengan total sebesar Rp221 miliar 2020 hingga 2022.
Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM, yakni tersangka LFS dan kawan-kawan yang berjumlah 10 orang, diduga telah memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.
Proses pengajuan anggarannya diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan sejumlah manipulasi, seperti pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif.
Tersangka PAG juga meminta kepada LFS agar “dana diolah untuk kita-kita dan aman,” kemudian menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
Akibat manipulasi tersebut, jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan naik dari Rp1,3 miliar menjadi Rp29 miliar.
Selisih pembayaran sebesar Rp27 miliar tersebut diduga diterima dan dinikmati oleh para tersangka dan diduga digunakan untuk pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 miliar, dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, keperluan pribadi seperti kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mes atlet, kendaraan, serta logam mulia.
Akibat penyimpangan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp27,6 miliar.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Abdul Aziz