tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Budi Supriyanto. Pasalnya, politisi Partai Golkar tersebut telah dua kali mangkir dari panggilan lembaga antirasuah tersebut.
“Dilakukan panggil paksa,” kata pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Kabiro Humas) KPK Yuyuk Andriati,di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
KPK telah menetapkan Budi Supriyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Lembaga antirasuah tersebut telah memanggil Budi pada Kamis (10/3/2016), namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tersebut karena beralasan sakit dengan bekal surat keterangan sakit dari RS Roemani Muhammadiyah Semarang untuk menjalani istirahat selama tiga hari.
Budi pun kembali dipanggil pada Senin (14/3/2016), namun ia masih tidak memenuhi panggilan KPK tanpa keterangan.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga mengatakan bahwa Budi harus dijemput paksa dan dilakukan upaya penahanan. “Harus dijemput paksa. Kalau dijemput paksa ya harus ditahan. Kalau tidak, itu bukan jemput paksa namanya. Tanpa keterangan itu namanya ketertutupan, makin besar ketertutupan, makin besar kecurigaan. Jadi harus ditanya detail niat baiknya,” kata Saut pada Senin (14/3/2016).
Dalam perkara ini, Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir diketahui mengeluarkan uang 404 ribu dolar Singapura agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.
Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan lima jembatan dan masih dalam proses pelelangan. Uang tersebut sebesar 99 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti melalui dua rekannya Julia Prasetyarini serta Dessy A Edwin.
Sedangkan 305 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto. Budi pernah melaporkan uang tersebut kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari 2016 tapi ditolak karena menyangkut tindak pidana korupsi yang ditangnai KPK.
Abdul Khoir sendiri akan segera disidang sedangkan Budi belum pernah diperiksa KPK sebagai tersangka hingga saat ini.
Damayanti, Dessy dan Julia disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.