tirto.id - Ahli hukum pidana ekonomi Universitas Al Azhar (UAI) Supardji Ahmad menantang KPK untuk menerapkan pidana korporasi kepada PDIP. Hal itu perlu dilakukan karena muncul dugaan keterlibatan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus korupsi Wahyu.
Supardji menilai penetapan tersangka eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam kasus penerimaan hadiah atau janji proses penetapan anggota DPR 2019-2024 sebagai bukti politik mahal. Kasus Wahyu menjadi bukti kalau ada permainan antara penyelenggara pemilu dengan partai.
"Selama ini orang mencurigai perselingkuhan internal antar partai, tapi ini luar biasa. Sebuah kejahatan demokrasi yang melibatkan antara panitia dan peserta dan itu tentunya akan berdampak pada kejahatan-kejahatan turunan berikutnya," kata Supardji di daerah Menteng, Jakarta, Sabtu (11/1/2020).
Supardji mengatakan, kasus Wahyu menandakan partai politik tidak hanya berusaha mengganggu, tetapi menabrak aturan pelaksanaan pemilu.
Menurut Supardji, KPK harus serius dalam menangani kasus Wahyu. Ia beralasan, kasus suap Komisioner KPU melibatkan PDI Perjuangan, yakni Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Menurut pria yang juga Ketua Program Studi Magister di UAI ini, KPK bisa menerapkan pidana korporasi agar aksi korup penyelenggaraan pemilu bisa terang. KPK juga harus berani meski berhadapan dengan PDIP yang kini menjadi partai penguasa.
"Parpol juga korporasi yang bisa jadi objek yang ditegakkan seandainya dia membiarkan kejahatan, Memfasilitasi kejahatan dan sebagainya," ujar Supardji.
"Jadi tentunya KPK harus punya nyali meskipun berhadapan dengan penguasa, parpol pemenang dan sebagainya. Itulah independensi KPK," tegas Supardji.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri