tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menutup peluang menjerat pihak lain dalam kasus korupsi PLTU Riau. Mereka berpeluang menjerat selain mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dalam kasus suap PLTU Riau jika bukti memadai.
"Jika ditemukan bukti yang cukup, kami bisa mengatakan eni bukan orang terakhir yang diproses dalam kasus ini," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Febri mengatakan, KPK sedang mengembangkan kasus kepada pelaku-pelaku lain yang diduga terlibat korupsi PLTU Riau-1.
Ia tidak merinci apakah pencarian pelaku mengacu pada pertimbangan jaksa yang disebut dalam persidangan. Febri hanya mengatakan, KPK perlu melihat fakta yang berkembang dari masa penyidikan hingga persidangan.
Ketika ditanya apakah pelaku menyasar pada Dirut PLN Sofyan Basir, Febri enggan menjawab.
Sebagai informasi, Sofyan disebut sebagai salah satu pihak yang diduga berperan dalam korupsi PLTU Riau-1 dan mengatur proyek tersebut. Dalam persidangan terdakwa Johannes Kotjo, pengusaha PT Blackgold selaku penyuap, Sofyan disebutkan sempat mengancam Kotjo untuk menyerahkan proyek kepada orang lain jika Kotjo tidak menuruti mekanisme bisnis yang ditawarkan untuk proyek PLTU kemudian, Sofyan disebut juga mengatur fee proyek PLTU Riau-1.
"Saya tidak bisa bicara nama yang spesifik karena ini tentu saja bagian dari proses hukum ya. Yang pasti begini, ketika ada fakta-fakta yang muncul di persidangan kami akan lakukan review dan analisis siapa pihak lain yang harus bertanggung jawab tersebut dan yang perlu diingat adalah pasal ini adalah pasal suap, sehingga perbuatan bersama-bersamanya juga punya karakter tersendiri untuk pasal suap. Itu pasti didalami," jelas Febri.
Terdakwa korupsi PLTU Riau Eni Maulani Saragih dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara. Jaksa menilai Eni telah bersalah menerima suap terkait dengan pembangunan PLTU Riau-1 dan menerima gratifikasi. Selain itu, Jaksa juga menuntut Eni membayar denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti Rp10,35 miliar dan 40 ribu dollar Singapura. Uang itu merupakan akumulasi dari jumlah suap dan gratifikasi yang Eni terima.
Dalam pembacaan tuntutan, jaksa KPK juga menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan terdakwa suap PLTU Riau dan gratifikasi, Eni Maulani Saragih. Jaksa menilai, Eni merupakan pelaku utama dalam perkara ini sehingga tidak layak mendapat status JC.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno