Menuju konten utama

Korupsi Kepala Daerah 2017: 4 Kader Golkar Ditangkap KPK

Dari tujuh kepala daerah yang menjadi pesakitan KPK sepanjang tahun 2017, empat di antaranya adalah kader Partai Golkar.

Korupsi Kepala Daerah 2017: 4 Kader Golkar Ditangkap KPK
Wali Kota nonaktif Tegal Siti Masitha Soeparno meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (14/9/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan di sejumlah instansi di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) pada Rabu (27/9/2017). Hal ini dilakukan sebagai pengembangan kasus korupsi yang menjerat Bupati Rita Widyasari.

Perempuan yang menjabat sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Kalimantan Timur (Kaltim) ini ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait jabatannya sebagai kepala daerah. Komisi antirasuah mensinyalir Rita Widyasari menerima gratifikasi sejak menjabat Bupati Kukar pada periode 2010-2015 dan periode 2016-2021.

Atas tindakannya itu, Rita Widyasari disangka melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka perempuan kelahiran Tenggarong, 7 November 1973 ini sekaligus menambah daftar pemimpin daerah yang menjadi pesakitan KPK sepanjang 2017. Bakal calon gubernur Kalimantan Timur pada Pilkada 2018 ini adalah kepala daerah yang ketujuh yang menjadi tersangka korupsi di KPK tahun ini. Dan satu-satunya yang tidak ditangkap dengan cara operasi tangkap tangan (OTT).

“Ini bukan OTT. Kasus lama ini sudah ada penyidikan sebelumnya,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/9/2017) malam.

Baca juga:

Sepanjang tahun 2017, KPK telah menetapkan tujuh kepala daerah sebagai tersangka. Mereka antara lain: Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti (Kader Golkar), Bupati Pamekasan, Achmad Syafii (Kader Demokrat), Walikota Tegal, Siti Masitha Soeparno (Kader Golkar), Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnaen (non partai), Walikota Batu, Eddy Rumpoko (Kader PDIP), Walikota Cilegon, Tubagus Iman Ariyadi (Kader Golkar) dan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari (Golkar).

Dari daftar kepala daerah yang menjadi pesakitan KPK sepanjang tahun 2017 di atas, mayoritas adalah kader partai pimpinan Setya Novanto. Dari tujuh orang tersebut, empat di antaranya berasal dari Partai Golkar, satu kader PDIP, satu kader Demokrat, dan satu lagi kepala daerah non-partai atau dari jalur independen.

Sedangkan pada tahun 2016, dari 11 kepala daerah yang menjadi pesakitan KPK, hanya dua orang yang berasal dari Partai Golkar, yaitu Suparman (Bupati Rokan Hulu, Riau) dan Yan Anton Ferdian (Bupati Banyuasin). Sementara tujuh lainnya berasal dari PDI Perjuangan (4 kader), PAN (2 kader), selebihnya Demokrat, Nasdem, PPP masing-masing satu kepala daerah.

Baca juga:PDI-P & Suap, Dua Sorotan dari Kasus Korupsi KPK 2016

Menanggapi banyaknya kepala daerah dari kader Golkar yang terjerat korupsi di KPK, Wakil Sekjen Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Golkar, Adies Kadir mengatakan, partainya akan memperketat lagi seleksi calon kepala daerah dan calon anggota legislatif. Ini terutama untuk persiapan Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019.

“Kami di Golkar akan mengevaluasi secara keseluruhan untuk caleg dan calon kepala daerah di seluruh Indonesia,” kata Adies Kadir, di Gedung DPR Jakarta, pada Selasa (26/9/2017).

Adies menuturkan, Partai Golkar juga akan mengadakan rapat internal dengan memanggil seluruh kader yang akan berkontestasi di pilkada. “Calon kepala daerah harus betul-betul berintegritas dan mempunyai komitmen untuk tidak lagi berbuat hal-hal yang mencoreng nama partai, khususnya korupsi,” kata Adies.

Respons Menteri Dalam Negeri

Banyaknya kepala daerah yang terlibat korupsi membuat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo angkat bicara. Tjahjo kembali mengingatkan agar gubernur, bupati dan walikota untuk memahami area rawan korupsi, sehingga tidak terjebak perilaku korup dan berurusan dengan penegak hukum atau terjaring OTT KPK.

“Selama tiga tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi ini sudah 33 kepala daerah yang terjerat korupsi, selama KPK ada sudah 351 kepala daerah yang tertangkap belum lagi anak dan istrinya,” kata Tjahjo, di Padang, Sumatera Barat, seperti dikutip Antara, Rabu (27/9/2017).

Hal tersebut diungkapkan Tjahjo pada ramah tamah dengan gubernur, bupati dan walikota serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah se-Sumbar, Anggota DPRD Provinsi, serta perangkat daerah hingga Lurah se-Kota Padang, pada Selasa malam.

Tjahjo memaparkan, area rawan korupsi meliputi belanja perjalanan dinas, penyusunan anggaran, penerimaan pajak dan retribusi daerah, pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan dan belanja hibah dan bansos.

Baca juga:

Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini mengatakan, untuk mencegah kepala daerah terlibat korupsi sudah dirancang penganggaran secara elektronik, perencanaan elektronik hingga memperkuat pengawasan seperti inspektorat daerah.

“Tidak hanya itu, KPK juga sudah melakukan supervisi ke daerah, BPK sudah turun, Saber Pungli juga ada, setelah kepala daerah terpilih juga dibekali di Kemendagri,” kata Tjahjo mengingatkan.

Mantan anggota DPR periode 2009-2014 ini mengatakan, dirinya selama ini melihat bahwa perilaku korupsi selalu melibatkan orang dalam, serta orang luar yaitu pihak ketiga berupa pengusaha. “Hampir semua dengan pihak ketiga masalah perizinan, fee yang harus bayar di depan, soal izin yang akhirnya jadi temuan,” kata Tjahjo.

Namun demikian, Tjahjo menegaskan, jika berbagai antisipasi sudah dilakukan, akan tetapi masih ada saja kepala daerah yang korupsi, maka hal itu kembali kepada pribadi masing-masing. Belajar dari pengalaman, Tjahjo mengingatkan agar kepala daerah membuat pertemuan rutin dengan SKPD untuk mengevaluasi tugas masing-masing dan kendala yang dihadapi.

Baca juga:Rita Widyasari & Kutai Kartanegara yang Kaya SDA

Baca juga artikel terkait KORUPSI KEPALA DAERAH atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti