Menuju konten utama

Korea Selatan Berencana Ubah Konstitusi Jadi Parlementer

Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye akan mengubah konstitusi dengan mengakhiri masa jabatan presiden satu kali dan membentuk sistem parlementer. Langkah itu dilakukan agar tak menjadi penghalang terhadap perkembangan lebih jauh negara itu.

Korea Selatan Berencana Ubah Konstitusi Jadi Parlementer
Presiden Korea Selatan Park Geun-hye memimpin rapat darurat di kediamannya di Vientiane, Laos, dalam foto milik Kepresidenan Blue House dan disiarkan Yonhap, Jumat (9/9). ANTARA FOTO/The Presidential Blue House/Yonhap via REUTERS.

tirto.id - Korea Selatan berencana akan mengubah konstitusi negaranya. Pengajuan perubahan untuk mengizinkan presiden menjabat beberapa kali atau membentuk sistem parlementer ini dilakukan Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, sembari mengatakan bahwa masa kepresidenan satu kali telah selesai.

“Jabatan kepresidenan terbatas selama satu masa kerja lima tahun dalam amandemen konstitusi 1987 lalu, yang mengakhiri kediktatoran militer, justru menjadi penghalang terhadap perkembangan lebih jauh negara itu,” ujar Park, sebagaimana diberitakan Antara, Senin (24/10/2016).

Dalam pidatonya di parlemen, Park menyatakan bahwa akan sulit mempertahankan keberlangsungan kebijakan, melihat hasil kebijakan, dan terlibat dalam kebijakan asing jika masa kepresidenan hanya satu kali.

Park adalah wanita pertama yang terpilih menjadi presiden Korea Selatan. Kini ia sedang dalam tahun keempatnya sebagai presiden, yang berakhir pada Februari 2018.

Pada Juni lalu, sebuah jajak pendapat menunjukkan bahwa 70 persen warga Korea Selatan merasa bahwa konstitusi saat ini sebaiknya diubah, sedangkan 40 persen menginginkan masa jabatan presiden selama dua kali masa jabatan, masing-masing empat tahun.

Menindaklanjuti perubahan konstitusi ini, Presiden Park kemudian meminta parlemen untuk membentuk sebuah komite khusus dengan segera guna memulai pembahasan terkait perubahan konstitusi. Di Korea Selatan, presiden atau parlemen dapat mengajukan amandemen, yang harus disetujui oleh duapertiga mayoritas di satu majelis, dan kemudian diterima dalam referendum nasional.

"Saya mencapai sebuah kesimpulan bahwa kami tidak dapat lagi menunda pembicaraan terkait amandemen konstitusi, yang juga merupakan janji kampanye saya, untuk menyingkirkan batasan-batasan yang kami hadapi dalam gambaran besar perkembangan berkelanjutan Korea Selatan," kata Park.

Meskipun terjadi kesepakatan umum luas terkait keperluan mengubah konstitusi, belum jelas bagaimana perdebatan terkait perubahan. Pasalnya, kekuatan politik di Korea Selatan terbagi atas kepresidenan yang kuat dan parlemen yang penuh dengan perbedaan.

Selain Park, beberapa politisi lain juga meminta masa kepresidenan selama dua kali untuk mengizinkan pemberlakuan kebijakan jangka panjang yang lebih stabil.

Menurut sumber, Presiden disebutkan ingin membentuk sistem parlementer, dengan perdana menteri memiliki lebih banyak kekuatan eksekutif daripada presiden negara itu.

Baca juga artikel terkait PARLEMEN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari