tirto.id - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, menyayangkan kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang hanya sekitar 3 persen. Padahal, konsumsi ikan oleh masyarakat cukup besar, yakni sekitar 44,4 kilogram per kapita per tahun. Menjadi yang ke-17 terbesar di dunia.
“Tingkat konsumsi ikan Indonesia tinggi dan kalau dilihat dari total proporsi konsumsi protein hewani itu mencakup hampir 70 persen,” kata dia, dalam acara Blue Food Forum 2024, dikutip dari akun YouTube Bappenas, Jumat (11/10/2024).
Sebagai informasi, total konsumsi protein hewani di Tanah Air mencapai 63 kilogram per kapita per tahun pada 2021. Adapun protein hewani tersebut bersumber dari ikan, ayam, sapi, dan hewan ternak lainnya.
Meski begitu, dibanding pendapatan per kapita Indonesia yang sebesar 11.859 dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp185,71 juta, kontribusi sektor perikanan terhadap PDB Indonesia jelas tak sebanding. Bahkan, selama hampir 20 tahun, kontribusi sektor perikanan hanya tumbuh sebesar 0,4 persen.
“Waktu saya ikut mengadakan penelitian bersama ahli dari Norwegia, kita sudah waktu itu 2,6 persen kontribusi perikanannya. Jadi, hampir 20 tahun kita cuma naik 0,4 persen. Terlalu kecil, tapi mungkin secara nominal besar," imbuh Suharso.
Pertumbuhan ekonomi sektor perikanan terhadap konsumsi ikan Indonesia pun tak seperti negara-negara penghasil ikan di dunia seperti Cina, Jepang dan Norwegia. Berdasar data Food and Agricultural Organization (FAO), konsumsi ikan per kapita pertahun di Cina, Jepang dan Norwegia masing-masing sebesar 39,89 kilogram, 45,12 kilogram dan 50,16 kilogram.
Sementara PDB per kapita per tahun yang dihasilkan oleh ketiga negara tersebut pada 2021 menurut Bank Dunia (World Bank) masing-masing senilai 17.658 dolar AS atau sekitar Rp276,52 juta (kurs Rp15.660 per dolar AS), Jepang sebesar 41,259 dolar AS atau setara Rp646,12 juta dan Norwegia senilai 65,916 dolar AS atau sekitar Rp1,03 miliar.
“Yang menurut saya unik adalah Cina itu juga termasuk eksportir ikan, padahal mereka lebih luas kontinennya (wilayah daratnya). Kalau Jepang, oke lah (memang punya zona laut yang lebih luas daripada daratannya), apalagi Norwegia," jelas Suharso.
Terkait masih rendahnya sumbangan sektor perikanan terhadap ekonomi nasional, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Budi Sulistiyo, mengatakan pihaknya akan terus berupaya untuk menggenjot potensi perikanan melalui kebijakan ekonomi biru yang mengedepankan aspek ekologi. Sebab, agar sumbangan sektor perikanan terhadap ekonomi nasional dapat lebih berkelanjutan, eksplorasi sumber daya ikan harus tetap dilalukan dengan bertanggungjawab.
"Sudah saatnya kita semua memandang laut sebagai lumbung pangan masa depan yang mampu menjamin ketahanan pangan generasi mendatang," tukas Budi.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Abdul Aziz