tirto.id - Operasi militer khusus yang terjadi akibat konflik Rusia dan Ukraina Kamis (24/2/2022) berdampak langsung pada masyarakat sipil, khususnya di Ukraina.
Sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukan memasuki wilayah Ukraina Timur, para orang tua di Ukraina telah memperisapkan diri untuk kemungkinan terburuk.
Melansir Today, beberapa hari terakhir, para orang tua di Ukraina mulai menempelkan stiker informasi golongan darah ke anak-anak mereka. Stiker yang berupa lembaran kertas tersebut disematkan sebelum para orang tua melepas anak-anak mereka ke sekolah.
Tidak hanya golongan darah, stiker turut memuat informasi nama orang tua anak-anak serta nomor telepon. Langkah ini telah banyak didiskusikan oleh para orang tua di media sosial setelah pidato Putin mengudara.
Beberapa sekolah yang masih beroperasi mewajibkan penempelan stiker golongan darah tersebut pada peserta didiknya. Menurut Today, hingga kemarin para orang tua di Ukraina tetap berusaha memberikan anak-anaknya kehidupan normal ditengah-tengah ancaman perang.
"Saya ingin anak-anak merasa seperti kehidupan normal—mengirim mereka ke kelas reguler mereka, seperti tari, sekolah musik, dan pramuka, hanya untuk merasakan kehidupan normal yang teratur," tulis Krystyna ibu dari tiga orang anak yang tinggal di Kyiv seperti yang dikutip dari Today.
Krystyna, dalam penuturannya kepada Today, menyebutkan bahwa putri pertamanya yang berusia 13 tahun telah diberikan instruksi untuk menghadapi keadaan darurat. Ia memberitahukan sang putri untuk mendengarkan gurunya dan membahas di mana ia akan bertemu sang ibu.
Sementara, pada kedua putrinya yang lebih muda, yaitu berusia 5 dan 3 tahun tidak dikirim ke sekolah karena jaraknya yang cukup jauh.
"Saya takut dengan logistik - jika sesuatu terjadi, akan terlalu sulit bagi saya untuk mengumpulkan semuanya," kata Krystyna.
Kendati demikian, Krystyna mengaku bahwa kedua putrinya yang lebih kecil sudah diajarkan untuk mengetahui alamat rumah, nama depan dan belakang mereka, serta nama lengkap ibu mereka.
"Tentu saja ini adalah topik yang sangat sensitif bagi mereka dan mereka bisa menjadi terlalu takut," lanjutnya.
Sementara itu, sejumlah sekolah diklaim telah memberikan persiapan pada anak-anak jika terjadi serangan melalui berbagai pelatihan.
"Putri sulung saya mengetahui instruksi untuk mempertimbangkan berbagai jenis peristiwa, seperti kebakaran atau pengeboman," kata Vasyl orang tua dari seorang putri di Kyiv.
Lebih lanjut, Vasyl mencontohkan dalam kasus pengeboman, anak-anak telah diajarkan untuk pergi ke stasiun metro atau kereta bawah tanah serta tempat perlindungan bom.
"Jadi mereka mengajar dan melatih (anak-anak) bagaimana pergi ke luar sekolah tanpa panik, jadi terorganisir dengan baik," lanjutnya.
Dampak Perang pada Anak-Anak
Perang tidak pernah memiliki dampak positif pada korbannya, terkhusus pada anak-anak. Melansir Save The Children, konflik bersenjata menempatkan anak-anak di situasi yang mengerikan, termasuk:
- trauma mental dan fisik;
- kelaparan;
- terjangkit penyakit yang sebenarnya bisa dicegah;
- anak putus sekolah;
- anak berisiko mengalami kekerasan seksual dan perekrutan oleh kelompok bersenjata;
- anak terjebak di zona perang tanpa akses bantuan kemanusiaan.
Apa yang terjadi di Ukraina saat ini?
Hingga Kamis serangan udara serta konvoi militer terus terjadi khususnya di kota-kota besar di Ukraina.
Interfax Ukraina melaporkan bahwa ada serangan roket terhadap beberapa fasilitas militer di seluruh Ukraina. Pasukan Rusia juga sudah mendarat di kota pelabuhan selatan Odessa dan Mariupol.
“Putin baru saja meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina. Kota-kota Ukraina yang damai sedang diserang,” kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba Kuleba seperti yang dikutip dari Al Jazeera.
Serangan juga terjadi di Ibu Kota Ukraina, Kyiv, dimana telah dilaporkan terjadi tujuh ledakan keras di kota tersebut.
"Kedengarannya seperti tembakan peluru, tapi bisa jadi itu serangan udara,” kata Andre Simmons, koresponden Al Jazeera.
Lebih lanjut, Simmons mengungkapkan bahwa terjadi penyerangan di bandara internasional Boryspil.
"Kami tidak yakin apakah itu diledakkan atau apakah itu ledakan," tambahnya.
Akibatnya penduduk yang tinggal di Kyiv mulai mencari perlindungan sejak ledakan terjadi mulai pukul 5 pagi waktu setempat. Banyaknya penduduk yang ingin meninggalkan Kyiv menyebabkan macet dan memaksa lebih banyak penduduk mencari perlindungan di bawah tanah.
Penyebab Konflik Ukraina dan Rusia
Konflik antara Rusia dan Ukraina telah terjadi sejak November 2021 ketika militer Rusia menumpuk pasukan baru di perbatasan Ukraina.
Situasi tersebut menyebabkan Ukraina merasa terancam dan memperoleh respons dari Presiden AS, Joe Biden. Ia memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi apabila menyerang Ukraina.
Di sisi lain Rusia mengajukan tuntutan agar NATO menghentikan aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina. Rusia juga meminta agar NATO tidak menerima Ukraina atau negara-negara bekas Uni Soviet sebagai anggota.
Sayangnya upaya diplomasi yang dilakukan oleh pejabat AS dan Rusia di Jenewa tidak berhasil. Rusia tetap teguh pada tuntutan keamanan tersebut, sementara AS tidak mau menerimanya.
Kemudian, pada 26 Januari 2022, NATO mulai menempatkan pasukan dan peralatan militernya di Eropa Timur disusul penarikan sejumlah staf kedutaan negara-negara Barat dari Ukraina.
Sementara itu, Presiden Ukraina Zelenskyy memperingatkan Barat untuk menghindari sikap yang dapat menciptakan "kepanikan", sehingga berdampak negatif pada perekonomian negaranya.
Tidak adanya respons terkait tuntutan keamanan oleh Rusia menyebabkan Putin akhirnya buka suara. Ia membantah telah merencanakan invasi sambil menuduh AS mengabaikan tuntutan keamanan negaranya.
"Sudah jelas bahwa kekhawatiran mendasar Rusia akhirnya diabaikan,” katanya.
Pada Kamis, Putin resmi memberi izin pada pasukan militernya untuk melaksanakan operasi militer khusus di Ukraina.
Melalui pidato yang disiarkan di stasiun TV pemerintah Rusia, Putin mengatakan bahwa Rusia tidak punya pilihan selain membentengi diri terhadap apa yang disebutnya sebagai ancaman dari Ukraina.