tirto.id - Kompolnas meminta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sanksi pidana bagi anggota Polri yang tidak netral dalam pilkada agar dipatuhi. Putusan itu sangat didukung Kompolnas demi menciptakan profesionalitas dalam pengamanan rangkaian pilkada.
"Kami sangat mendukung putusan MK tersebut dan menjadikan putusan MK itu sebagai satu instrumen kami untuk melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan pilkada ini, khususnya berkaitan dengan kepolisian, karena tupoksi kami di kepolisian itu," kata Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, saat dihubungi wartawan, Senin (18/11/2024).
Menurutnya, Kompolnas memandang putusan MK itu akan memberikan dukungan kepada Polri untuk menjalankan komitmen pengamanan pilkada dengan independen, netral, dan profesional.
"Nah, jika ada pelanggaran dan sebagainya, seperti yang ada di norma itu, ya harus diproses sesuai dengan norma yang berlaku," tuturnya.
Putusan MK itu, kata dia, akan ditindaklanjuti aturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dari situ, aturan sanksi pidana bagi anggota TNI dan Polri yang melanggar baru diberlakukan.
Ia mengatakan, Kompolnas memberikan perhatian khusus bagi pengawasan Pilkada Serentak 2024. Pengawasan dari Kompolnas telah dilakukan dengan berkeliling ke Polda Jawa Timur, Polres Sampang, Polres Malang Kota, Polres Malang Kabupaten, dan Polres Batu. Pengamanan distribusi logistik, kata Anam, juga menjadi satu hal yang diawasi oleh Kompolnas.
"[Pengawasan] guna memastikan bahwa [anggota Polri] tidak boleh terlibat secara aktif fasilitasi dan sebagainya dalam konteks pilkada itu," ujar Anam.
Dia mengajak masyarakat melakukan pengawasan bersama-sama demi menjadikan pilkada yang aman dan pengawasan dilakukan profesional oleh Polri.
MK memutuskan bahwa pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang tidak netral dapat disanksi pidana dan/atau denda. Bentuk ketidaknetralan yang dimaksud adalah membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada.
Ketentuan tersebut merupakan putusan MK yang memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis (14/11/2024).
Pasal 188 UU 1/2015 berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Irfan Teguh Pribadi