tirto.id - Kemunculan kasus polio di Purwakarta beberapa waktu lalu memberikan sinyal waspada atas kembalinya penyakit yang telah mendapatkan status eradikasi atau bebas polio pada tahun 2014.
Pada akhir tahun lalu, kasus polio juga kembali muncul di Aceh dan mendapat status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hinky HIndra Irawan Satari, menyatakan bahwa kejadian kembali ditemukannya kasus polio tidak bisa dihadapi dengan tenang-tenang saja. Menurutnya, tak mustahil kasus polio bisa ditemukan kembali di tempat lain.
“Kota besar misal masih ada kumuhnya, itu masih ada pengelolaan limbah (tinja) yang tidak memadai jadi risiko itu ada, terutama di daerah yang imunisasinya tidak sesuai target,” kata Hinky pada konferensi pers di Kementerian Kesehatan RI, Senin (27/3/2023).
Hinky menilai bahwa adanya kasus polio disebabkan masih ada daerah-daerah kantong yang target imunisasinya masih rendah. Ditambah, masih minimnya capaian imunisasi polio suntik atau vaksin polio yang tidak aktif (IPV) di sejumlah daerah.
Pemberian vaksin polio secara oral atau tetes (BOPV) dinilai masih belum cukup membentengi anak-anak dari virus polio.
“Virus itu masuk mulut kemudian diserap usus, dan itu sebagian keluar lewat tinja. Karena itu polio dikaitkan dengan penyebaran lewat tinja,” ujar Hinky.
Selain itu, Hinky menilai penemuan kasus polio di Aceh dan Purwakarta masih berhubungan dengan pengelolaan limbah tinja yang belum memenuhi standar. Tinja yang mengandung virus polio, menurut Hinky akhirnya mengkontaminasi air yang tak jarang dipakai masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.
“Jadi mereka nggak di imunisasi, dan masih BAB dibuang sembarangan ke sungai. Atau pake jamban tapi dialirkan ke sungai dan itu dipakai masyarakat,” terang Hingky.
Maka Hingky menyatakan bahwa untuk mengatasi kembali munculnya penyakit polio adalah dengan mengejar imunisasi lengkap BOPV dan IPV serta memperbaiki manajemen limbah tinja manusia yang sesuai standar.
“Yang nyebarin itu akhirnya menyerang orang yang tidak kebal, jadi sepanjang masih si balita pakai vaksin (hanya) oral dan manajemen limbah manusia juga tidak standar itu risiko penyebaran ada,” sambungnya.
Sementara itu, Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI Prima Yosephine mengakui bahwa capaian vaksin IPV atau vaksin injeksi masih belum memenuhi target. Ini dinilainya menjadi penyebab kembali munculnya kasus polio.
“Ada daerah daerah kantong yakni yang tidak mencapai cakupannya terutama cakupan IPV,” ujar Prima dalam kesempatan yang sama.
Ia menyatakan pihak Kemenkes telah membentuk tim khusus untuk menangani kasus KLB polio yang muncul kembali. Selain itu, pihaknya mengadakan BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional) yang diharapkan mampu mengejar ketertinggalan vaksinasi dan membuat polio kembali kepada status eradikasi.
“Jadi target BIAN ya dipengen sih tahun ini 100 persen capaian, tapi ya minimal 95 persen. Sehingga tidak ada daerah yang terjadi kejadian akibat imunisasi tak merata,” kata Prima.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri