tirto.id - Pada Sabtu (30/8/2025) malam, Rafly (22) dan Very Kurnia Kusuma (24) berniat pergi ke sebuah angkringan di Dipatiukur, Kota Bandung. Mereka hendak menemui teman-temannya yang sudah berada di lokasi. Setengah kilometer lebih dari arah Gedung Sate dan Gedung DPRD Jabar, mereka berdua pun memarkir motor terlebih dahulu.
"Tiba-tiba, Very turun motor. Bilang ke saya, 'kaleum dagoan' [sabar, tunggu] lalu dia pergi [jalan kaki] dan saya tunggu di situ lama," ungkap Rafly kepada wartawan dalam pertemuan keluarga korban salah tangkap, Very Kurnia Kusumah di Balai warga RW 05 Cihampelas, Kota Bandung, Senin (29/9/2025) sore.
"Lalu enggak lama dari arah Gasibu, massa demontrasi pada lari diikutin aparat kepolisian serba hitam, nenteng senjata. Saya panik. Very enggak balik-balik. [Ketika sudah mereda] saya cek ke arah lokasi Very [pergi], tidak ada," imbuhnya.
Saat itu sekitar pukul 21.00 WIB dan Rafly kehilangan jejak keberadaan Very. Ei, sapaan akrab Very, pun tidak bisa dihubungi sama sekali. Di tengah kepanikan dan kebingungan, Rafly beberapa kali memastikan kembali keberadaan Ei di lokasi terakhir. Lagi-lagi, nihil.

Hingga pada akhirnya, dia dapat kabar bahwa Ei ditangkap polisi. Paman Ei, Debbie, adalah orang pertama yang memastikan bahwa keponakannya itu mendekam di Polda Jabar.
"Awalnya, [sempat terhubung] menelpon lewat HP kerabat. Tapi, ada jawaban dengan nada kasar dan tinggi, 'Naon sia rek kadieu? Sok ditungguan ku aing,' [Apa kamu mau ke sini? Saya tunggu],” jelasnya.
Tidak lama dari panggilan tersebut, HP keponakannya mati lagi. Namun, beberapa waktu kemudian, Ei dapat dihubungi kembali. Lagi-lagi, Debbie mendapat jawaban lebih kasar.
"Sama saya jawab, 'mana orangnya, kamu siapa? mana yang punya HP. Kamu siapa?'. Lalu jawaban Ei muncul sebentar, 'Iya, Aa. Saya di Polda,'" kata Debbie.
Sabtu (30/8/2025) malam itu juga, Debbie berangkat ke Polda Jabar yang beralamat di Jalan Bypass Soekarno Hatta. Sesampainya di sana, dia menanyakan soal keberadaan Ei. Petugas polisi yang ditanyai Debbie membenarkan ada penangkapan atas nama Very.
Namun, petugas polisi yang berjaga menyarankan dirinya untuk kembali ke Polda Jabar pada Minggu (31/8/2025) pagi.
"Besok paginya, dari jam 8 pagi, tidak ada transparansi dari pihak Polda Jabar. Mereka jawabnya hanya template, 'masih dalam proses penyidikan.' Itu dari jam 8 pagi sampai 2 dini hari. Tapi, selama itu, saya menyaksikan sejumlah orang keluar per sepuluh orang. Muncul kecurigaan, apa yang membuat saudara saya dipersulit dan diperlama-lama," ujarnya.
Debbie pun kembalik ke Polda Jabar pada Senin (1/9/2025) untuk memastikan kondisi Ei. Berulang kali polisi menanyai keperluan dirinya berada di Polda Jabar. Dia menegaskan hendak menemui keponakan.
Hingga saat memasuki jam istirahat, pukul 11.00 siang, Debbie berhasil bertemu dengan Ei.
"Pertanyaan saya langsung intinya. Bertemu di ruang para penyidik. Saya minta jawaban jujur. Ei coba ceritakan kronologis kapan ditangkap, di mana tempatnya, jam berapa, dan bagaimana proses penangkapan sampai kamu berada di Polda?" tanyanya.
Ei menjawab bahwa dirinya ditangkap di sekitaran parkir di depan Gedung Graha Merah Putih Telkomsel Bandung. Saat itu, Ei baru saja menukar uang receh untuk bayar parkir dengan membeli 3 batang rokok.
Di antara jam 21.00 dan 22.00 malam, ketika beres beli rokok, ada satu orang bapak-bapak menodongkan senjata dan menyuruhnya tiarap.
Diduga Disiksa Polisi
Ei meyakinkan Debbie bahwa dirinya hanya berniat nongkrong bersama teman-temanya di sebuah angkringan yang berlokasi di Dipatiukur. Tidak ada niatan untuk ikut aksi demontrasi. Dia pun tidak membawa barang apa pun selain dompet dan HP.
Debbie kembali bertanya apa yang membuat polisi seakan mempersulitnya bebas.
"Saya enggak kuat dipukulin. Saya enggak kuat disetrum. Pingsan. Saat sadar, saya digebukin dan disetrum lagi. Saya syok lihat beberapa orang telanjang bulat, digebukin, lalu dibawa ke toilet, digebukin lagi, disetrum lagi. Maka saya mengiyakan pertanyaan polisi yang ditanyain ke saya. Daripada disetrum dan digebukin terus, saya mengiyakan," jawab Ei dengan suara ringkih.
Pada saat itu, Debbie langsung ingin membawa Ei pulang. Dia prihatin dengan kondisi keponakannya. Berdasarkan penuturannya, tubuh Ei penuh lebam, kedua matanya bulat persis mata panda, pelipis kanan kiri berdarah dan ada bekas benjolan pukulan. Ei masih memakai pakaian yang sama saat ditangkap polisi.
Namun, polisi melarangnya. Debbie justru disuruh untuk menandatangani secarik kertas. Isinya tidak begitu rinci, hanya bertuliskan “perwakilan keluarga”. Setelah itu, dia disuruh menunggu surat selanjutnya yang sedang dibuat polisi untuk disampaikan ke keluarga Ei.
"Singkatnya, hari itu saya dikasih surat. Saya pulang. Ei terduga pelaku dengan pasal sekian. Keesokan hari, saya bersama ibu kandung Ei, ke Polda Jabar," lanjut Debbie.
Ibunda Ei, Iyen Rumaningsih, mengingat jelas kondisi anaknya tersebut. Seperti yang dilihat Debbie, dua mata Ei lebam dengan ujung bola mata berwarna merah. Terpisah dinding kaca, Iyen berbicara dengan sang anak penuh khawatir.
Pada Selasa (2/9/2025), Ei masih dalam keadaan wajah seperti itu, tapi kini sudah memakai kaos tahanan berwarna biru.

Iyen tidak bisa menahan air mata dan menanyakan satu pertanyaan, "Aa, apakah penyiksaan hanya sebatas momen [penangkapan] itu saja? Dia bisik-bisik ke saya, 'Mah, jangan ribut. Sampai sekarang saya masih disiksa. Dikepret [pecut] dan ditendang,'" ucap Iyen lirih.
Dia pun kembali mendengarkan ulang kronologi awal mula Ei ditangkap polisi.
"Saya sempat memohon ke pihak kepolisian. Mohon anak saya dibebaskan karena jelas anak saya korban salah tangkap. Lalu, dia menganjurkan untuk membuat surat permohonan dari pihak keluarga. Yang jelas saya mohon bebaskan anak saya. Lalu pertemuan berakhir," cerita Iyen.
Pada Sabtu (6/9/2025), keluarga Ei menyampaikan surat permohonan ke Polda Jabar. Mereka menemui penyidik dan kembali memohon agar Ei segera dibebaskan. Namun, tim penyidik menyebut bahwa Ei sudah mengaku terlibat demonstrasi dengan barang bukti dua batu.
“[Kata polisi] Ibu sekarang berupaya dengan pihak keluarga, tunggu sampai 20 hari tim penyelidikan,' tapi sudah tidak ada kabar sama sekali. Setiap hari saya hubungi, polisi jawab masih belum ada perintah," ungkapnya.
Upaya Hukum Keluarga
Sehari-hari, Ei bekerja sebagai pengantar air galon isi ulang di sekitar rumahnya. Jasa itu dia lakoni sebagai tulang punggung keluarga. Sesekali, Ei juga membantu menjaga lahan parkir bersama pamannya, Debbie.
Kini, tepat sebulan Ei mendekam di tahanan Polda Jabar. Selam itu pula, dia tidak bisa membantu perekonomian keluarga.
Lantaran tak beroleh kejelasan usai berjuang sendiri, keluarga Ei kemudian menggandeng kawan-kawan solidaritas di Bandung. Di antaranya dengan Tim Advokasi Bandung Melawan. Salah satu tim advokasi, Deti Sopandi, menyayangkan sikap aparat kepolisian yang menangkap Very secara serampangan.
"Keluarga Very itu salah satu dari keluarga yang memang mau mengungkap kebenaran terkait adanya penyiksaan di isu aksi demonstrasi tanggal 29 Agustus dan 1 September 2025," ungkap Deti kepada wartawan.
Deti mengharapkan keluarga-keluarga demonstran yang lain juga terbit keberaniannya mengadukan kasus serupa. Menurutnya, hal ini akan menjadi pemantik untuk mengungkap kebenaran. Termasuk, mendesak supaya para korban salah tangkap bisa segera dibebaskan polisi.
"Karena Very tidak melakukan tindakan yang dituduhkan oleh pihak kepolisian sekarang. Karena, dia adalah korban salah tangkap dan mengalami penyiksaan," cetusnya.

Tim Advokasi Bandung Melawan pun sudah menyampaikan laporan kepada Ombudsman Jabar. "Kami melakukan pelaporan ke Ombudsman. Karena, untuk menguji nih, apakah pihak Polda Jabar itu melakukan tindakannya sesuai prosedur atau enggak," imbuhnya.
Selagi menunggu hasil pemeriksaan Ombudsman, tim advokasi juga melakukan pelaporan, Komnas HAM, Komnas Perempuan, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Pihak LPSK juga sudah turun hari ini ke Bandung menemui keluarga. Tapi, untuk hasilnya kami belum bisa update. Karena itu, ada beberapa dari pihak LPSK-nya enggak perlu dipublikasikan. Tapi, LPSK sudah turun ke Bandung," jelas Deti.
"Kalau itu [pelaporan Kompolnas], nanti bisa kami diskusikan dengan tim advokasi lain. Adapun juga tadi misalkan ada diskusi untuk melakukan pelaporan balik terkait penyiksaan, itu juga kami akan diskusikan nanti," sambung Deti.
Sementara itu, kontributor Tirto sempat menyampaikan permintaan konfirmasi kepada Kabidhumas Polda Jabar, Kombes Pol. Hendra Rochmawan, terkait proses penyidikan Very Kurnia dan dugaan tindakan kekerasan terhadapnya. Namun, hingga berita ini ditulis, kontributor belum menerima jawaban.
Penulis: Amad NZ
Editor: Fadrik Aziz Firdausi
Masuk tirto.id


































